'Karna cinta tak akan pernah memilih, kepada siapa ia akan menjatuhkan hati.'
-MOVE
⬇️⬇️⬇️
Samudra POV
Setelah bik Surti yang merupakan pembantu di rumahku selesai menyiapkan dua gelas minuman dan beberapa camilan, aku segera membawanya berlalu dari dapur menuju ke kamar.
"Run ini cemilan-" ucapanku terpotong saat tiba-tiba mendapati Aruna yang sudah berbaring dengan mata terpejam di atas ranjangku.
Aku menghela napas pelan, lalu menaruh nampan berisi makanan yang aku bawa tadi ke atas meja belajar. Dan meraih ponselku untuk menghubungi Om Darma.
"Hallo?" Ujar om Darma saat sambungan sudah terhubung.
"Hallo om,"
"Iya, kenapa Sam?"
"Ini om, saya mau kasih kabar kalo hari ini pulang sekolah saya sama Aruna mau ngerjain tugas kelompok di rumah saya. Saya gak punya nomor tante, jadi saya ngabarin om aja."
"Oh. Iya nanti om kasih tau mamanya Aruna saja. Nanti antar pulang Aruna jangan terlalu malam ya Sam,"
"Siap om, aman itu mah."
"Haha, ya sudah kalo begitu."
"Iya om." Lalu sambungan pun terputus.
Kemudian aku meletakkan kembali ponselku ke atas meja belajar dan perlahan mendekati Aruna.
Aku menjongkokkan tubuhku perlahan di depan Aruna yang tertidur dengan posisi menyamping, sehingga wajah kami pun bisa berhadapan dengan jelas.Aku bisa menatap wajah polosnya dengan jelas sekarang. Ku perhatikan setiap sudut wajahnya yang terlihat sangat damai saat ini. Jujur, aku baru menyadari jika Aruna lumayan cantik. Aku jadi teringat saat di mana dia selalu menangis karna ulah playboy bajingan di sekolah itu. Apa dia tidak punya hati? Kenapa seenaknya saja menyakiti perasaan cewek setulus Aruna?
Dan lagi, kenapa juga cewek ini begitu bodoh. Mau-maunya selalu di sakiti oleh Kevin. Tapi syukurlah, setidaknya dia sudah memilih untuk mengakhiri hubungannya dengan Kevin. Dan akhir-akhir ini aku juga sudah jarang melihat dia menangis. Entah kenapa, ada perasaan aneh yang muncul tiba-tiba saat melihat dia menangis. Perasaan yang sudah lama tidak pernah aku rasakan. Aku.. merasa tidak suka jika ada orang yang menyakiti dia. Tidak terima jika ada orang yang merendahkan dia. Dan saat melihat dia tersenyum, saat itu juga aku merasa ikut bahagia. Dan perasaan ini persis seperti yang aku rasakan saat aku masih bersama Kirana dulu.
Apa iya aku mulai menyukai dia? Tapi jika memang seperti itu, sepertinya tidak buruk juga. Mungkin sudah saatnya aku memulai lembaran baru. Sudah saatnya aku melanjutkan kehidupanku seperti manusia pada umumnya. Bersosialisasi dengan baik, memiliki banyak teman, dan mencintai wanita lagi. Ini bukan tentang seberapa setianya aku pada orang yang aku cintai. Tapi aku pikir, hidup juga harus berpikir secara logika dan sehat.
Aku masih terlalu muda jika harus setia dengan satu wanita yang bahkan sebelumnya kami tidak ada ikatan apapun. Dan aku mulai berpikir, bahwa mungkin dengan cara Tuhan mengambil Kirana seperti ini adalah untuk memberi tahuku bahwa sebenarnya Kirana bukanlah wanita yang benar-benar di takdirkan untukku.
Brakk!!
Aku sedikit terperanjat saat mendengar bunyi yang lumayan keras dari pintu kamarku. Aku menghela napas lega saat mengetahui bahwa Aruna tidak terganggu sedikit pun. Lalu segera aku bangkit dan menuju ke pintu kamar untuk memeriksanya.
Dan saat aku membukanya, aku membelalak ketika mendapati Darel yang sedang mencium seorang cewek yang memakai seragam sekolah lain dengan sangat ganas.
"Brengsek!" Umpat ku cukup kuat pada mereka yang sudah mulai menjauh dari kamarku, namun terlihat tidak terganggu sama sekali dan masih melanjutkan aksi panas mereka. Lalu dengan emosi yang mulai memuncak aku berjalan menghampiri mereka.
Bugh!!
Satu kepalan tinju berhasil aku layangkan di pipi kanan Darel, dan seketika ciuman mereka pun terlepas.
"Bangsat!! Apa-apaan lo?!" Bentaknya seraya menatapku tajam.
"Lo yang apa-apaan! Mentang-mentang papa sama mama gak ada di rumah, lo seenaknya aja bawa cewek gak jelas ke rumah?! Bahkan ini baru jam empat sore Rel, dan lo udah berani beginian sama cewek dengan bebas di rumah?! Lo pikir di sini cuma ada lo sama dia apa, hah?!!" Pungkasku geram. Aku mengepalkan jari kuat dan balik menatapnya tajam. Sial, dia sudah membuat aku sangat kesal sekarang. Semoga saja Aruna tidak terbangun.
"Urusannya sama lo apa?! Kalo lo gak suka, ya gak usah di liat dan masuk aja ke kamar lo! Gampang kan!"
"Semudah itu lo ngomong?! Terus, lo juga bakal ngebiarin bik Surti dan mang Cecep yang udah setua itu ngeliat kelakuan lo yang kotor ini! Iya?! Otak lo dimana Rel?! Akal pikiran lo Dimana?!"
"SIALAN LO!"
BUGH!!
Satu kepalan Tinju berhasil dia layangkan juga tepat di rahangku dengan keras, membuatku sedikit terpundur beberapa langkah.
"Udah Rel, udah." Cewek tadi mulai bersuara dan menahan lengan Darel. Cih! Aku benar-benar jijik melihatnya. Baju super ketat dan rok yang pendek. Sekolah mana yang memperbolehkan muridnya memakai seragam seminim itu?
"Rel. Mending sekarang lo cabut, bawa keluar ni cewek!" Ujarku seraya menatap tajam cewek itu.
"Kalo gue gak mau, lo mau apa?" Sialan! Dia membuat emosiku semakin memuncak. Tanganku sebenarnya sudah gatal ingin menghajar cowok brengsek ini. Beruntung aku masih mengingat bahwa dia adalah saudara tiriku, jika tidak sudah aku habisi dari tadi.
"Kenapa diem? Kalo mau mukul lagi ya pukul aja. Memang pada dasarnya, gak seharusnya bokap lo dan nyokap gue nikah. Asal lo tau ya, gue benci banget sama bokap lo. Dan sampe kapanpun, gue gak akan nerima bokap lo sebagai bokap gue. Begitu juga lo, jangan pernah berharap gue bakal nganggep lo sebagai saudara gue. Ngerti!"
Dan Darel pun berlalu bersama cewek tadi meninggalkan rumah. Sedangkan aku hanys terdiam menatap kepergiannya dengan emosi yang masih berusaha untuk aku redakan. Aku memejamkan mata seraya menghela napas pelan lalu menghembuskannya. Sial. Dia pikir aku menyukai dia? Sama sekali tidak. Aku mau menerima pernikahan papa, karna aku berpikir bahwa papa berhak bahagia lagi. Dan aku tau, papa mencintai mama Darel. Dan aku juga tau, papa melakukan semua ini juga demi kebaikanku. Maka dari itu, aku berusaha menerima ini semua.
Entah berapa banyak usaha yang papa lakukan untuk membuat Darel menerimanya sebagai orang tuanya. Semua kemauan Darel selalu papa turuti. Mulai dari gonta-ganti mobil, motor, hingga black card sudah papa berikan. Tapi tetap saja, itu semua tidak pernah cukup bagi Darel. Dia tidak pernah bisa menganggap papa sebagai orang tuanya. Tidak masalah jika dia tidak menganggap aku. Tapi papa? Demi apapun itu semua membuat darah di kepalaku mendidih saat mengingatnya.
Setelah merasa emosiku sudah mulai reda, aku kembali memasuki kamar. Aku melihat Aruna yang masih tertidur pulas. Hanya saja posisinya yang sudah berubah menghadap ke sisi lain. Lalu dengan perlahan aku mulai menaiki ranjang dan merebahkan tubuh di sebelah Aruna. Aku menatap wajahnya yang masih dengan tenang tertidur.
Aku benar-benar tidak menyangka jika sekarang aku sudah berada sedekat ini dengan Aruna yang bahkan sebelumnya aku sama sekali tidak tahu namanya. Yang aku tahu adalah dia merupakan cewek bodoh di sekolah yang mau bertahan dengan cowok playboy itu. Padahal dulu aku sangat tidak tertarik dengan dia. Bahkan hanya untuk sekedar menatap wajahnya. Tapi sekarang, aku bahkan tidak mau berhenti menatap dia. Dia memang tidak secantik pacar Kevin yang sekarang, ataupun temannya yang bernama Cut. tapi entah kenapa aku suka. Mungkin, berbeda dengan Aruna yang tidak memakai polesan apapun, mereka memang terlihat selalu memakai polesan. Dan mungkin, itu yang membuat aku suka menatap wajah Aruna yang cantik natural.
Semakin lama melihat wajah Aruna, aku semakin merasa mengantuk. Mataku terasa berat. Dan aku putuskan untuk ikut memejamkan mata juga.
♤TBC♤
KAMU SEDANG MEMBACA
MOVE
Teen FictionSaat mencintai terasa begitu menyakiti, kau hanya perlu memilih pergi. Namun, bagaimana jika dengan kejamnya semesta menyuruhmu untuk tetap melupakan, sedang yang ingin di lupakan malah di takdirkan untuk terus berhadapan dengan mu? Tega memang. Tap...