Upacara telah selesai. Semua murid dibubarkan untuk kembali ke kelas masing-masing. Aileen berjalan cepat menghindari dua insan di belakangnya yang sangat menyebalkan.
"Len, tungguin dong! Cepet amat jalannya, mau marathon lo?" Ge berteriak memenuhi penjuru koridor.
Di sampingnya, Visha mengikut dengan langkah yang sama cepatnya. "Len, lo kenapa sih sensi banget sama kita?"
Mereka masih saja mengejar langkah Aileen dan berteriak tidak jelas sepanjang koridor. Murid lain banyak yang memandang tidak suka pada Ge dan Visha. Tapi jelas, kedua orang itu tidak peduli sama sekali. Padahal dulu Visha adalah orang yang benar-benar pendiam. Tapi sejak berkawan dengan Aileen, perilakunya berubah seratus delapan puluh derajat. Apalagi sekarang ditambah dengan adanya Ge. Makin tidak benar saja.
Aileen masih pura-pura tuli ketika Ge dan Visha memanggil-manggil namanya. Ia benar-benar kesal kepada mereka. Aileen makin mempercepat langkahnya ketika ia sudah memasuki kelas. Dia duduk di bangku kemudian menatap ke depan tidak peduli.
Tak lama, Ge dan Visha juga memasuki kelas. Napas mereka agak terengah-engah. Keduanya langsung berjalan menuju ke bangku masing-masing. Saat sudah duduk, mereka langsung menatap Aileen dengan ekspresi yang sangat-sangat-sangat menyebalkan.
"Hai, Mbak Mawar." Ge menyapa terlebih dahulu. Wajahnya dipenuhi keringat.
"Mawar, kok lo ninggalin kita, sih." Visha menyahut. Sekarang cewek itu sungguh terlihat menyebalkan dimata Aileen.
Yang dipanggil Mawar hanya diam saja. Malas meladeni. Ia tau dua orang ini akan terus mengejeknya kalau dia merespon. Jadi, dia memilih menyibukkan diri untuk menyiapkan buku dan alat tulis lalu ia letakkan di mejanya.
Ge mendengus kesal. "Len, ampun dong. Jangan marah."
Untuk pertama kalinya, Aileen menengok menatap Ge dan Visha. Kedua orang itu langsung sumringah, tak lama karena lagi-lagi Aileen mengacuhkan mereka.
"Woy, Aileen cantik banget anjir hari ini." Visha memuji sambil mengguncang-guncang kan bahu Aileen dengan bangga.
"Dari dulu, kali." Aileen menyahut ketus.
"Mawar... Jangan marah dong."
Karena tak tahan melihat mereka begini, Aileen langsung tertawa keras. Ia memukul Ge dan Visha dengan buku tebalnya. Mereka meringis kesakitan. Ganti menatap Aileen tajam.
"Kok kejam sih lo, Len?!" Ge marah, tak terima dengan perlakuan Aileen.
"Habisnya kalian berdua nyebelin banget tau, nggak?! Pengen gue gorok, tapi nanti gue mainnya sama siapa dong?"
"Artinya lo nggak bisa hidup tanpa gue dan Ge."
"Sorry ya, gue kalo tanpa Ge mah malah makin makmur. Mungkin lo kali Vish yang nggak bisa hidup tanpa Ge."
"Nggak lah, ngapain?!" Visha ngegas. Pipinya merah merona.
"Loh Vish, kenapa pipi lo merah banget?" Ge bertanya dengan entengnya.
Aileen jadi emosi juga mendengar itu. Ia teringat dengan kejadian yang hampir sama. Saat dimana Gian membantunya membersihkan kaca jendela kelas dan berada di keadaan yang sangat dekat dengan Aileen. Karena tidak menyangka dengan apa yang terjadi, pipi Aileen pun memerah tanpa disadari. Dan brengseknya, Gian juga menanyakan apa yang baru saja Ge katakan.
Apa semua lelaki sama saja,, ya?
"Woy, ngelamun aja!!"
Sontak Aileen agak tergagap karena kaget. "Sialan lo Ge! Ngagetin tau nggak?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Brokenheart Syndrome [END]
Teen FictionAileen Claretta. Seorang gadis yang menderita Brokenheart Syndrome sejak ia berumur empat belas tahun. Tak ada satu pun yang tau tentang itu. Aileen menyimpan semua sendiri. Terkadang, ia hanya membagi hal tersebut pada cahaya bulan yang seringkali...