Di tempatnya, Ge tersenyum sumringah ketika melihat Gian kembali memasuki ruang seni. Tatapan mereka sempat bertemu, Gian dengan sorot dinginnya juga Ge dengan sorot jenakanya.
Casting masih berlanjut sampai sekarang. Banyak murid yang sudah menunjukkan kemampuannya dalam berakting. Gian mendapat giliran sebentar lagi. Lelaki itu akhirnya memilih mengikuti kegiatan ini dengan hati yang sangat terpaksa. Kalian jangan berpikir bahwa ini ada hubungannya dengan Aileen. Tidak kok, tidak sama sekali. Gian hanya mengikuti kata hatinya saja.
Sebelum Gian, Ge maju terlebih dahulu. Mereka memang berada di absen yang berurutan karena nama keduanya yang diawali dengan abjad yang sama.
Saat Ge maju, terdengar teriakan dari bangku pojok belakang. Tempat Aileen dan Visha duduk.
"Ge aku di sini mendukungmu," Aileen berseru keras. "Jangan malu-maluin gue woy! Kalo nggak utang lo gue tambahin bunganya?!"
Gian mendengus melihat itu. Bahkan Aileen sampai berdiri hanya karena ini giliran Ge. Bukannya sedari tadi gadis itu lebih memilih tidur ketimbang melihat mereka berakting? Dasar manusia aneh.
Ge balas mengedipkan sebelah matanya pada Aileen. Lelaki itu hanya tersenyum penuh arti ketika Gian memandangnya tajam.
Ge memulai aksinya di atas panggung. Sesaat semua pasang mata dibuat terperangah oleh Ge yang saat ini terlihat sangat berwibawa bak seorang raja. Wajah guyonnya hilang entah kemana. Lelaki itu kini tengah berjalan angkuh demi melakoni aktingnya. Raut marah di wajah Ge mulai muncul seiring berjalannya waktu. Ge berteriak kesetanan seperti orang yang memang sedang dilahap oleh amarah.
Aileen menganga di tempatnya. Tidak menyangka seorang Gema Rahandika yang bobrok mampu menampilkan raut wajah seseram itu. Ia tidak bisa membayangkan kalau hal tersebut terjadi di dunia nyata. Karena katanya orang yang sering bercanda itu bisa sangat menyeramkan ketika sedang marah.
Gian tidak begitu terpengaruh oleh apa yang sedang Ge tampilkan di depan sana. Cowok itu memilih untuk lebih memikirkan apa yang akan dia lakukan di atas panggung nanti.
Beberapa menit kemudian, Ge sudah menyelesaikan pertunjukannya dengan diakhiri tepuk tangan dari para murid kelas. Gian merasa jantungnya akan copot sekarang juga. Ini pertama kalinya ia merasa gugup hanya karena tampil di depan. Padahal kalau dipikir-pikir, sebagai pemimpin Gian sudah biasa maju untuk presentasi ataupun memberi instruksi kepada murid kelas.
Namun berakting adalah konteks yang jauh berbeda. Tidak seperti presentasi atau sejenisnya. Jadi wajar saja kalau saat ini lelaki itu sangat merasa gugup.
Bayangkan saja lelaki semacam Gian yang kesehariaannya minim ekspresi, lalu dengan tiba-tiba diharuskan untuk berakting dengan penuh ekspresi. Akan bagaimana jadinya?
Ya sudahlah, mau bagaimanapun ia harus berusaha sebaik mungkin. Karena jauh di dalam dirinya ia berharap untuk mendapat peran utama.
Namanya sudah dipanggil, ia berdiri dari duduknya kemudian berjalan ke arah panggung kecil tersebut. Saat hampir sampai, ia berpapasan dengan Ge. Ia menampilkan raut sedingin mungkin pada lelaki tidak tau diri itu.
Lagi-lagi Ge hanya tersenyum, ia berbisik pelan pada Gian. "Cinta itu perlu usaha."
Gian tak menghiraukan racauan Ge. Ia langsung berlalu ke atas panggung. Netranya berkeliling untuk menatap seisi ruang seni. Iris coklatnya berhenti ketika ia menangkap senyum dari seseorang di pojok belakang.
Senyum itu adalah senyum milik Aileen.
Tanpa sadar bibir Gian ikut tertarik sedikit ketika Aileen menyerukan kata semangat dengan gerakan bibir tanpa suara. Rasa gugupnya langsung lenyap ditelan bumi. Ia tidak tau sejak kapan pengaruh Aileen sebesar itu pada dirinya, yang terpenting ia suka melihat senyum Aileen.
KAMU SEDANG MEMBACA
Brokenheart Syndrome [END]
Teen FictionAileen Claretta. Seorang gadis yang menderita Brokenheart Syndrome sejak ia berumur empat belas tahun. Tak ada satu pun yang tau tentang itu. Aileen menyimpan semua sendiri. Terkadang, ia hanya membagi hal tersebut pada cahaya bulan yang seringkali...