Hari ini adalah hari dimana para siswa XI IPA 1 akan menjalani casting untuk peran drama Romeo dan Juliet. Seluruh siswa sekarang sudah berada di ruang seni. Bu Vinka dan Bu Faiza berada di atas panggung kecil yang ada di sana. Kedua wanita paruh baya itu sedang menjelaskan tentang teknis pemilihan peran tersebut.
Mulai dari para murid yang nanti akan maju satu-persatu sesuai absen. Kemudian mereka akan menampilkan ekspresi yang mereka pilih sendiri. Entah ekspresi sedih, senang, kecewa, ataupun marah. Karena pertunjukkan salah satu emosi tadi sudah cukup menegaskan pantas atau tidaknya seorang murid untuk menampilkan suatu peran.
Aileen yang duduk di bagian belakang hanya menguap bosan. Ia tak berminat mengikuti casting ini, sebab ia pun yakin walau jadi pohon saja Aileen tak akan pantas. Di sebelahnya ada Visha yang memperhatikan dengan seksama. Gadis itu selalu saja disiplin dan mau mendengarkan apa yang tengah dijelaskan oleh orang yang berada di depan. Sungguh pribadi yang bertolak belakang dengan pribadi Aileen.
"Oke kalau begitu kita langsung mulai saja, ya." Bu Faiza berujar tegas. Ia sudah duduk tepat di sebelah Bu Vinka. "Mulai dari absen satu."
Si absen satu maju. Ia terlihat kaku dan gugup ketika mulai menunjukkan bakatnya. Aileen terkekeh ringan, menurutnya casting ini akan lebih cocok disebut acara lawak.
Visha menoleh mendengar kekehan Aileen, "Lo kenapa, deh."
"Lucu aja gitu liat murid yang nggak bisa akting tapi dipaksa akting."
"Emang lo bisa akting?"
"Nggak sih, cuma selera gue tentang dunia perfilman itu tergolong tinggi." Aileen mengibaskan rambutnya pongah, "Jadi kalo liat ginian serasa liat acara lawak hahaha."
"Liat aja waktu lo yang maju. Gue bakal ajak Ge buat ketawa paling kenceng."
"Terserah kamu sayang." Aileen menyenderkan kepalanya di bahu Visha kemudian mulai memejamkan mata. "Gue mau tidur sebentar. Nggak enak kalo ketawa mulu."
Visha hanya mengangguk seadanya. Ia tidak protes sama sekali walau kepala Aileen bisa dibilang berat. Namanya juga sahabat sehidup semati, bro.
Beberapa murid sudah maju menunjukkan bakatnya. Visha sesekali tertawa karena akting salah seorang siswa yang menurutnya terlalu buruk untuk disebut akting. Gadis itu lama-lama seperti Aileen. Sangat suka menertawakan orang lain. Aileen benar-benar pengaruh buruk.
Saat murid nomor absen empat mengakhiri aktingnya, Bu Faiza langsung berseru keras. "Selanjutnya nomor absen lima."
Tidak ada pergerakan sama sekali. Visha sampai menengok ke kanan dan kiri untuk mencari keberadaan si absen lima. Hingga sebuah kesadaran menghantam kepalanya.
Nomor absen lima adalah Aileen.
Iya, Aileen. Gadis yang sedang molor disampingnya.
Visha langsung mengguncangkan bahu Aileen sebelum satu kelas memergoki Aileen yang malah enak-enakan tertidur pulas.
"Aileen, bangun woy!! Giliran lo maju." Visha berbisik agak nyaring di telinga Aileen.
Aileen hanya berdeham seadanya. Ia mengangkat kepala kemudian merenggangkan otot-otot tangannya. Tidak peduli dengan tatapan tajam dari murid-murid lain.
"Aileen kamu nomor absen lima kan? Tunggu apalagi, ayo maju!" titah Bu Vinka tegas.
Aileen mengangguk, ia maju dengan langkah santai. Tidak terlihat kaku atau gugup sama sekali. Lagian dia tidak berambisi untuk dipilih menjadi sang peran utama atau tokoh lainnya. Hanya menyusahkan saja. Apalagi jika harus mengikuti latihan setiap hari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Brokenheart Syndrome [END]
Teen FictionAileen Claretta. Seorang gadis yang menderita Brokenheart Syndrome sejak ia berumur empat belas tahun. Tak ada satu pun yang tau tentang itu. Aileen menyimpan semua sendiri. Terkadang, ia hanya membagi hal tersebut pada cahaya bulan yang seringkali...