"Pa, sedari awal, Aku-lah yang memaksa Chris untuk menikahiku dan Chris memintaku untuk menandatangani perjanjian itu karena pada saat itu belum ada rasa yang tumbuh di hatinya untukku. Tapi sekarang Chris telah mencintaiku, pa."
"Bahkan setelah aku pergi, Chris telah mencoba mencariku kemana-mana hingga dirinya tidak bisa tidur dengan tenang. Dan saat dia menemukanku dan memintaku untuk kembali bersamanya. Ketika itu, aku bisa merasakan ketulusan dari Chris. Aku mohon, pa. Aku tahu papa ingin aku bahagia dan kebahagiaanku ada pada Chris, pa. Aku membutuhkannya untuk membesarkan anak ini sama-sama." pintaku.
"Papa disini hanya mementingkan kebahagiaanmu Elina dan kau mengatakan semua ini sekarang karena kau masih terbutakan oleh cintamu pada Chris. Christian bukan orang yang tepat untuk kau perjuangkan, nak. Dengarkan ucapan papamu ini. Papa tahu yang terbaik untukmu dan itu bukanlah Christian." kekeh papa.
"Kalau begitu, biarkan Christian membuktikannya, pa. Berikan waktu Christian untuk membenarkan semua situasi ini dan bila pada saatnya, Christian tidak bisa membuktikannya, maka Chris siap untuk melepaskan Elina." ujar Christian.
"Chris! No! Kau tahu sendiri, aku tidak bisa melepaskan dirimu!" tolakku.
"Elina, aku yakin bisa mempersuasi papa. Percaya padaku, okay?" ujar Christian yakin.
"Baiklah aku berikan kau waktu 1 bulan. 1 bulan untuk membuktikan dugaanku itu salah dan bila kau tidak bisa melakukannya maka jangan harap kau bisa menginjakkan kembali kakimu di rumah ini. Pergi sekarang atau saya panggil security untuk mengusirmu?" ujar papa.
"Baik, pa. Untuk sekarang saya mundur tetapi saya akan kembali lagi untuk menjemput keluarga saya pulang." ucap Christian sambil berjalan keluar dari rumahku.
"Chris! Jangan tinggalkan aku! Kita masih bisa berusaha untuk menyakinkan papa. Kita bisa lakukan itu sekarang. Kalau kau pergi, aku tidak akan tahu kapan lagi kita bisa bertemu." sanggahku sambil memegang tangan Chris untuk tidak pergi.
"Elina, papamu masih diliputi oleh kemarahan sekarang. Biarpun kita coba menyanggah ataupun mempersuasinya, takkan ada gunanya. Lebih baik aku mundur terlebih dahulu dan mencari cara agar mengembalikan kepercayaan papa terhadapku. Aku yakin bisa melakukan itu, Elina. Maka dari itu, aku juga butuh supportmu dengan mempercayaiku, okay? Aku janji tidak akan meninggalkanmu dan aku yakin cepat atau lambat aku akan kembali untuk menepati janji itu." ucap Christian sambil tersenyum dan memegang tanganku.
"Tidak usah pegang-pegang anak saya, Christian. Pergi sana! Kau sudah tidak diinginkan disini. Lebih baik kau angkat kaki dan jangan tunjukkan muka tidak tahu dirimu itu disini apabila kau tidak mampu membuktikan ucapanmu tadi." ujar papa sambil menghempas keras tangan Christian.
"Aku pergi dulu, Elina. Ingat selalu bahwa walaupun aku tidak ada disampingmu tapi hatiku akan selalu untukmu." ujar Christian sambil berjalan keluar dari rumah.
"Pa, untuk apa papa lakukan itu? Apa papa tidak ingin Elina bahagia?" ucapku menangis.
"Ini papa lakukan untuk kebahagiaanmu, Elina. Papa tidak bisa terus membiarkan kau tidak dihargai oleh pria sebrengsek Christian. Mungkin sekarang kau masih belum mengerti tapi cepat atau lambat kau akan setuju dengan keputusan papa sekarang." jelas papa.
"Papa jahat!" sahutku sambil berjalan naik ke kamarku bersama Quin dan Al yang masih tertidur lelap di gendonganku.
--------------
Christian's POV
Siapa yang telah merencanakan ini semua? Bagaimana bisa dia mendapatkan surat yang sudah kusuruh buang? Aku benar-benar tidak habis pikir, kenapa banyak sekali orang yang tidak senang melihatku bahagia?
Setelah aku sudah membenarkan semuanya dan hubunganku dengan Elina yang semakin membaik, mengapa kami kembali dihadapkan dengan sebuah masalah lagi? Kapan aku dan Elina bisa hidup bahagia tanpa masalah? Serasa hidupku tak bisa dibuat tenang-tenang saja oleh takdir.
"Apa ada informasi terbaru?" tanyaku pada Ronald yang barusan memasuki ruangan yang sudah aku tinggali selama beberapa hari ini.
Aku memang memilih untuk tinggal di kantor daripada harus kembali ke rumah yang selalu mengingatkanku pada Elina. Terlalu banyak yang ingin kuucapkan pada kalian saat waktu kembali mengizinkan kita bertemu dan pada saat itu tiba, aku yakin tidak akan ada lagi yang bisa memisahkan kita berdua. "Itulah janjiku padamu, Elina." ucapku dalam hati.
"Dari informasi terbaru yang saya dapatkan, surat itu diantarkan oleh seorang kurir pos yang bertugas mengantarkan surat-surat di kompleks itu sekitar 2 minggu yang lalu. Saat saya tanya kepada kurirnya, dia menjawab tidak tahu karena hal itu diluar dari kewenangannya. Dia hanya bertugas untuk mengantar saja."
"Setelah itu, sayapun mencoba untuk bertanya pada salah satu staff di kantor pos itu dan saya mendapatkan jawaban bahwa surat itu dikirimkan oleh seorang perempuan yang menggunakan masker namun identitasnya harus mereka rahasiakan karena sudah menjadi protocol mereka untuk tidak mengumbar identitas pengirim pada sembarang orang." jelas Ronald.
"Apa kau sudah mengecek identitasnya?" tanyaku.
"Saya sudah berusaha untuk melacak identitas perempuan itu dari CCTV yang berada di jalan sekitar kantor pos itu dan saya menemukan bahwa perempuan itu sangat mirip dengan Vanessa, mantan anda, pak. Namun saya masih belum bisa memverifikasi kebenarannya. Mungkin bila anda memberikan saya beberapa hari, saya bisa pastikan akan mempunyai cukup bukti bahwa yang mengirimkan surat itu adalah Vanessa, pak." jawab Ronald.
"Tidak usah kamu cari lagi, Ronald. Sebelumnya memang saya sudah menduga bahwa Vanessalah yang mengirim foto itu dan setelah kau mengatakan hal ini, saya jadi benar-benar yakin bahwa wanita itulah yang memang merencanakan semua ini. Yang saya butuhkan sekarang bagaimana caranya untuk membuktikan pada papanya Elina bahwa aku tidak pernah berselingkuh dengan wanita itu." ucapku marah.
Berani-beraninya wanita itu kembali berulah dan menghancurkan hubunganku dengan Elina. Apa yang sebenarnya dia inginkan? Aku benar-benar capek untuk menghadapi wanita seperti dia. Biar ditolak masih saja tidak mau menyerah.
"Saya berpikir...." ucap Ronald yang terpotong kedatangan wanita rubah itu.
"Hai, baby. Apa kau sudah menunggu kedatanganku?" ucap Vanessa dengan pakaian sexy yang membuatku ingin muntah.
"Untuk apa lagi kau datang kesini, Vanessa? Bukankah aku sudah memblokir dirimu untuk bisa mendatangi kantorku!" marahku.
"Aku merindukanmu, sayang. Kau tahu-kan kita sudah tidak bertemu selama hampir 3 minggu dan itu membuatku sangat merindukanmu. Aku dengar hubunganmu dengan Elina sudah hancur. Jadi kau bisa-kan kembali denganku sekarang?" tanya Vanessa.
"Tidak usah bertingkah sok polos begitu, Vanessa. Kau pikir aku tidak tahu bahwa kaulah yang menyebabkan hubunganku dengan Elina hancur? Kau-kan yang mengirimkan semua foto itu pada papanya Elina?" kataku menuduh.
"Memang benar aku yang mengirimkannya." jawab Vanessa santai. Jawaban Vanessa sontak membuatku semakin marah. Bisa-bisanya rubah ini kembali beraksi menghancurkan kehidupanku.
"Berani-beraninya kau main-main denganku, Vanessa!." ujarku dalam hati dengan penuh kebencian.
KAMU SEDANG MEMBACA
WAY
RomanceWill Always Be You "Aku?! Menikah?! Hell, no!" ‐-------------- Bertemu, dijodohkan kemudian saling mencintai dan akhirnya hidup bahagia dengan menikah? Apa memang jalan hidup dibuat segampang itu tanpa adanya lika-liku kehidupan? Tentu saja tidak. ...