"Bagaimana kabarmu hari ini, nak?" tanya Christian sambil mengecup dan mengelus-elus perut buncitku.
Terhitung hampir 2 minggu kami kembali bersama, hal pertama yang dilakukan Christian pertama kali setelah dirinya membuka mata adalah berbicara dengan janin yang ada dalam kandunganku. Memang hal itu beberapa kali membuatku marah besar karena dirinya yang selalu menganggu tidurku, namun Christian selalu memiliki banyak alasan untuk membuatku tak bisa berkutik apa-apa.
"Ya ampun, Christian! Ini masih jam 05.00 pagi dan kau sudah mengganggu tidurku. Apa lagi alasanmu hari ini?" marahku.
"Maaf, sayang. Tapi aku hanya ingin berbicara dengan anak kita. Selama 6 bulan ini, aku tidak punya waktu dan sekarang aku baru bisa melakukannya. Aku masih punya banyak sekali yang ingin kuomongkan dengan mereka." ujar Christian seakan ingin membuatku merasa bersalah.
Sambil menghela nafas akupun bertanya dengan nada kesal, "Hufft. Christian, aku bisa mengerti maksud baikmu. Tapi kedua anak ini akan selalu bereaksi saat mendengar suaramu. Mereka akan menendang keras perutku dan itu sangat sakit. Kau pikir enak? Saat kau sedang tidur dengan lelap dan terbangun hanya karena tendangan-tendangan mereka. Tidak bisakah kau melakukannya nanti?"
"Hanya saja.... Aku ingin setiap saat berbincang dengan mereka." rengek Christian.
"Christian!" bentakku.
"Iya.... Iya.... Sayang. Aku janji tidak akan mengulanginya." jawab Christian sambil terkekeh.
"Janji, janji. Tapi tidak pernah ditepati." gumamku sambil berusaha untuk tidur kembali.
"Sudahlah Elina. Kau tahu sendiri-kan kau tidak akan mungkin bisa kembali tidur. Jadi lebih baik kita habiskan waktu ini dengan berpelukan atau mungkin melakukan hal yang biasa dilakukan suami istri juga terdengar bagus ditelingaku." ajak Christian.
"Jangan bermimpi aku akan menyetujui permintaan mesummu itu, Christian. Tidak bisakah kau berpikir tentang hal yang lebih bermanfaat selain mengajakku untuk tidur denganmu?" tanyaku kesal.
"Rasanya tidak bisa, Elina. Aku punya istri yang secantik dan se-sexy kamu, jadi susah untuk tidak berpikir yang macam-macam saat berada didekatmu. Tentu sayang-kan bila istri cantik dibiarkan begitu saja. Lagipula aku baca melalui internet, banyak orang yang menyarankan untuk bercinta sebagai cara untuk mempelancar proses kelahiran bayi. Apalagi bila kandungannya sudah sebesar dirimu." jelas Christian.
"Aku lebih baik melakukan olahraga di luar ruangan daripada melakukannya bersamamu. Lagipula dokter menyarankanku untuk banyak berjalan bukan banyak melakukan sex dengan suami." ucapku.
"Tapi sekarang-kan situasi sedang tidak mendukungmu untuk melakukan olahraga di luar ruangan. Jadi kurasa lebih baik melakukannya denganku. Mudah dan bermanfaat bagi kita berdua." ucap Christian sambil tersenyum mesum.
"Berolahragalah sendiri, Christian. Aku tidak sedang mood untuk melakukannya." jawabku.
"Sayang, aku telah berpuasa selama lebih dari 7 bulan. Kenapa kau tidak mau memberikan jatah untukku? Dosa-loh bila kau menolak keinginan suami." rengek Christian.
"7 bulan sudah bisa kau lewati dengan mudah tanpa melakukan itu, kan? Jadi bila kau tidak melakukan itu sekarang, aku rasa juga tidak apa-apa. Lagipula selama ini kau masih baik-baik saja, kan? Atau kau mungkin pernah bermain dengan wanita lain di luaran sana?" tanyaku.
"Tentu aku tidak pernah bermain dengan siapapun selain dirimu, Elina. Aku ini pria yang bersih. Ganteng-ganteng begini, aku tidak pernah menyandang status playboy, okay? Lagipula wanita yang ada disampingku saja sudah sempurna. Untuk apa menginginkan wanita lain yang jauh dibawah standar?" jawab Christian.
