BAB 48- Being Killed

1.3K 169 10
                                    


"Tidak usah senyum-senyum begitu." kataku malas saat melihat Christian yang tersenyum sombong sedari tadi karena kejadian dengan kasir itu.

"Kenapa tidak boleh? Aku sedang berbahagia melihat reaksi istriku yang sangat cemburu saat kasir itu mencoba menggodaku. Hahahaha." ujar Christian sambil tertawa.

"Senang saja terus. Aku gak suka ya kamu tidak bertindak tegas tadi." gerutuku.

"Tidak tegas bagaimana? Aku sudah menunjukkan pada semua orang bahwa kau adalah millikku dengan menciummu didepan umum. Bukankah itu sudah lebih dari cukup? Tanpa perlu mengeluarkan sepatah katapun, aku langsung bisa membuktikan lewat tindakan. Kalau kau rasa masih kurang, aku siap melakukan lebih dari sekedar menciummu." goda Christian.

"Maksudmu dengan ucapan "Melakukan lebih" itu apa?" tanyaku berlagak tidak tahu.

"Tidak usah berpura-pura polos disini, Elina. Kau dan aku sudah cukup tahu dengan apa arti ucapanku tadi. Tapi bila kau mau aku katakan disini juga boleh-boleh saja. Maksudku....." kata Christian yang kupotong dengan menutup mulutnya dengan tanganku.

"Iya, iya. Aku tahu maksudmu. Tidak usah kau katakan dengan jelas disini. Apa kau tidak takut malu dilihat orang karena mengucapkan sesuatu yang sevulgar itu?" tanyaku malu dengan muka merona merah.

"Hmmm.... Kurasa aku tidak malu. Istriku saja tidak malu saat membutuhkan 2 jam hanya untuk menentukan pilihannya pada baju yang pada akhirnya dibeli semua. Jadi untuk apa malu mengucapkan hal yang siap kulakukan secara sukarela bila istriku mau melakukannya didepan umum." bisik Christian yang semakin membuatku tersipu malu dengan sikapnya yang sangat mesum padahal kita sedang dikelilingi oleh banyak orang.

"Cukup, Christian. Kita sedang ada di mall dan bukan di rumah. Jangan berbicara sembarangan seperti itu. Walaupun mereka tidak mengerti dengan ucapanmu, tapi aku yakin sekian persen orang yang berlalu lalang disini pasti tahu apa yang sedang kau katakan, Christian." kataku.

"Jadi kalau kita berada di rumah, kau siap untuk melakukannya?" tanya Christian sambil tertawa mesum.

"Kapan aku pernah mengatakan itu, Christian? Aku rasa otakmu itu perlu dicuci supaya tidak berpikiran mesum seperti ini terus." jawabku sambil memukul kepalanya.

"Sakit tahu! Kamu ini, sangat tidak sopan pada suamimu sendiri. Siap-siap saja saat kita dirumah, aku tidak akan segan-segan menerkammu. Dan aku tidak terima penolakan sama sekali." tegas Christian.

"Aku tidak pernah setuju untuk melakukan hal itu denganmu, Christian." tolakku langsung.

"Sudah kukatakan, Elina. Aku tidak menerima alasan apapun darimu. Kau tidak lagi perlu apa-apa, kan? Lebih baik sekarang kita pulang karena aku sudah tidak sabar melakukannya denganmu." jawab Christian.

"Aku tidak....." kataku yang terpotong karena tiba-tiba ada seorang lelaki yang berbaju hitam tiba-tiba menabrakku kuat dan perutku yang tiba-tiba terasa sakit karena tertusuk sebuah benda tajam lalu laki-laki itu beranjak pergi meninggalkanku sambil menarik benda tajam itu dari perutku.

"Christian! Sakit!" teriakku sambil menahan rasa sakit dan memegangi perutku bagian samping yang mengeluarkan darah.

Akupun mulai kesusahan mengatur nafasku dan badanku semakin lama semakin terasa lemah hingga kakiku tak lagi menahan tubuhku untuk tetap berdiri sehingga tubuhku mulai merosot ke lantai.

"Apa yang terjadi denganmu, Elina? Jangan bermain-main disini. Ini tidak lucu sama sekali, okay?" ucap Christian sambil memegangi badanku sebelum sempat menyentuh lantai.

"Sakit.... Christian..... Aku tidak tahu apa yang terjadi....... Tolong aku....." ucapku terbata-bata sambil meringis kesakitan.

"Darah...... Perutmu mengeluarkan darah, Elina. Ronald! Ayo cepat kita ke rumah sakit sekarang juga. Jangan kehilangan kesadaran, Elina." kata Christian kalang kabut saat melihat tanganku yang mulai berlumuran darah dan langsung mengangkatku bridal way lalu berlari menuju ke mobil untuk mengantarkanku ke rumah sakit.

"Tolong selamatkan anakku...... Christian...... Aku tidak mau kehilangan mereka." ucapku lemah yang mulai kehilangan kesadaran.

"Elina! Elina! Jangan tertidur, sayang! Bertahanlah!" kata-kata itu yang sempat kudengar sebelum akhirnya aku menutup mata dan pingsan.

"Maafkan aku, Christian. Aku tidak bisa tahan lagi." ujarku dalam hati sebelum sayup suara Christian semakin menghilang dan pandanganku menggelap.

---------------

Sesampainya Christian di rumah sakit, diapun langsung memanggil siapapun dokter yang ditemuinya untuk segera memeriksa istrinya. Saat salah satu dokter yang sedang bertugas melihat keadaan Elina yang sudah berlumuran darah di bagian perutnya, dokter itupun langsung segera memanggil perawat untuk menyiapkan ruang operasi secepat mungkin. Christian yang kalang kabut tanpa berpikir langsung juga ingin masuk ke dalam ruang operasi tetapi dicegah oleh sang dokter.

"Lebih baik anda tunggu diluar saja, tuan. Kami akan berusaha semaksimal mungkin untuk menyelamatkan istri dan anak anda jadi saya harapkan untuk anda tetap tenang." ucap dokter itu.

"Bagaimana saya bisa tenang bila istri saya dalam kondisi kritis seperti itu?!" tanya Christian marah sambil menguncang-guncang bahu dokter.

"Jika anda terus bersikap seperti ini, anda menghalangi saya untuk melakukan tugas dan kewajiban saya untuk menolong istri anda. Cobalah untuk bersabar dan menunggu hasil dari kami. Karena tidak ada orang yang tahu apa istri anda bisa selamat atau tidak." jawab dokter sambil berlari masuk ke ruang operasi.

WAYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang