Akhirnya, ada yang mau baikan juga😂
Happy reading gaiss....
Jan lupa vomentnya yakkk hehe😽
⬇️⬇️⬇️
Aku menarik napas sejenak saat hendak membuka sebuah pintu yang saat ini berada di hadapanku. Dan saat di rasa cukup, aku pun mulai membuka pintu itu dengan perlahan, hingga tampaklah seorang laki-laki yang sedang terkulai lemah di atas brangkar dengan infus yang bertengger di tangan kanannya.
Lalu aku pun mulai melangkah masuk, dan perlahan menutup pintu itu kembali, kemudian mulai berjalan mendekat ke arah laki-laki tadi. Saat aku sudah berhasil berdiri tepat di sampingnya, laki-laki itu pun akhirnya menolehkan pandangannya menatapku. Terlihat jelas bahwa ada beberapa luka yang tertera di wajahnya, juga sebuah perban yang tertempel di dahinya.
Dia menatapku dengan ekspresi datar, begitupun denganku. Lalu tak selang lama, akhirnya ia membuang muka kembali.
"Kok bisa?" Aku mulai membuka suara.
"Lo nanya?" Dia malah balik bertanya.
Aku menghela napas gusar,"iya. Gue nanya, kenapa lo bisa sampe kecelakaan kaya gini?" Tanyaku untuk kedua kalinya, dan kali ini secara jelas.
Dia menyeringai,"peduli apa lo? Mau gue mati sekali pun, gak ada urusannya sama lo." Pungkasnya sarkastik.
Aku memutar kedua bola mataku malas. Lalu aku kembali merogoh saku celana, untuk meraih ponsel.
"Nelpon siapa lo?" Tanyanya.
"Papa." Aku menjawab seadanya.
"Jangan. Cepet matiin."
Aku mengernyit,"apaan sih lo. Mereka perlu tau Rel."
"Gue bilang jangan ya jangan. Lagian ini gak parah-parah banget, gak usah lebay deh lo. Cepet matiin!" Serunya. Kemudian aku pun menurutinya dan segera mematikan panggilan yang memang belum tersambung itu.
"Gue heran. Kenapa sih, lo sebenci itu sama gue?" Tanyaku penuh tanya.
Memang sejak awal Darel menjadi bagian dari keluargaku hingga saat ini, aku tidak pernah tau penyebab mengapa dia sampai sebenci itu dengan papa dan juga aku. Dan memang, aku belum pernah menanyakan langsung hal itu kepada Darel.
Namun, sepertinya dia menolak untuk menjawab. Karna saat ini jangankan menjawab, menatapku saja dia enggan.
"Ya udah kalo lo gak mau jawab, lupain aja." Tukasku. Kemudian aku berbalik dari hadapannya dan hendak menuju ke arah sofa panjang yang berada ruangan itu.
"Mau ngapain lo?" Tanya Darel tiba-tiba saat aku berhasil mendaratkan bokong di sofa itu.
"Tidur. Gue ngantuk." Jawabku yang saat itu juga langsung membaringkan tubuh di sana.
"Lo gak pulang?"
"Gue gak setega itu ninggalin lo sendiri dengan keadaan kaya gitu." Jawabku dengan mata yang terpejam.
KAMU SEDANG MEMBACA
MOVE
Teen FictionSaat mencintai terasa begitu menyakiti, kau hanya perlu memilih pergi. Namun, bagaimana jika dengan kejamnya semesta menyuruhmu untuk tetap melupakan, sedang yang ingin di lupakan malah di takdirkan untuk terus berhadapan dengan mu? Tega memang. Tap...