'Tidak ada yang tau, apa yang akan terjadi besok. Tugasmu hanya satu, jalani hari ini dengan sebaik mungkin.'
-MOVE
🔛🔛
Mataku mengerjap sesekali saat tiba-tiba aku mendengar ponselku yang berbunyi di atas nakas. Dengan mata yang masih sangat mengantuk, aku meraih ponselku di atas nakas, kemudian segera mengangkatnya dengan keadaan yang masih setengah sadar.
"Halo?" Tanyaku dengan mata yang masih tertutup rapat.
"Halo Run?" Aku berhasil mendengar suara cowok dari sebrang ponsel.
"Siapa?"
"Samudra."
"Oh, kenapa?" Tanyaku seraya menguap. Sungguh aku masih sangat mengantuk saat ini.
"Lo udah tidur ya?"
"Hmm," aku hanya berdeham. Tak ada niat sama sekali untuk membuka mata barang sebentar.
"Eumm.. gini Run. Besok sekolah bareng gue aja, mau gak?" Entah kenapa aku tidak bisa mendengar jelas perkataannya. Mungkin karna aku sangat mengantuk saat ini.
"Halo Run, Kok diem? Mau gak?"
"Duh.. iya iya!" Lalu segera ku putuskan sambungan telponnya dan meletakkannya kembali ke atas nakas. Setelah itu aku langsung tidur kembali, menyambung mimpiku yang sempat terputus tadi. Sungguh, aku sangat mengantuk saat ini.
***
Samudra POV
Saat ini jam sudah menunjukkan pukul setengah dua malam. Aku baru saja pulang dari kedai kopi milik Tino. Dan setelah aku mengganti baju dan hendak tidur, entah kenapa aku tidak bisa tidur sama sekali. Aku sudah berkali-kali berusaha memejamkan mataku, namun hasilnya nihil.
Lalu aku pun kembali membuka mataku dan memilih untuk menatap langit-langit kamar. Aku mencoba untuk memikirkan hal yang membuatku tenang, barangkali itu bisa membuatku mengantuk dan bisa tidur. Dan saat itu juga aku kembali mengingat Kirana. Mengingat saat-saat bahagia kami dulu, dimana kami selalu bersama. Walau aku lebih tua satu tahun darinya, namun sejak kecil hingga kami duduk di bangku SMP, kami selalu bersama.
Aku dan Kirana sudah bersahabat sejak aku dan papa pindah ke perumahan ini, tepat saat umurku menginjak 6 tahun, setahun setelah mama meninggal. Saat itu Kirana menghampiriku saat aku sedang duduk sendirian di taman komplek. Dia mengajakku berkenalan dan berjanji untuk selalu menjadi sahabatku dan akan selalu menghiburku. Hingga saat papa menikah lagi dan Darel selalu membenciku dan membuatku menangis, Kirana selalu datang dan membuatku tersenyum.
Bulan demi bulan hingga tahun demi tahun berlalu. Tanpa aku sadari, ternyata rasa nyama di dekat Kirana berhasil membuat perasaanku itu berubah menjadi cinta. Aku baru menyadarinya saat kami sudah duduk di bangku SMP. Hingga saat aku sedang merayakan wisuda kelulusan SMP, Kirana memaksa ingin datang dan melihat aku merayakan kelulusanku. Namun, takdir berkata lain. Saat dalam perjalanan bersama mamanya, aku mendapat kabar bahwa mobil yang di kendarai mereka tiba-tiba hilang kendali dan akhirnya kecelakaan tersebut berhasil menimpa keduanya.
Tidak ada lagi yang bisa aku lakukan kecuali pergi dari acara wisuda untuk menemui Kirana di rumah sakit. Namun lagi-lagi takdir berlaku sangat kejam. Saat aku baru saja berhasil menemui Kirana yang terbaring lemah di atas brankar, saat itu juga Kirana tersenyum kepadaku dan akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya tepat di depan mataku.
Saat itu tiba-tiba saja aku merasa dunia seakan berhenti. Lidahku terasa kelu, mati rasa. Nafasku sesak. Mataku mendadak panas seketika. Saat itu benar-benar bagaikan mimpi buruk. Aku benar-benar tidak percaya pada apa yang terjadi di hadapaku. Aku menangis sejadi-jadinya. Menjerit memanggil-manggil nama Kirana. Menggoyang-goyangkan tubuhnya. Berharap Kirana akan membuka matanya kembali, menatapku lagi dengan wajah cerianya seperti sebelumnya yang selalu berhasil membuat aku juga ikut tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
MOVE
Teen FictionSaat mencintai terasa begitu menyakiti, kau hanya perlu memilih pergi. Namun, bagaimana jika dengan kejamnya semesta menyuruhmu untuk tetap melupakan, sedang yang ingin di lupakan malah di takdirkan untuk terus berhadapan dengan mu? Tega memang. Tap...