BAB 26 | Bantuan

55 8 5
                                    

Kabar gempa sekaligus tsunami itu melesat cepat sekali. Meski listrik di negara itu padam secara otomatis, namun peringatan tsunami seolah menjadi penyebar berita tersendiri. Bagaimana tidak? Peringatan tsunami itu tidak hanya diberlakukan untuk Jepang, melainkan juga untuk 17 negara, termasuk Amerika, Hawaii, beberapa bagian negara Rusia hingga Filipina.

Beberapa organisasi relawan bergerak cepat. Mereka mengirimkan relawan dan tenaga medis terbaik. Pemerintah dari berbagai negara juga turut berduka cita dan mengirimkan bantuan berupa sandang dan pangan. Semuanya bahu-membahu membantu Jepang yang luluh lantak akibat gempa bumi berkekuatan 9,0 SR dan tsunami setinggi 10 meter itu.

Olive adalah salah satu anggota organisasi siaga bencana selama di kampusnya dulu dan masih aktif sampai sekarang. Ia sering terjun langsung untuk membantu bencana alam di negaranya, seperti banjir, angin topan, dan lain-lain. Persis setelah kabar itu beredar, organisasi siaga bencana itu menghubungi Olive, menanyakan kesediaannya untuk ikut ke Jepang bersama beberapa relawan dalam misi membantu masyarakat di sana.

Olive tidak butuh waktu lama untuk menjawabnya. Ia jelas sangat ingin berkontribusi. Baginya, ini adalah kesempatan emas untuk mengabdikan diri kepada masyarakat. Untuk pendidikan dokter mudanya bisa ditunda sebentar. Ia bisa cuti selama satu siklus dan melanjutkan kesibukan itu setelah satu bulan lagi.

Rencana keberangkatan ke Jepang itu menjadi pembicaraan beberapa orang dokter muda yang tak lain adalah teman-teman Olive. Wajar saja. Organisasi siaga bencana yang Olive ikuti memang cukup besar, bahkan ada organisasi skala nasionalnya. Jadi, tak heran jika nyaris separuh dokter muda itu juga adalah anggota organisasi.

Pembicaraan itu tak sengaja tertangkap pendengaran Hiro yang sedang ada di apotik. Hari ini adalah hari terakhir bundanya dirawat. Siang ini, bundanya diperbolehkan pulang dengan syarat harus kembali lagi bulan depan untuk kontrol secara menyeluruh. Jadilah ayahnya sibuk mengurus administrasi dan biaya, sementara dirinya mengambil obat yang harus dikonsumsi bundanya selama satu bulan ke depan.

Selesai mengurus obat, Hiro buru-buru kembali ke ruang inap. Sembari melangkah, matanya berputar kesana-kemari mencari Olive. Ia ingin memastikan satu hal kepada gadis itu.

Kebetulan sekali, Olive baru saja keluar dari ruang rawat bundanya. Hiro menghentikan langkah gadis itu sebelum ia masuk ke ruang rawat berikutnya untuk memeriksa keadaan umum pasien.

"Kenapa, Ro?"

"Kamu...ikut berangkat ke Jepang?"

Awalnya, Olive tidak mengerti arah pembicaraan. Ia butuh waktu beberapa detik sebelum akhirnya memahami maksud Hiro.

"Ah, jadi kamu udah dengar soal itu. Iya, aku pergi. Insya Allah malam ini aku berangkat."

Setelahnya, Hiro beranjak dari posisinya, mempersilahkan Olive untuk lewat. Alhasil, Olive jadi bertanya-tanya sendiri. Kenapa tadi Hiro tiba-tiba mencegat langkahnya? Apa pula pentingnya pertanyaan itu. Namun, lantaran masih harus memeriksa pasien, Olive menyimpan pertanyaan itu, menganggap mungkin Hiro hanya penasaran.

Anggapan Olive sempurna salah. Bagi Hiro, jawaban tadi sangat penting sekali karena tidak butuh waktu lama, Hiro langsung menghubungi salah satu koneksinya di negara ini, menanyakan apakah bisa bergabung dengan organisasi relawan apa saja yang turut mengirimkan bantuan ke Jepang.

Sementara itu, berjarak 293,4 mil dari sana, Irene sedang dilanda kecemasan. Sejak kabar soal bencana besar melanda Jepang, Irene sibuk menghubungi Russel. Memang, di antara semuanya, Russel paling dekat dengan Irene. Wajar saja Irene sangat khawatir. Apalagi Russel belum sekalipun mengangkat telponnya. Gadis itu sama sekali tidak bisa dihubungi. Lebih pelik lagi, tidak hanya Russel, tetapi ia juga tidak bisa menghubungi Essiel, Evrena, C, dan Alya.

Smeck juga ada di sana. Ia mengawasi gerak-gerik Irene tanpa melepaskan pandangannya satu detik pun.

Sejak kejadian mengerikan yang Irene alami di rumah sakit saat itu, Irene mengalami trauma berat. Memori soal kejadian itu sering datang di saat yang tidak diduga-duga, membuat Irene berteriak histeris dan tantrum tanpa menyadari keadaan di sekelilingnya. Bahkan, Irene pernah tantrum di rumah sakit. Hal itu tentu saja mengundang tatapan prihatin dari orang-orang, tetapi juga mengganggu di saat bersamaan. Alhasil, setelah mempertimbangkan banyak hal, Irene memutuskan cuti sebentar, setidaknya sampai ia bisa mengendalikan traumanya.

Smeck berusaha keras membuat Irene lupa dengan kejadian itu. Setiap Irene tantrum atau histeris, Smeck pasti ada di sana dan memeluknya, menenangkan gadis itu, membisikkan kata-kata sayang yang terkadang berhasil membuat Irene kembali ke alam sadarnya. Tidak hanya itu, Smeck juga menghentikan kesibukannya sebagai penulis agar bisa mengawasi Irene 24 jam. Bagi Smeck, istrinya adalah yang terpenting.

"Ga diangkat, Mas." keluh Irene kesekian kalinya.

Smeck yang sedari tadi melihat Irene dari daun pintu akhirnya duduk tepat di samping istrinya itu.

"Gempa 9 SR dan tsunami 10 meter itu skala bencana yang sangat besar. Aku ga mau bilang ini, tapi kalau Russel ada di Jepang saat bencana itu terjadi, ada kemungkinan Russel ga selamat."

Irene menghela napas. Ia tahu itu, tetapi dirinya sungguh takut sekali dengan kemungkinan itu.

"Ayo kita ke Jepang, Mas." seru Irene tiba-tiba.

Mata Smeck membulat demi mendengar kalimat itu.

"Kamu serius?"

"Iya. Aku ga tenang kalau cuma duduk di sini aja. Perasaan aku ga enak. Jangakan Russel, semua orang juga ga bisa dihubungi."

Smeck sebenarnya sangat tidak setuju dengan hal itu. Bagaimana mungkin mereka pergi ke sana? Penerbangan komersial jelas tidak bisa diharapkan. Jepang pastilah menghentikan semua penerbangan dan kedatangan sejak bencana itu terjadi. Apalagi Irene masih dalam keadaan yang belum stabil. Bagaimana jika Irene kambuh saat di sana?

"Mas ga usah khawatir. Lihat, aku udah ga kambuh selama dua hari, kan? Aku bakal baik-baik aja, Mas. Kamu kan juga ikut, jadi ga bakal terjadi apa-apa. Ya, Mas?"

Bukannya menjawab, Smeck malah menghela napas panjang.

Ini sungguh akan menjadi persoalan yang rumit.

-lw-

Rumah [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang