Di ruangan yang gelap juga pengap, Aileen mulai membuka matanya perlahan. Ia mengerjap berkali-kali untuk mengetahui di mana keberadaannya sekarang ini. Namun nihil, Aileen tidak menemukan petunjuk apapun. Ia baru sadar kalau kaki dan tangannya terikat oleh tali. Juga mulutnya yang dilakban membuat Aileen susah untuk berbicara.
"Mphhhh!!" Aileen berteriak dibalik lakban. Tapi jelas saja hal tersebut tidak terlalu berpengaruh.
Kemudian Aileen mencoba untuk meronta agar tali yang terikat di tangan dan kakinya bisa lepas. Namun sayang, hal itu juga sia-sia. Aileen memperhatikan sekitar yang terlihat amat berantakan. Ruangan ini seperti sebuah gudang. Banyak barang-barang usang yang ada di sana.
Aileen takut berada di sini. Gelap, dan ia sendiri. Siapapun yang melakukan ini, tolong lepaskan Aileen. Gadis itu tidak baik-baik saja. Luka di perut Aillen sepertinya kembali mengeluarkan darah. Aileen merasakan sakitnya berkali-kali lipat lebih parah daripada waktu ia berada di sekolah tadi.
Tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka. Aileen langsung mengarahkan pandangannya tepat dimana sumber suara itu berasal. Terlihat seseorang berjalan mendekat menuju Aileen. Seorang laki-laki sepertinya.
Semakin dekat jarak Aileen dengan orang itu, semakin Aileen bisa mengenali siapa orang yang saat ini ada di ruangan yang sama dengannya. Orang itu adalah Agra. Kakak dari teman baiknya.
"Kok nggak kaget sih?" Agra bertanya saat sudah berada tepat di hadapan Aileen. Aileen harus mendongak untuk menatap Agra yang menjulang tinggi jika dibandingkan dengan dirinya yang saat ini sedang terduduk tak berdaya. "Oh lupa, lo kan nggak takut ya sama gue." Agra terkekeh menyeramkan.
"Mphhh!!" kata Aileen tidak jelas namun matanya menyiratkan kemarahan.
"Mau ngomong? Oke deh." Agra berujar jenaka sambil melepas lakban yang ada di mulut Aileen dengan gerakan yang sangat kasar.
Aileen meringis sakit. Hanya sejenak karena Aileen tidak mau Agra semakin menertawakannya kalau dia terlihat lemah. "Lepasin gue?!" sentak Aileen marah setelah mulutnya bebas untuk berbicara.
Agra tertawa nyaring, "Kenapa gue harus? Ternyata bener, lo masih nggak takut ya sama gue."
"Nggak ada alesan buat takut sama cowok pengecut kayak lo?!"
Plak!
Agra menampar Aileen sampai suaranya memenuhi seluruh penjuru gudang gelap itu. Lagi-lagi hal itu kembali terjadi. Sama halnya dengan pertemuan pertama mereka. Di mana Aileen yang berani membantah dan Agra yang selalu tidak terima dengan omongan gadis lemah itu. Agra menganggap bahwa Aileen hanyalah kuman yang ingin menduduki tingkat sekelas kupu-kupu.
Aileen menatap Agra dengan mata memerah. "Sebenernya apa tujuan lo bawa gue ke sini?" Aileen bertanya lantang.
"Nyawa lo. Tujuan gue adalah nyawa lo."
"Ah gue tau." Aileen menunjuk luka tusuknya yang kembali mengeluarkan darah, "Jadi ini juga kerjaan lo?"
Agra bertepuk tangan, "Ternyata lo nggak sebodoh itu."
"Bunuh gue. Kalo itu yang lo mau bunuh gue sekarang juga."
"Awalnya sih gue juga maunya gitu. Tapi kayaknya nggak seru kalo temen-temen lo itu cuma bisa lihat mayat lo."
"Jangan nglibatin mereka dalam rencana jahat lo, brengsek!" ancam Aileen dengan tajam.
Agra mengedikkan bahunya, "Terserah lo mau ngomong apa. Nggak gue dengerin juga."
"BUNUH GUE SEKARANG JUGA?!"
"Lo memang sok pahlawan. Apa salahnya kalo gue ngasih kesempatan ke Gian si pengecut itu buat nolongin lo? Gue yakin sekarang ini dia lagi nyari kesayangannya yang sekarang ada sama gue."
KAMU SEDANG MEMBACA
Brokenheart Syndrome [END]
Teen FictionAileen Claretta. Seorang gadis yang menderita Brokenheart Syndrome sejak ia berumur empat belas tahun. Tak ada satu pun yang tau tentang itu. Aileen menyimpan semua sendiri. Terkadang, ia hanya membagi hal tersebut pada cahaya bulan yang seringkali...