BAB 39 | Terjebak Berdua

31 5 6
                                    

"Percaya atau tidak, keberanian terkadang datang saat melihat 'yang terpenting' tengah mengalami kesulitan"

---

Guncangan helikopter yang telah berlangsung selama lebih dari tiga belas jam akhirnya mampu memancing sepasang mata yang sedari tadi terpejam untuk terbuka, meski sebenarnya, jelas bukan guncangan helikopter itu yang membuatnya terbangun, melainkan karena efek bius yang mendadak disuntikkan secara paksa ke dalam tubuhnya telah habis.

Satu menit setelah kesadarannya pulih secara sempurna, ia akhirnya memikirkan kata-kata sakral itu, dimana? Hingga dua menit setelahnya, ia mengetahui bahwa dirinya kini sedang berada di dalam sebuah benda terbang. Pemandangan langit disertai awan berarak dari balik jendela yang memberitahunya. Soal benda terbang apa, siapa yang mengendarainya, atau kemana tujuannya, ia sama sekali belum punya jawaban untuk itu.

Rupanya, butuh waktu lima menit baginya untuk menyadari bahwa ada seorang perempuan yang kini terbaring di sampingnya, memejamkan mata. Wajahnya yang terlihat pucat dan lemas memancing ingatannya pada kejadian di antah-berantah pada pagi-pagi buta.

●●●

Flashback on

Malam itu, bintang yang tadinya mengeluarkan sinar kelap-kelipnya seolah telah lenyap ditelan langit gelap. Keberadaannya digantikan oleh gulungan awan tebal yang berarak pelan. Perubahan yang mungkin tidak diperhatikan oleh siapapun, kecuali oleh satu orang yang barusan terjaga, Liann.

Sebenarnya, Liann tak begitu paham mengapa ia bisa terbangun begini. Di pengungsian yang begitu padat dan pengap, atau bahkan di tenda relawan, ia selalu berhasil untuk tidur nyenyak. Semua ketidaknyamanan sama sekali tidak mempengaruhinya. Dan hari ini, seperti sedikit keajaiban, dirinya bisa terbangun tanpa alasan.

Sepuluh menit, Liann berhasil bertahan dalam posisi menatap langit tanpa melakukan apa-apa. Namun, setelahnya, Liann mulai bosan. Alhasil, laki-laki itu merubah posisinya menjadi duduk, melayangkan pandangan pada tiga orang di sekitarnya yang masih lelap tidur dalam mereka.

Persis ketika Liann memutuskan untuk berjalan-jalan sebentar, ia mendengar sebuah suara menegurnya.

"Mau kemana?"

Sedikit kaget, Liann menoleh, menemukan Alya rupanya juga sudah ada dalam posisi duduk.

"Loh, kamu kebangun?"

"Lebih tepatnya belum tidur."

Eh?! Liann refleks memperkirakan sudah berapa jam berlalu semenjak mereka berencana tidur tadi. Empat jam kah? Lima jam? Entahlah, Liann tidak tahu persisnya berapa. Dan Alya benar-benar belum tidur selama itu? Apa Alya insomnia?

"Aku cuma lagi susah tidur, bukan insomnia." ucap Alya yang langsung menebak pikiran Liann dengan tepat. Ya, Alya hanya susah tidur mendadak karena keberadaan Liann yang tiba-tiba. Hal itu tidak tergolong insomnia, bukan?

"Mau jalan-jalan sebentar?" tawar Liann akhirnya setelah beberapa menit hening di antara keduanya.

Sebenarnya, Alya mau. Sudah lama kan, dia tidak mengobrol ringan dengan Liann, yah... meski jika diingat-ingat, saat mereka satu sekolah pun, Alya dan Liann hanya pernah bicara satu dua kali. Namun, ia tahu bahwa dalam islam tidak diperbolehkan berdua-dua dengan yang bukan mahram tanpa kepentingan yang jelas.

Alhasil, setelah kalimat C terputar sempurna di pikirannya, Alya menolak dengan gelengan kepala dan tersenyum singkat. Seolah-olah sebagai bentuk isyarat agar Liann bisa jalan sendiri jika dia mau.

Rumah [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang