BAB 14 | Sepasang Rahasia (2)

49 8 0
                                    

Sesampainya di apartemen, Retha langsung masuk ke dalam kamarnya. Sementara Liann masuk ke kamar yang lain. Di luar dugaan, rupanya kamar itu cukup bersih, meski tidak pernah Retha gunakan. Walaupun ukurannya tidak terlalu besar, tetapi terlihat nyaman untuk beristirahat.

Sudah lewat tengah malam. Liann jelas lelah dan mengantuk. Oleh karena itu, tidak butuh waktu lama untuk Liann tertidur meskipun dengan baju kemeja yang ia kenakan seharian.

Lain halnya dengan Retha. Setelah bersih-bersih di kamar mandi dan mengganti pakaiannya dengan baju tidur yang lebih nyaman, Retha duduk di pinggiran tempat tidur. Tubuhnya lelah, tetapi matanya tidak mengantuk. Ada sesuatu yang harus ia kerjakan malam ini juga.

Retha membuka laci meja yang ada di kamarnya. Di antara semua benda-benda yang Retha simpan, ada satu ponsel layar sentuh di sana. Ponsel ini adalah ponsel keluaran terbaru, bahkan kemungkinan sama sekali belum dipasarkan. Ponsel ini Retha dapatkan saat ia pulang ke Indonesia, berlibur setelah kuliahnya selesai. Saat itu, Retha berpikir bahwa ia tidak akan menggunakan ponsel ini selamanya. Ternyata, di luar dugaan, hari ini datang juga.

Sejak awal menerima ponsel ini, Retha sudah tahu bahwa ponsel ini adalah ponsel khusus organisasi yang hanya digunakan dalam keadaan mendesak. Bahkan tidak semua anggota organisasi yang memilikinya. Namun, karena Retha adalah keturunan langsung dari pimpinan tertinggi, maka Retha mendapat kehormatan itu walaupun dirinya tidak pernah secara resmi menjadi bagian organisasi.

●●●

Sejak kecil, Retha adalah anak yang istimewa. Ia adalah generasi kelima dari organisasi mafia yang hidup dan tumbuh di Indonesia. Ah, mungkin kalian tidak percaya dengan cerita ini. Namun, kenyataan bahwa cikal bakal mafia itu sudah ada jauh sebelum Indonesia merdeka sama sekali tidak bisa dibantah.

Awalnya memang hanya kumpulan penjahat, preman, dan apapun kalian menyebutnya. Namun, lantaran haus akan kekuasaan, antar kelompok preman itu saling bentrok. Yang lebih kuat kemudian menjadi pemimpin, Yang kalah bergabung dan akhirnya membentuk satu kelompok yang lebih besar. Siklus itu berulang hingga tepat 35 tahun sebelum Indonesia merdeka, seorang yang paling hebat di antara mereka mendeklarasikan berdirinya organisasi itu. Organisasi yang berisi kumpulan bandit, penjahat, preman, mulai dari sabang sampai merauke.

Tahun-tahun berlalu, organisasi itu semakin besar. Tidak hanya bertumpu pada kejahatan, mereka mulai mengadakan perjanjian dengan pebisnis. Mereka merekrut orang-orang jenius untuk kemudian dipekerjakan. Beberapa tahun ke depan, saat perkembangan teknologi melesat drastis, organisasi tidak ketinggalan. Orang jenius yang merupakan anggota organisasi mempelajari setiap ilmu hingga berhasil melampaui perkembangan teknologi di luaran sana. Tak heran, mereka lebih dulu menciptakan alat-alat canggih ketika ilmuwan lain bahkan belum memikirkannya.

Walaupun disebut organisasi, sejatinya tidak ada komando pasti dari pimpinan. Tidak ada perintah untuk berbuat jahat kepada masyarakat awam, pun tidak ada perintah untuk melindungi mereka. Semua bergerak sesuai keinginan sendiri dengan syarat menghormati daerah kekuasaan satu sama lain. Itulah kenapa organisasi ini enggan disebut mafia, sebab mereka merasa tidak sekejam itu, meskipun konsepnya hampir sama. Sampai detik ini, tidak ada nama khusus atas kelompok persatuan bandit itu. Mereka hanya menyebutnya organisasi saja.

Sepanjang sejarahnya, organisasi ini hanya menerima komando beberapa kali. Beberapa di antaranya adalah komando untuk membantu perang melawan penjajah. Jika kalian ingat salah satu kisah perang di Pulau Sumatera, diceritakan bahwa saat itu seluruh masyarakat bersatu melawan penjajah. Tanpa diketahui siapa pun, mereka ikut terjun membantu secara terorganisir. Hal serupa juga terjadi di Pulau Jawa. Bahkan, pada saat itu, pangeran yang berkuasa menyewa mereka untuk ikut membantu perang.

Beberapa kali, pimpinan organisasi meninggal. Tidak ada sistem monarki di dalam organisasi ini. Setiap kali pimpinan meninggal, siapa pun yang merasa paling kuat akan berperang. Mereka saling membunuh satu sama lain sampai tidak ada lagi yang menantangnya. Setelah itu kabar disiarkan dari mulut ke mulut dan pimpinan telah berganti.

Tepat satu tahun setelah Indonesia merdeka, di salah satu perang melawan Belanda yang terjadi di Bali, pimpinan terbunuh. Perebutan kekuasaan kembali terjadi, Dan yang memenangkan tradisi penuh pertumpahan darah itu adalah seorang laki-laki dari Pulau Sumatera yang tidak lain adalah buyut Retha.

Dua puluh tahun kemudian, laki-laki itu meninggal karena usia. Posisinya berhasil direbut oleh anaknya sendiri yang kebetulan mengikuti langkahnya. Dua pemimpin itu menjadi ayah anak pertama yang berhasil menjadi pemimpin organisasi secara berturut-turut. Tak heran keduanya menjadi legenda yang sangat dihormati.

Berbeda dengan ayahnya, ayah Retha tidak mengikuti jalan yang sama. Ia tahu bahwa ayahnya adalah pimpinan organisasi hitam itu, tapi dia memilih hidup sebagai masyarakat awam. Tidak masalah. Toh, di dalam organisasi juga tidak ada paksaan. Sebaliknya, ia mendapat perlindungan sebagai keluarga anggota organisasi.

Setelah Retha lahir, ia juga dikenalkan pada dunia hitam itu. Bukan untuk memaksanya mengikuti langkah yang sama, melainkan hanya mengenalkan darah apa yang mengalir di tubuhnya.

Di luar dugaan, Retha memilih langkah yang sedikit unik. Ia memang tidak mau menjadi anggota organisasi, tapi ia ingin ikut berlatih bersama anggota. Tentu saja ayah Retha menentang, apalagi ibunya. Namun, kakek Retha jelas senang dengan keputusan itu. Ketiga orang tua itu akhirnya berdebat menentukan hal yang boleh atau tidak boleh Retha lakukan.

Retha masih ingat, saat ia berusia tujuh tahun, Retha akhirnya diperbolehkan untuk latihan. Namun, Retha tetap tidak diperbolehkan ikut kegiatan organisasi satu pun. Latihan Retha juga khusus. Ibunya tidak mengizinkan Retha latihan bersama anggota lain. Ibunya takut Retha kemudian merasa nyaman dengan anggota organisasi. Jadilah Retha dilatih khusus oleh kakeknya langsung.

Oleh karena itu, sejak kecil Retha berlatih menggunakan senjata. Mulai dari pistol, pisau, sampai pedang. Ia juga berlatih panahan. Menginjak remaja, Retha berlatih mengemudi baik motor maupun mobil di medan jalan yang berbahaya. Tak heran, sejak sekolah menengah, Retha terkenal menjadi pembalap nomor satu di kampungnya.

Demi menyeimbangkan Retha yang sibuk di dunia hitam, saat sekolah menengah, ibunya mengirim Retha untuk sekolah berasrama. Di sekolah yang kental dengan agama Islam itu, ibunya berharap Retha bisa memiliki pegangan agar tidak terlalu jatuh ke dalam dunia hitam.

Begitulah Retha tumbuh. Selama di sekolah, ia sungguh-sungguh belajar ilmu umum dan agama. Nilainya cemerlang. Ia juga tidak suka mencari masalah. Namun, ketika libur tiba, ia sibuk dengan latihan dan balap liarnya. Diam-diam Retha juga pernah melawan penjahat yang mengganggu masyarakat. Ia bergerak sendiri untuk melatih instingnya hingga terbentuklah Retha yang sekarang.

●●●

Setelah ponsel itu dinyalakan, layarnya berubah terang dan muncul satu-satunya fitur yang merupakan fungsi dari ponsel tersebut. Fitur itu adalah panggilan darurat yang bisa menghubungkan panggilan lintas negara sekalipun. Tanpa menunggu apa pun, Retha menyentuh layar ponsel sehingga panggilan tersebut aktif.

"Ah, selamat malam Retha. Kakek pikir kamu ga akan pernah menggunakan ponsel ini. Ada apa, cucuku?"

Kakek Retha saat ini sudah bukan pimpinan organisasi lagi. Ia mundur karena ingin menikmati masa tua. Tubuhnya juga tidak setangkas dulu. Posisinya digantikan oleh seorang pemuda asal Pulau Sulawesi yang tak lain adalah salah satu muridnya. Oleh karena itu, beberapa anggota organisasi masih bersumpah setia dan bersedia melayaninya. Jadi, beliau tetap memiliki sedikit kekuasaan di dalam organisasi.

Retha menjawab salam itu. Ia menceritakan dengan singkat alasannya menghubungi sang kakek, hal yang sebelumnya tidak pernah ia lakukan.

"Apa temanmu ada masalah dengan mafia negara lain?"

Retha menggeleng tegas. Ia yakin bahwa Liann tidak mungkin seperti itu.

Di seberang sana, terdengar kakek Retha menghela napas.

"Baiklah. Aku akan mengirimkan dua orang untuk menjaga kalian. Pastikan selalu berhati-hati. Kita tidak tahu singa mana yang kini datang mengusik."

-lw-

Rumah [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang