Sesampaiku di perusahaan milik Keluarganya Elina, Black Label Company, akupun langsung bergegas masuk diikuti oleh Ronald yang berada tepat dibelakangku. Saat pertama kali aku menginjakkan di perusahaan itu aku langsung disambut oleh seorang resepsionis perempuan yang dengan sopan langsung berdiri dan membungkukkan badannya lalu menanyakan tentang maksud kedatanganku kemari.
Akupun kemudian menjawab bahwa aku ingin bertemu dengan pemilik perusahaan ini yang tak lain dan tak bukan adalah papanya Elina, John Albert Johnson. Dengan ragu-ragu resepsionis itu lantas mengambil telepon untuk menghubungi sekertaris papanya Elina sambil bertanya apakah Pak John bersedia untuk diriku.
Tidak tahu apa yang dikatakan sebagai jawaban oleh papanya Elina, akhirnya resepsionis itu dengan sikap yang sopan memintaku untuk mengikutinya setelah menempatkan gagang teleponnya pada tempat yang seharusnya. Dengan ucapan yang lembut, dia kemudian mengarahkanku ke arah lift dan memintaku untuk memencet tombol 12 sebagai lantai tempat kantor papanya Elina itu berada.
Dengan tidak sabar, aku menunggu lift itu naik secara perlahan. Satu demi satu lantai aku lewati hingga pada akhirnya tertera angka 12 pada layar yang tertempel pada sisi kiri lift. Lalu setelah terdengar bunyi "Ting", pintu lift itu akhirnya terbuka dan akupun kemudian berjalan lurus kedepan untuk mencari ruangan papanya Elina.
Sampai tepat di ujung koridor, terlihat seorang wanita yang kuanggap sebagai sekertaris dari papanya Elina yang dengan hormat mengantarkanku kedepan kantor lalu mengetuk dengan pelan hingga terdengar suara yang menyuruhku masuk dan diapun akhirnya membukakan pintu untuk diriku. Dengan santainya, aku berjalan masuk saat pintu itu telah terbuka dan melihat papanya Elina yang sedang sibuk dengan dokumen-dokumen yang ada dihadapannya,
"Christian Illarion Alterio, ada apa kau ingin bertemu denganku hari ini?" tanya papanya Elina yang tak memperdulikan keberadaanku.
"Bukankah kau memberikan aku waktu 1 bulan untuk membuktikan, pa? Aku kesini untuk membenarkan semuanya." jawabku santai.
"Hahaha...... Kau tidak perlu melakukan itu, Chris. Kau telah menghilangkan kepercayaanku dan sesungguhnya aku tidak akan pernah memberikanmu kesempatan kedua. Lebih baik kau pulang saja. Aku sedang tidak ingin untuk berurusan dengan omong kosongmu itu!" kata Mr. Johnson datar.
"Kalau begitu, berikan Elina dan anak-anakku pada diriku dan aku dengan senang hati tidak akan menganggumu lagi, pa." jawabku santai.
"Jangan harap kau mendapatkan izin dariku untuk melakukan hal itu, Chris! Pulang sana dan jangan ganggu keluargaku lagi!" ujar papa meninggi.
"Aku akan tetap disini sampai papa memberikanku waktu untuk membuktikan segalanya. Dengarkan dulu penjelasanku. Baru setelah itu, papa boleh mengambil keputusan. Aku pastikan setelah papa mendengarkan apa yang kukatakan, persepsi papa tentang diriku akan berubah." jawabku santai.
"Cepat katakan apa yang ingin buktikan, Christian! Aku tidak punya banyak waktu untuk mendengar omong kosongmu itu!" kesal Mr. Johnson.
"Sabar, pa." ujarku sambil tersenyum.
-----------------
Elina's POV
Hari ini sudah menginjak lebih dari 1 minggu sejak kejadian dimana papa menyuruhku pisah dari Christian. Sama seperti dulu saat aku pergi meninggalkan Christian, tak ada lagi senyuman yang terpatri dari raut wajahku. Hari-hariku hanya terisi dengan tangis dan air mata.
Aku benar-benar merindukan Christian sekarang. Setiap malam tangis harus kembali jatuh saat mengingat momen-momen bahagiaku bersama bahkan sampai dalam tidurku-pun air mataku tak pernah berhenti keluar. Bisa kupastikan siapapun yang menatapku sekarang akan sangat kasihan dengan kondisiku yang sudah hampir sama dengan orang yang kehilangan akal.
Kegiatanku hanya berfokus merawat Al dan Quin. Melihat mereka tersenyum bahagia serasa menjadi penghiburan tersendiri bagi diriku. Bagaimana wajah mereka yang akan selalu mengingatkanku pada seorang Christian Illarion Alterio.
Tanpa terasa, terkadang aku kembali mengurai air mata saat menyusui mereka berdua. Selain itu, aku hanya diam di dalam kamar yang tanpa penerangan, berdiam diri sambil memeluk diriku sendiri membayangkan tanganku adalah tangan Christian yang memelukku hangat.
Tubuhku-pun sudah jauh berbeda dari sebelumnya. Lemak-lemak yang bergelambir akibat kehamilanku yang kembar seketika menghilang begitu saja. Aku menduga aku telah kehilangan hingga 5kg dari berat badanku disebabkan karena aku yang sama sekali tidak menyentuh makanan apapun selain air putih.
Mukaku yang sudah sepucat manekin dengan tubuh yang mulai kehilangan warna merahnya akibat tak mampu untuk memproduksi darah yang cukup.
Kedua orangtuaku sudah berusaha untuk mempersuasiku makan, bahkan setiap harinya mereka meminta pelayan untuk memasakkan makanan kesukaanku. Namun hal itu sama sekali tak menggugah selera makanku.
Dimataku, semua makanan itu terlihat seperti ayam yang tak dibumbui oleh garam dan sama sekali tidak memiliki rasa. Aku benar-benar merasa seperti terperangkap disini.
Memang orangtuaku tak pernah melarangku untuk keluar, tetapi mereka akan menyuruh Taylor untuk membuntuti kemanapun aku pergi dan akan langsung menyeretku pulang saat aku berusaha untuk menemui Christian.
Aku telah mencobanya berulang kali pada hari-hari pertama aku berada disini. Segala cara telah kulakukan namun tak satupun ada yang berhasil. Sekarang aku memutuskan untuk pasrah dengan keadaan dan berharap untuk dipertemukan dengan Christian walau hanya melalui mimpi.
KAMU SEDANG MEMBACA
WAY
RomanceWill Always Be You "Aku?! Menikah?! Hell, no!" ‐-------------- Bertemu, dijodohkan kemudian saling mencintai dan akhirnya hidup bahagia dengan menikah? Apa memang jalan hidup dibuat segampang itu tanpa adanya lika-liku kehidupan? Tentu saja tidak. ...