Sejak Gian menepikan mobilnya, Aileen tidak pernah berbicara sama sekali. Jantungnya masih berdetak tidak normal atas apa yang tadi dilakukan oleh Gian. Aileen juga berkali-kali berteriak pada hatinya bahwa sekarang ini dia sudah tidak boleh mencintai Gian. Gian sudah mempunyai orang lain. Dan Aileen harus menghargainya karena walau bagaimanapun, Gian juga sahabat Aileen.
Lama mobil melaju, Gian baru menghentikan mobil tersebut di sebuah toko perhiasan yang bangunannya terlihat amat mewah. Aileen mengerutkan dahinya bingung, untuk apa Gian membawanya ke sini?
"Mau beli cincin." Seperti bisa membaca pikiran Aileen, Gian angkat suara.
"Buat tunangan lo?" tanya Aileen penasaran.
"Hm."
"Kenapa harus ngajak gue? Kan lo bisa beli sendiri." Nada suara Aileen berubah menjadi kesal.
"Biasanya selera cewek itu sama. Gue ajak lo ke sini buat milih cincin yang cocok. Ukuran jarinya nggak jauh bedak kok sama lo." Gian menyahut santai seperti kata itu bukanlah hal yang menyakitkan untuk didengar oleh Aileen.
Gian langsung keluar dari mobil tanpa menunggu jawaban dari Aileen yang sekarang ini sedang dirundung rasa sakit. Hatinya serasa ditusuk oleh ribuan besi tak kasat mata. Namun diluar rasa sakit Aileen, dia harus kuat menghadapi semua ini. Aileen memang tidak pantas untuk Gian. Jadi Aileen akan merelakan cowok itu pada gadis yang sudah menjadi tunangannya.
Sebelum keluar dari mobil, Aileen mengambil napas panjang agar hatinya kembali tenang. Ia langsung berjalan menyusul Gian ketika sudah diluar. Gian belum terlalu jauh berjalan, jadi Aileen sangat mudah menyusul lelaki itu.
"Tunangan lo sukanya cincin yang kayak gimana?" Aileen bertanya memecah kecanggungan di antara mereka.
Gian mengedikkan bahunya, "Dia susah ditebak."
"Berarti kayak lo dong."
"Emang iya gue susah ditebak?"
"Banget. Lo itu udah datar, susah ditebak lagi. Nggak enak buat dijadiin temen."
"Cowok kayak gue enaknya dijadiin pacar, kali." Gian berujar percaya diri.
Aileen terkekeh kecil, ia memukul bahu Gian pelan. "Lo lama-lama sama kayak Ge, ya? Pede nya tingkat dewa banget."
"Beda."
"Apanya?"
"Gue ganteng kalo Ge jelek." Gian menjawab datar.
Aileen lagi-lagi hanya bisa tertawa kecil, "Idih, geer banget. Coba kalo cewek lo denger ini, pasti dia ogah nerima lamaran lo," celetuk Aileen guyon.
Hanya ini yang bisa Aileen lakukan untuk Gian. Ikut merasa bahagia jika Gian juga bahagia. Bohong kalau Aileen bilang ini bukan apa-apa. Aileen sakit hati, sangat. Tapi sakit itu tidak semenyiksa saat dulu sebelum Gian hadir dalam hidupnya dan membawa sebuah keajaiban.
Sejak Aileen pulang dari rumah sakit lima tahun lalu, Aileen tidak pernah merasakan sindrom patah hati itu muncul lagi seperti biasanya. Padahal Aileen sangat sedih dan tertekan ketika Gian pergi jauh darinya. Tapi entah kenapa, kata-kata Gian selalu teringat di benak Aileen ketika Aileen sedang merasa sedih.
Aileen hanya boleh menangis di depan Gian. Bukan di depan orang lain atau bahkan di depan benda mati seperti tembok kamarnya. Namun walau begitu, sesekali Aileen menangis dengan disaksikan oleh cahaya bulan. Cahaya yang menyinarinya dan membawa Gian pulang kembali padanya.
Yah, meskipun Gian pulang dalam keadaan tidak lagi tergapai. Aileen tidak menyesali semua itu. Karena yang terpenting, Gian telah mengubah hidupnya. Dan inilah satu-satunya cara agar Aileen bisa membalas kebaikan cowok itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Brokenheart Syndrome [END]
JugendliteraturAileen Claretta. Seorang gadis yang menderita Brokenheart Syndrome sejak ia berumur empat belas tahun. Tak ada satu pun yang tau tentang itu. Aileen menyimpan semua sendiri. Terkadang, ia hanya membagi hal tersebut pada cahaya bulan yang seringkali...