Saat diriku sampai di depan altar, Christian kemudian berjalan kearahku dan berkata dengan suara pelan yang terdengar seperti bisikan kepada papaku,
"Aku akan menjaganya dengan baik, pa. Aku akan menyayanginya dengan sepenuh hati. Terima kasih telah mempercayai aku untuk menjadi pendamping dari anak papa. Aku sangat beruntung bisa memilikinya." setelah mengucapkan hal itu, Christian lalu memeluk papa dengan erat. Melihat kedekatan mereka berdua, membuat hatiku terasa berkecamuk.
Jika saja kata-kata Christian itu jujur dari lubuk hatinya, mungkin saat ini hatiku telah dipenuhi dengan bunga-bunga yang bermekaran setelah mendengar apa yang dikatakan Christian kepada papaku.
Namun sekarang, ucapannya hanya terdengar seperti sebuah bualan kosong ditelingaku. Sebuah ucapan yang masuk dari telinga kiri dan keluar dari telinga kanan.
Hati yang seharusnya terasa manis seperti madu, sekarang terasa pahit seperti racun yang membunuh secara perlahan. Sudah terlalu banyak kata "Apabila dia....." "Bila saja dia....." "Jika" yang muncul dibenakku untuk dapat membenarkan situasi ini.
Namun tak satupun dapat meluruskan situasi yang sedari awal telah miring.
Pernikahan tanpa cinta yang kupaksakan ini memang hanya akan menjadi sebuah pernikahan yang telah kehilangan setengah fondasinya.
Yang takkan bisa bertahan lama walaupun sekuat apapun bangunan yang dibangun diatasnya.
"Aku titipkan anakku kepadamu, Christian. Jaga dia baik-baik, jangan sakiti hatinya karena kesempatan ini hanya datang sekali dan tidak akan ada kesempatan kedua."
"Bila ada tangis yang terlihat dari wajahnya, maka aku tidak akan segan-segan mengambilnya darimu. Aku begitu mencintainya dan kuharap kau bisa memberikan cinta yang sama kepada dirinya. Bahkan kalau bisa lebih." ucap papa mengingatkan sebelum mengulurkan tanganku untuk digenggam Christian.
Dia-pun kemudian menuntunku untuk naik ke atas altar dan berhadapan dengan pendeta.
Berbagai prosesi pernikahan mulai terlaksana dengan lancar, satu demi satu hingga tiba saatnya untuk mengucapkan janji suci dihadapan Sang Pencipta.
Pengucapan janji suci dimulai dengan Christian yang memegang tanganku sambil menatapku lalu mengucapkan janjinya,
"Aku, Christian Illarion Alterio, menerima dirimu, Eliana Rose Johnson sebagai istri dan pendampingku mulai dari hari ini sampai ajal yang menjemput kami berdua."
"Tak ada wanita lain yang akan menjadi wanitaku dalam pernikahan yang sah ini. Aku akan selalu mencintaimu di waktu sakit dan sehat, dalam suka maupun duka, dan dalam kelimpahan ataupun kekurangan."
"Aku akan menyayangimu sebagai belahan jiwaku yang harus kujaga dengan sepenuh hati. Takkan ada wanita lain yang terukir dalam hatiku, selain kau Elina seorang."
"Aku, Eliana Rose Johnson, menerima engkau, Christian Illarion Alterio sebagai suami dan pendampingku mulai dari hari ini sampai maut yang akan memisahkan kami berdua."
"Aku akan mencintaimu dengan segenap hatiku, dalam suka maupun duka, kaya ataupun miskin, dan sehat maupun sakit. Aku berjanji takkan ada lelaki lain dalam pernikahan ini dan hanya engkau seorang yang akan menjadi pengisi hatiku selamanya." kataku menahan kesedihan yang telah membuncah dalam diriku.
Sambil kutatap mata Christian, tersirat dari bola matanya, sebuah kekhawatiran melihat diriku. Menangis terisak dengan mata yang sedikit memerah. Begitulah yang bisa kugambarkan tentang keadaan diriku sekarang.
Dalam hati ingin sekali rasanya aku berteriak keras mengatakan bahwa aku tidak membutuhkan belas kasihanmu, Christian.
Yang kuperlukan adalah sebuah rasa cinta yang terpancar dari kilatan matamu saat menatap diriku. Karena seperti kata orang, mata adalah ungkapan perasaan yang paling jujur.
KAMU SEDANG MEMBACA
WAY
RomanceWill Always Be You "Aku?! Menikah?! Hell, no!" ‐-------------- Bertemu, dijodohkan kemudian saling mencintai dan akhirnya hidup bahagia dengan menikah? Apa memang jalan hidup dibuat segampang itu tanpa adanya lika-liku kehidupan? Tentu saja tidak. ...