BAB 11 | Sepasang Cinta Halal (3)

58 8 1
                                    

Setelah nyaris dua jam tertahan di bagian gizi rumah sakit, Irene dan beberapa rekannya akhirnya diperbolehkan pulang dan istirahat. Ya, Irene semenjak ashar tadi ada di rumah sakit. Mengikuti tour dan mendengar penjelasan panjang terkait bagian-bagian rumah sakit dan pasien karena mulai besok lusa, ia akan magang disini.

Ketika hendak pulang, Irene memilih melaksanakan sholat maghrib terlebih dulu di rumah sakit. Ia takut tidak sempat melaksanakan shalat ketika telah sampai di apartemen. Apalagi waktu shalat maghrib termasuk sempit. Smeck juga kemungkinan belum sampai karena belum ada kabar dari suaminya itu.

Rumah sakit ini tidak memiliki mushala ataupun ruang shalat. Tentu saja. Namun, ada salah satu ruangan yang kosong. Letaknya bersebelahan dengan kamar mayat yang ada di pojok bangunan. Walaupun sedikit takut, Irene mencoba memberanikan diri karena ia yakin Allah bersamanya.

Setelah ada di kamar mandi yang letaknya juga tak jauh dari ruangan yang akan ditujunya, Irene mulai melepas khimar yang dia gunakan. Membasuh wajahnya dengan air. Membuat ia merasa sedikit segar dari sebelumnya.

Ketika Irene telah selesai melaksanakan wudhu', ia segera mengahadap cermin untuk mengenakan khimarnya kembali.

Saat itulah, Irene menyadari sesuatu. Ia tak sendirian di sini. Ada seorang laki-laki yang kini berdiri tepat di belakangnya. Menatapnya lewat cermin dengan tatapan penuh gairah.

●●●

Irene berlari sekuat tenaga. Berkali-kali menelan saliva-nya demi menenangkan diri. Tidak peduli lagi dengan khimarnya yang terpasang tak sempurna atau dengan tasnya yang masih tertinggal di kamar mandi tadi. Ia hanya ingin keluar dari tempat ini sekarang.

Persis di belakangnya, laki-laki itu masih mengejar. Terus menatap Irene dengan tatapan gairah dan psycho di saat bersamaan. Disertai smirk menyeramkan yang membuat Irene benar-benar ketakutan.

Entah apa yang sedang Allah rencanakan, Irene tiba-tiba saja terjatuh tanpa alasan. Padahal, gadis itu sama sekali tidak mengenakan high heels atau sejenisnya. Yang jelas, ia mati-matian berusaha bangkit.

Irene masih bisa berlari lagi setelahnya. Ia sengaja keluar lewat lahan parkir yang lebih dekat demi memikirkan Smeck yang mungkin saja sudah menunggunya di sana.

Jalan keluar dengan lampu-lampu terang itu terasa semakin dekat saat Irene merasakan tangannya sudah lebih dulu dicengkram. Membuat sekujur tubuhnya menggigil. Air mata yang sedari tadi ia tahan akhirnya mengalir.

Sebelum Irene sempat menoleh kebelakang, tubuhnya ditarik dan dihempaskan dengan kasar ke dinding. Membuat tubuh bagian belakangnya sakit luar biasa.

Sebelum laki-laki itu sempat mempersempit jarak di antara mereka, Irene mengandalkan kakinya untuk membuat tendangan yang cukup kuat ke arah kaki laki-laki itu. Irene memanfaatkan kesempatan ketika laki-laki itu mengaduh kesakitan untuk kabur dan berlari.

Irene pikir ia berhasil keluar karena kakinya hampir saja melangkah keluar dari lahan parkir. Orang-orang yang ada di jalanan atau bangunan lain bisa melihatnya dengan jelas. Namun, pikiran itu pupus seketika kala tubuhnya ditarik dan diseret tanpa ampun.

Kali ini, setelah menghempaskan Irene ke dinding, laki-laki itu tak lagi memberi ruang. Menindih tubuh Irene sehingga gadis itu merasakan kesulitan untuk sekedar bernafas. Orang-orang yang melihat mereka memilih tidak peduli. Menganggap keduanya adalah sepasang kekasih yang tak bisa menahan nafsu hingga bercumbu di tempat umum.

Wajah keduanya sudah benar-benar dekat. Irene masih mempertahankan posisinya yang berpaling ke arah kiri. Memejamkan mata erat-erat seraya terus membiarkan air matanya mengalir.

Dengan paksa, laki-laki itu memutar wajah Irene dengan salah satu tangannya hingga berhadapan dengan wajahnya. Menempelkan keningnya pada kening gadis itu. Tersenyum mendapati air mata Irene yang terus mengalir.

Jari-jarinya yang kasar menyeka air mata Irene. Membuat tubuh Irene mematung sempurna. Itu pertama kalinya, laki-laki yang bukan mahram menyentuh dirinya.

"Oh Allah, lindungilah hamba-Mu ini."

Bukannya kasihan, laki-laki itu malah tersenyum melihat kondisi Irene. Jiwanya sudah dikendalikan nafsu. Tatapan matanya berkabut karena gairah. Seolah menganggap gadis di hadapannya sekarang sempurna untuk menghabiskan malam ini.

Ia sempat mengelus bibir Irene yang berdarah karena digigit terlalu kuat sementara tangannya yang lain masih menahan tubuh Irene agar tak lagi kabur.

Sepertinya, ia kesal karena Irene sempat-sempatnya lepas dari cengkramannya. Membuat laki-laki itu memperkuat tindihannya pada tubuh Irene hingga gadis itu benar-benar menahan napasnya.

"Need artificial breath, honey?" (1) bisiknya pelan.

Irene masih bungkam. Namun, ia bisa merasakan wajah itu semakin dekat. Ia bisa merasakan dan mendengar deru napasnya.

"Ya Allah, jangan biarkan dia merusak hamba-Mu ini. Izinkan aku mempertahankan kesucian diriku, Ya Allah."

●●●

Naskah Smeck akhirnya selesai. Ia juga telah mengirimkannya ke editor.

Sebenarnya Smeck masih belum cukup puas dengan tulisannya, Namun, sejak satu jam terakhir, ia sama sekali tidak bisa fokus menulis. Pikiran Smeck terus tertuju pada Irene. Perasaan tak nyaman itu kembali muncul dan terus membuatnya resah. Oleh karena itu, setelah mengirimkan naskahnya dan menunaikan shalat maghrib, Smeck memacu motornya ke rumah sakit. Dalam hati ia berharap semoga tidak terjadi apa-apa pada istrinya.

-lw-


(1) "Butuh napas buatan, sayang?"

Rumah [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang