Saat kau memutuskan untuk mencintai seseorang, kau harus siap menerima apapun yang ada pada dirinya. Sekalipun jika hati orang itu masih seutuhnya bersarang di tempat lain.—MOVE
♡♡♡♡
"Lo serius gak mau pulang bareng gue Run?" Tanya Lexa.
"Iya beneran Xa. Aku udah pesen taxi online kok."
"Ya udah deh kalo gitu, gue duluan ya." Ucap Lexa yang kini sudah menjauh dan meninggalkan aku sendirian di dekat gerbang sekolah.
Sudah hampir lima menit, dan mungkin sebentar lagi taxi yang aku pesan akan datang. Dan saat sedang mengedarkan pandangan ke sekitar, tiba-tiba sebuah motor ninja hitam melintas di hadapanku dengan pelan.
Aku bisa melihat bahwa sepasang mata sang pengendaranya saat ini sedang menatap ke arahku dari balik helm full face yang ia kenakan, tapi tentu saja tidak berlangsung lama karna saat ini dia sudah menjauh dari hadapanku.
Tidak ada yang bisa aku lakukan kecuali hanya menatap punggung Samudra yang perlahan menghilang dari pandanganku. Aku mengehela napas pelan. Aku berharap sekali bahwa Samudra akan menghampiri aku sekarang. Namun saat aku mendongak dan menatap ke arah jalan yang di lewati Samudra tadi, tidak ada tanda-tanda keberadaannya. Dia benar-benar sudah tidak ingin berhubungan denganku lagi.
"Mbak Kirana ya?" Ujar seseorang dari dalam sebuah mobil yang kini berada di hadapanku.
Aku mendongak,"oh, iya pak. Taxi online ya?" Tanyaku memastikan.
"Iya mbak." Aku mengangguk. Kemudian aku mulai memasuki mobil tersebut di kursi penumpang yang berada di belakang kursi kemudi. Lalu mobil pun mulai menjauh dari area sekolah.
Saat di perjalanan aku hanya fokus menatap ke luar jendela yang perlahan-lahan mulai di basahi oleh rintikan air hujan. Aku salut pada hujan yang berani jatuh berkali-kali, tanpa mempedulikan rasa sakit yang akan ia dapat. Mereka tulus, walau selalu saja menerima rasa sakit.
Tapi, apa iya setiap ketulusan akan selalu di balas dengan rasa sakit? Dan, apa tidak terlalu bodoh jika terus saja menerima rasa sakit sebagai balasan atas semua ketulusan yang di beri?
Tidak ada yang menyalahkan ketulusan di sini. Hanya saja, aku pikir terlalu kejam jika ketulusan seseorang selalu di balas dengan rasa sakit.
Aku mengernyit saat tidak sengaja melihat sebuah kedai kopi di pinggir jalan. Lalu ku putuskan untuk berhenti.
"Pak berenti di sini aja!" Seruku yang di balas anggukan oleh sang supir.
Aku memberikan beberapa lembar uang, kemudian segera keluar dari mobil itu.
Aku segera berlari menuju kedai kopi milik Tino, dan saat sudah di ambang pintu, aku melihat sedikit ke sekujur tubuhku. Aku menghela napas lega karna bajuku tidak sebasah yang aku perkirakan, mengingat hujan saat ini sangat lebat.
Entah kenapa tiba-tiba aku ingin ke sini. Lalu saat aku berhasil masuk, Tino langsung menyambutku dengan meriah.
"Aruna!!" Serunya lantang, membuat beberapa orang yang berada di kedai sontak menatap ke arahku.
KAMU SEDANG MEMBACA
MOVE
Teen FictionSaat mencintai terasa begitu menyakiti, kau hanya perlu memilih pergi. Namun, bagaimana jika dengan kejamnya semesta menyuruhmu untuk tetap melupakan, sedang yang ingin di lupakan malah di takdirkan untuk terus berhadapan dengan mu? Tega memang. Tap...