"Cuih...... Sejak kapan kau menjadi pengombal begini? Belajar dari mana? Belajar dari pengalaman?" sindirku.
"Hehehe.... Belajar dari internet tentunya." jawab Christian sambil terkekeh.
"Sudahlah daripada aku terus mendengar bualan kosongmu itu, lebih baik aku pergi bersiap untuk bekerja." kataku sambil beranjak berdiri namun tertahan oleh tangan Christian.
"Elina.... Apa kau tidak ingat kita sedang dalam masa Corona? Tidak mungkin aku mengizinkanmu bekerja ditengah virus yang sedang merajalela dimana-mana." tolak Christian.
"Bila aku tidak bekerja, aku tidak bisa memiliki cukup uang untuk melahirkan nanti, Christian." jelasku.
"Kandunganmu itu sudah hampir mencapai 8 bulan, Elina. Lagipula aku punya uang lebih dari cukup untuk membiayai persalinanmu nanti. Ingat Elina, masih ada aku yang bisa menjadi sandaranmu. Kita disini berjuang bersama-sama." ucap Christian.
"Aku tidak bisa begitu, Christian. Aku masih mempunyai tanggung jawab dan aku tidak bisa serta merta menelantarkannya begitu saja hanya karena kau sudah berada disini sekarang." ujarku.
"Kau sudah tidak bisa bekerja disana lagi, Elina. Aku sudah menelpon manager-mu untuk meminta kau resign dari pekerjaanmu. Jadi tidak ada gunanya lagi kau kesana." jujurnya.
"Apa?! Kenapa kau tidak membicarakan atau meminta persetujuan dengan diriku dulu sebelum melakukannya, Christian?!" kesalku pada sikap Christian yang semena-mena begini.
"Aku hanya mengkhawatirkanmu, Elina." jawab Christian.
"Aku tahu batasan diriku dan tidak mungkin melakukan hal yang membahayakan bayi kita, Christian. Bila aku merasa terlalu susah, maka aku akan berhenti dengan sendirinya. Aku punya kehidupan sendiri disini. Dan kau tidak bisa memaksaku meninggalkan semuanya hanya karena kau yang mau menjadi sok pahlawan disini. Aku bukan tahananmu, Christian. Aku juga bukan budakmu yang mengharuskanku mengikuti semua keinginanmu. Aku menyukai pekerjaanku sekarang. Dan aku kecewa dengan sikapmu yang semena-semena seperti ini." kataku.
"Aku hanya ingin yang terbaik untukmu, Elina. Kau sudah mempunyai aku untuk membiayai semua yang kau perlukan. Kau tidak perlu lagi bekerja untuk mencukupi kebutuhan kalian bertiga. Itu sudah menjadi kewajiban yang harus kupenuhi bukan kau." jelas Christian.
"Ini bukan soal uang, Christian. Aku tahu kau cukup kaya untuk membelikanku sekarang rumah bahkan pesawat sekalipun. Tetapi aku tidak ingin kau mengontrol hidupku, Christian. Hidupku adalah hidupku yang takkan pernah menjadi milikmu ataupun orangtuaku. Aku bebas menentukan pilihan dan jalan hidupku sendiri. Tak perlu ada intervensimu didalamnya." tegasku.
"Maaf, Elina. Aku tidak berpikir sejauh itu. Lain kali, aku berjanji tidak akan mengulanginya lagi." ujar Christian sedih. Akupun menarik nafas dalam-dalam, mencoba untuk mengontrol emosiku agar tidak meledak-ledak.
"Tidak apa-apa, Christian. Kita saling terbuka dan belajar disini. Aku harap kau belajar mengerti dengan apa yang aku inginkan. Dan akupun melakukan hal yang sama. Tak ada lagi rahasia dan kebohongan. Jadi kau juga harus belajar untuk menghargai keputusanku, okay?" ucapku sambil memeluknya.
"I will try to change for you, Elina." jawab Christian.
KAMU SEDANG MEMBACA
WAY
RomanceWill Always Be You "Aku?! Menikah?! Hell, no!" ‐-------------- Bertemu, dijodohkan kemudian saling mencintai dan akhirnya hidup bahagia dengan menikah? Apa memang jalan hidup dibuat segampang itu tanpa adanya lika-liku kehidupan? Tentu saja tidak. ...