BAB 49-Operation

1.3K 181 16
                                    


Saat lampu ruang operasi menyala menandakan proses operasi sedang berlangsung, Christian sama sekali tidak bisa tenang. Hatinya terlalu takut dan khawatir sehingga untuk bersikap tenang sudah tidak bisa dia lakukan. Berjalan kesana kemari, berharap sebentar lagi akan ada kabar baik yang bisa dia dengar.

Dia berdoa agar dia tak kehilangan siapapun baik Elina maupun kedua anaknya. Walaupun dia tidak ingin, namun pastinya kemungkinan Elina meninggal sudah terbesit dipikirannya. Apalagi sudah 4 jam dia menunggu dan masih belum ada kabar dari ruang operasi. Hal itu serasa menambah kekhawatiran Christian terhadap kesehatan Elina dan kedua anaknya.

"Ronald, pokoknya saya tidak mau tahu, sebelum Elina terbangun kau sudah harus bisa menemukan orang yang telah membuatnya seperti ini. Akan kutunjukkan bagaimana rasanya hidup di neraka hingga dia memohon untuk mati dihadapanku." kata Christian dengan air mata yang penuh kebencian.

"Baik, pak. Akan saya kerjakan secepatnya." kata Ronald segera sambil beranjak pergi meninggalkan Christian sendiri di depan ruang operasi Elina. Saat setelah Ronald telah pergi, dokter yang mengoperasi Elina-pun keluar dengan seragam hijaunya sambil bertanya, "Apa disini ada keluarga dari pasien Eliana Rose Johnson?"

"Saya sendiri." ucap Christian yang langsung berdiri dan berjalan kearah dokternya.

"Pendarahan sudah berhasil kami hentikan. Walaupun istri anda banyak kehilangan darah, untungnya rumah sakit kami mempunyai pasokan darah yang cukup untuk istri anda. Tetapi saya perlu persetujuan anda terlebih dahulu sebelum saya melakukan operasi caesar terhadap istri anda, Mr. Christian. Karena luka tusukannya cukup dalam hingga mencapai rahimnya, yang saya takutkan bila kita tidak melakukan operasi caesar sekarang juga maka ada kemungkinan anak anda mungkin tidak bisa kami selamatkan." jelas dokternya.

"Lakukan saja apa yang terbaik untuk istri saya, dok. Jangan pusingkan untuk biaya dan semacamnya karena saya siap bayar berapapun yang diperlukan. Yang penting istri dan anak saya bisa selamat." kataku.

"Baiklah kalau begitu. Sus, tolong panggilkan dokter Martha kemari. Beri tahu dirinya bahwa ada pasien hamil yang harus dia operasi sekarang juga." kata dokter itu pada suster yang berada disampingnya. Susterpun segera menuju ke ruang kerja Martha lalu memanggilnya bersiap untuk melakukan operasi caesar pada Elina.

"Christian, apa benar pasien hamil yang tertusuk di bagian perutnya adalah Elina?" tanya Martha sambil sedang tergesa-gesa berjalan menuju ruang operasi.

"Iya, dan saat itu aku tidak menyadari ada bahaya yang mengancam nyawa Elina dan anak-anak kita. Aku benar-benar menyesal telah lalai menjaga mereka." lirih Christian.

"Sabarlah, Christian. Itu bukan salahmu, okay? Kau bukan Tuhan yang bisa mengetahui kapan ada bahaya atau tidak. Kamu banyak berdoa saja dan percayakan keselamatan keluargamu pada diriku, okay? Kau jagalah kondisimu dulu. Aku yakin kau belum makan dari tadi, kan? Elina masih membutuhkanmu, jangan sampai kau tumbang juga di saat seperti ini." kata Martha sambil mengelus punggung Christian seakan memberikan penghiburan padanya.

"Bagaimana aku bisa makan dengan tenang sedangkan tubuh istriku kalian potong dan gunting, Martha? Aku disini benar-benar frustasi karena tidak bisa menepati janjiku menemani Elina melewati serangkaian operasi yang sedang dijalaninya. Bahkan sekarang aku malah meninggalkannya sendiri di meja hijau." jelas Christian frustasi.

"Elina akan sedih jika tahu kau menghiraukan kesehatanmu seperti ini, Christian. Kau tahu sendiri kau punya sakit maag hingga kau tidak bisa melewatkan jam makan sedikitpun. Bila nanti kau sakit, siapa yang akan menjaga Elina? Ronald? Tenanglah dan percayakan Elina dan si kembar pada diriku. Sepupumu ini pasti akan berusaha yang terbaik. Pergilah ke taman rumah sakit ini untuk mencari udara segar dan menenangkan pikiranmu. Aku janji kau akan mendengar kabar baik begitu kau kembali kesini, hmmm?" ucap Martha.

"Baiklah aku serahkan semua padamu, Martha. Jangan kecewakan aku." jawab Christian singkat.

"Tentu, landak. Sudah sana pergi! Kau sudah terlihat sangat kacau sekarang. Baru juga ditinggal sebentar bagaimana jika nanti kau ditinggal selamanya oleh Elina? Ikut mati juga?" sindir Martha.

"Awas saja kau, Martha. Cepat pergi sana! Jangan sembarangan bicara dan membuat istriku menunggu dirimu yang lamban itu." ejek Christian sambil beranjak pergi ke kantin.

"Kurang ajar kau, Christian. Selalu saja menghinaku." marah Martha yang hanya mendapatkan lambaian tangan dari Christian sebagai responnya lalu pergi meninggalkan Martha di depan ruang operasi sendiri. "Ayo, bekerja Martha. Hwaiting." gumam Martha pada dirinya sendiri.

Christianpun akhirnya mulai menyantap semangkuk mie pangsit yang dijual di kantin rumah sakit saat waktu telah menunjukkan jam 22.00. Memang Christian telah melewatkan jam makan malamnya, namun dia sama sekali tidak peduli. Lebih baik dia sakit daripada melihat Elina yang kesakitan seperti tadi. Mengingat kejadian di mall tadi membuat darah Christian terasa mendidih.

Bagaimana tidak? Bisa-bisanya orang itu melukai orang yang disayanginya didepan matanya sendiri. Memang untuk sekarang, dia tak mengetahui identitas dari orang itu. Tetapi saat dirinya mengetahui siapa orangnya, dia akan memastikan orang menyesal telah berani terlibat dengan dirinya. Terus mengingat akan kejadian itu membuat Christian tak berselera makan dan memutuskan untuk membuang semua makanannya di tong sampah lalu berjalan ke arah taman rumah sakit untuk mencari udara segar. "Mungkin ini yang kubutuhkan sekarang." ujar Christian sambil menghirup udara malam yang dingin.

Dengan mendengar kabar Elina yang selamat dan sebentar lagi dia akan melihat kedua buah hatinya yang lahir ke dunia ini, hal itu seakan menjadi alasan mengapa Christian bisa sedikit lega sekarang. Saat dirinya merasa sudah tenang, diapun akhirnya kembali ke ruang operasi berharap sudah ada kabar yang bisa dia dengar sekarang juga. Berjalan dengan hati yang gugup dan tidak sabar, akhirnya tak terasa langkah kakinya terhenti saat melihat sekumpulan dokter yang saling berbincang satu sama lain dan menunjukkan raut wajah yang bahagia.

"Apa mereka baik-baik saja, Martha?" tanya Christian pada Martha.

"Menurutmu?" ledek Martha sambil tersenyum.

WAYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang