BAB 42- Prove It

1.4K 197 13
                                    


"Aku tidak bisa menjawabnya sekarang, Christian. Aku masih belum mampu mempercayaimu sepenuhnya. Mungkin nanti, tapi tidak untuk sekarang." jujurku.

"Tidak apa-apa, aku mengerti. Namun bisakah kau jangan lagi mendorongku untuk menjauh darimu, Elina? Aku tidak masalah bila kau masih belum bisa menerimaku kembali. tapi biarkan aku tetap berada disampingmu. Menjadi seseorang yang siap siaga membantumu disaat kau susah." tanya Christian.

"Aku memintamu pergi karena aku tidak bisa memberimu kepastian apa-apa, Christian. Aku tidak mau memberimu harapan palsu dengan iming-iming aku akan kembali kepadamu. Karena aku sendiri saja tidak tahu apakah aku bisa memberimu kesempatan atau tidak." kataku.

"Elina, saat aku memutuskan berjuang mendapatkanmu kembali, aku sudah siap dengan segala resikonya. Karena aku pikir jika aku tidak mencobanya sekarang. kurasa aku akan menyesalinya seumur hidupku. Setidaknya dengan aku begini, aku masih bisa menikmati momen berdua denganmu walau waktu yang tersisa untukku tak banyak lagi." ujarnya sambil tersenyum miris.

"Aku bisa berjanji tidak akan mendorongmu lagi, tapi kau juga harus selalu jujur padaku, Christian." ucapku yang langsung mendapatkan anggukan setuju dari Christian.

"Bisakah kau menjelaskan kepadaku mengapa perlakuanmu tiba-tiba berubah saat setelah kejadian kita bertemu dengan Jin pertama kali?" tanyaku

"Itu semua karena aku mencintaimu, Elina." jawab Christian.

"Kurasa kau sudah tahu tentang hubunganku dengan Vanessa yang tidak berakhir dengan baik karena adanya orang ketiga, kan? Pada saat itu aku sedih dan merasa terkhianati, Elina. Dan kejadian itu seakan mendorongku untuk tak ingin lagi berurusan dengan namanya cinta."

"Pada saat aku cemburu melihatmu berbincang dengan Jin, saat itulah aku tersadar bahwa aku telah mencintaimu, Elina. Aku ingin kau menjadi milikku tapi aku yang terlalu naif berpikir bahwa semua wanita itu sama. Makanya aku mengikatmu dengan perjanjian pra-nikah. Agar dirimu bisa menjadi milikku walau hanya sebentar. Dan sikap kasar dan dinginku terhadapmu kujadikan sebagai alibi agar diriku tak jatuh lebih dalam pada dirimu." ucap Christian.

"Jadi kau bersikap dingin karena kau takut untuk mencintaiku? Padahal kau tahu sendiri aku telah jatuh cinta kepadamu, Christian" kataku.

"Aku tahu.... Hanya saja aku terlalu brengsek untuk menyadari hal itu. Aku takut perasaanmu akan menghilang begitu saja saat kau mengenalku lebih jauh lagi. Aku bukanlah pria yang sempurna, Elina. Aku penuh dengan kekurangan dan aku tak ingin kau pergi menjauh karena hal itu. Karena ketidakmampuanku untuk membuatmu bahagia." ujar Christian.

"Apakah kau tahu bahwa kau terdengar konyol sekarang? Perasaanku bukanlah bunglon yang berubah dengan begitu cepat, Christian. Jika aku sudah mengatakan bahwa aku mencintaimu, maka aku telah menerimamu apa adanya. Aku siap untuk mempelajari dan menerima semua kekuranganmu, Christian." pintaku sambil tertawa.

"Kupikir aku bukanlah lelaki yang pantas untukmu dan kau akan jauh lebih bahagia tanpa diriku." jawab Christian.

"Aku rasa kau tidak memiliki hak untuk menilai, Christian. Aku bukan kau, yang dapat bahagia walaupun ditinggalkan lelaki yang kucintai." kataku sambil tertawa.

"Hal itu juga harusnya kukatakan kepadamu, Elina. Bagaimana kau menyuruhku untuk pergi dari kehidupanmu sedangkan kebahagiaanku saja selalu ada pada dirimu?" tanyanya.

"Ehmmmm...." kataku.

Aku benar-benar tidak tahu harus menjawab apa. Benar kata Christian, bila aku tetap ingin berpisah darinya, maka aku dan dia sama saja. Sama-sama menyakiti satu sama lain karena ketakutan untuk terluka kembali. "Apa mungkin ini waktu yang tepat untuk memberikannya kesempatan kedua?" tanyaku dalam hati.

"Hahaha..... Sudahlah Elina..... Aku tidak mengatakan itu untuk membuatmu merasa terbebani." kata Christian sambil tertawa garing.

"Jika aku memulai semuanya dari awal bersamamu sekarang, bisakah kau berjanji tidak akan melukaiku seperti dulu lagi, Christian?" tanyaku tiba-tiba.

"Maksudmu? Kau tidak jadi ingin bercerai denganku?" tanya Christian dengan mata yang berbinar.

"Iya... Bila kau berjanji tidak lagi bersikap dingin terhadapku." jawabku.

Mungkin tidak ada alasan yang tepat untuk menjelaskan kenapa aku mau memberikan Christian kesempatan kedua. Hanya saja aku sadar aku juga tidak cukup mampu untuk melepaskannya. Terlebih aku juga ingin anakku tumbuh dalam keluarga yang utuh. Biarlah untuk kali ini saja, aku bersikap masa bodoh untuk terakhir kalinya.

"Aku berjanji akan memperlakukanmu lebih baik, Elina. Aku berjanji akan menjadi suami dan ayah yang baik untuk dirimu dan anak-anak kita nanti. Aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini. Terima kasih, Elina.... Terima kasih telah mau memberiku kesempatan lagi." ujar Christian bahagia sambil memelukku erat.

"Aku tak butuh janjimu, Christian. Aku butuh sebuah pembuktian darimu." ucapku.

"Aku tidak akan membuatmu menyesal dengan pilihanmu ini, Elina." tegas Christian sambil mencium keningku.

"I promise I will prove it to you, Elina." janji Christian pada dirinya sendiri.

WAYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang