BAB 11- Love Game

3.4K 1K 54
                                    

"Truth or dare, Christian?" tanyaku pada Christian.

"Truth." jawab Christian.

"Kenapa sampai sekarang kau belum memutuskan untuk berumah tangga?" tanyaku terang-terangan.

--------

"Aku berpikir kau juga sudah cukup mapan dan umurmu juga sudah tidak terbilang muda dan siap untuk menikah. Apalagi dengan perawakanmu yang gagah, pastinya semua wanita sudah berlomba-lomba untuk bisa menjadi pendampingmu. Tetapi kenapa? Kenapa kau masih belum mau menikah?" tanyaku penasaran.

"Aku belum menemukan wanita yang cocok untukku." kata Christian singkat.

"Banyak wanita yang akan segera mendaftarkan diri untuk menjadi wanitamu bila kau mau membuka hatimu, Christian." candaku.

"Aku masih ingin bersenang-senang walau usiaku sudah 26 tahun." tuturnya lagi.

"Biarpun kau menikah, kau masih bisa bersenang-senang. Maksudku, pernikahan bukanlah seperti penjara yang tidak bakal memperbolehkanmu untuk keluar kemana-mana." ucapku beralasan.

"Jangan mencari-cari alasan, Christian. Jujurlah padaku, apa alasanmu yang sebenarnya?" tanyaku mendesak.

"Aku masih ingin sendiri." ujarnya tegas.

"Memangnya kau anti-sosial? Kau pastinya punya teman, bukan? Terus kenapa tidak dengan wanita? Apa salah mereka? Kau hanya mencari-cari alasan saja." sanggahku sehingga membuat Christian memutuskan mengubah pilihannya dari truth menjadi dare dan meminum alcohol.

"Ya sudah kalau kau tidak ingin jujur denganku. Aku pikir kita berteman dan teman bukannya selalu akan memberitahukan rahasianya?" tanyaku.

Kata-kata itu membuat Christian terdorong untuk menceritakan alasan yang sebenarnya,

"Sebenarnya aku bukannya tidak ingin menikah, hanya saja saya tidak percaya akan cinta dan komitmen. Karena menurutku semua orang akan berubah seiring berjalannya waktu, begitu pula dengan cinta dan komitmen."

"Cinta hanyalah sebuah ketertarikan sementara yang berakhir dengan hancurnya logika seseorang saat cinta itu bertepuk sebelah tangan. Tidak ada perasaan yang akan bertahan selamanya, Elina."

"Sama seperti rasa penyesalan, kebencian, kesedihan akan tergantikan seiring berjalan waktu. Penyesalan akan berganti dengan kelegaan saat seseorang mampu mengakui kesalahannya dan kebencian bisa terselesaikan apabila kita bisa memaafkan orang yang telah menyakiti kita."

"Tidak ada garis yang bisa membatasi perasaan satu dengan perasaan lainnya. Terkadang obsesi juga bisa dikatakan cinta dan rasa benci tergantikan oleh degupan hati kencang yang dianggapnya sebagai sebuah perasaan cinta." jelas Christian.

"Jadi untuk apa sebuah pernikahan yang dikatakan berlandaskan cinta? Apakah itu bisa menjamin bila penikahan bertahan lama? Bahkan terkadang orang yang saling mencintai-pun harus bercerai karena sebuah perselisihan."

"Bukankah hal itu membuktikan bahwa pernikahan hanyalah sebuah pencitraan bahwa kita adalah pasangan sempurna yang saling mencintai? Untuk apa menikah bila ujung-ujungnya berakhir dengan perpisahan?"

"Lalu masalah itu dibesar-besarkan dan menjadi opera sabun yang menarik bagi mereka yang suka mencampuri urusan orang lain. Jadi menurutku komitmen pernikahan memang tidak ditujukan untuk semua orang."

"Aku menghargai pilihan orang lain yang memilih untuk menikah dan memiliki keluarga yang bahagia. Namun sepertinya hal itu hanya bisa menjadi mimpi indah untukku."

WAYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang