Orang berkata saat kita menikah, maka kehidupan kita juga ikut berubah drastis. Tak seperti dulu lagi, seringkali kita dihadapkan dengan tanggung jawab dan beban yang lebih besar daripada saat kita masih menyandang status lajang.
Begitu juga dengan diriku. Aku yang sedari dulu telah terbiasa dengan segala sesuatu yang sudah siap sedia dan aku yang hanya perlu menikmatinya, sekarang harus menghadapi sebuah situasi yang jauh berbeda saat diriku telah menjadi seorang istri.
Aku harus bisa menjalankan kewajibanku dalam melayani suami. Melayani dalam hal apa? Secara fisik maupun batin tentunya. Memastikan dirinya merasa nyaman dirumah adalah kewajibanku.
Begitu-pun dengan berusaha menjaga kebersihan rumah menjadi tugas yang langsung diembankan kepada diriku saat aku menginjakkan kaki di Rumah Christian.
Perubahan yang terjadi dalam hidupku dimulai dengan bangun lebih awal, sekitar 1 jam lebih cepat dari biasanya untuk menyiapkan sarapan pagi Christian.
Aku bersyukur dengan diriku yang pernah belajar masak sehingga tak perlu merasa kesusahan menciptakan hidangan yang layak untuk dimakan Christian maupun diriku.
Aku juga tidak boleh lagi bersantai ria diatas tempat tidur saat setelah diriku bangun dari tidur nyenyakku.
Begitu-pun dengan diriku yang harus mempersingkat waktu mandi dan berdandanku agar memastikan sarapan siap tepat waktu dan aku yang tidak boleh terlambat pergi kerja walaupun sudah menikah.
"Pagi-pagi begini, kau sudah ingin kemana?" tanyaku kepada Christian yang sedang merapikan kerah bajunya menandakan bahwa dia telah bersiap untuk pergi.
"Kau tidak perlu pusing kemana aku akan pergi." jawab Christian dingin.
"Tunggu sebentar, aku telah membuatkanmu sarapan dan sebentar lagi makananmu akan siap. Makanlah dulu sebelum kau pergi." kataku sambil fokus memasak.
"Tidak perlu, aku tidak terbiasa sarapan." ucap Christian acuh tak acuh.
"Tetapi aku telah memasaknya, setidaknya makanlah sedikit agar kau punya tenaga untuk bekerja." kataku sambil memindahkan potongan bacon dari teflon ke piring, lalu berjalan kearah Christian dan memberikannya piring berisi quiche dan bacon sebagai sarapan paginya.
"Sudah kukatakan aku tidak mau makan, jangan memaksaku, Elina. Minggir." ujar Christian dingin dan sedikit mendorongku.
"Kau harus makan, Christian. Nanti kau sakit." teguhku sambil terus menghalanginya yang berakhir dengan piring yang kupegang jatuh dan pecah karena Christian yang tidak sengaja menabrakku karena aku yang terus menghalangi jalannya.
"Makanya jangan membangkang. Lihatlah sekarang, makananmu jadi berantakan begini." ucap Christian sambil beranjak meninggalkanku.
"Tunggu sebentar!" teriakku menghentikan langkah Christian.
"Apa lagi, Elina?!" tanya Christian sedikit kesal.
"Dasimu kurang rapi, aku hanya ingin merapikannya." kataku sambil berjalan kearah Christian lalu memperbaiki dasi dan kerahnya yang kurasa kurang rapi.
"Selesai. Kalau begini-kan terlihat rapi." lanjutku sambil tersenyum.
"Kau tidak perlu melakukan ini, Elina." ujar Christian.
"Kenapa? Aku-kan tetap istrimu." sanggahku.
"Karena kau hanyalah istri kontrak dan bukan istriku yang sebenarnya." jawab Christian meninggalkanku dengan air mata yang jatuh secara perlahan karena ucapannya barusan.
Istri kontrak? Hanya sebutan itukah yang pantas kudapatkan? Sebuah istilah yang ingin sekali kuhilangkan dari ingatanku.
Aku tetap berusaha untuk tersenyum bahagia seolah-olah tidak terjadi apa-apa.
KAMU SEDANG MEMBACA
WAY
RomanceWill Always Be You "Aku?! Menikah?! Hell, no!" ‐-------------- Bertemu, dijodohkan kemudian saling mencintai dan akhirnya hidup bahagia dengan menikah? Apa memang jalan hidup dibuat segampang itu tanpa adanya lika-liku kehidupan? Tentu saja tidak. ...