BAB 38 | Fakta Masa Lalu

29 6 0
                                    

"Manusia hanya akan paham sakitnya penderitaan setelah mengalaminya sendiri. "

---

Cerita panjang C akhirnya usai. Ia kembali meminum air mineral untuk keempat kalinya semenjak memulai kisah dari mulutnya, seolah-olah, sepuluh menit bercerita itu menghabiskan tenaganya seperti berolahraga.

Jika dilihat-lihat, C lucu sekali. Kedua matanya masih bengkak akibat sempat menangis dalam pelukan Irene dan Essiel. Hidungnya juga terlihat memerah karena hal yang sama. Dikombinasikan dengan syal yang melilit di lehernya, membuat C mirip seperti anak kecil di musim dingin yang menggenggam cangkir berisi cokelat panas.

Saat ini, ketiga orang itu, Irene, C, dan Essiel, tengah duduk di salah satu tenda. Mereka menunggu Gara selesai berbicara dengan penanggung jawab wilayah di dalam tenda pribadi laki-laki itu. Entah apa yang sebenarnya mereka bicarakan, sampai-sampai setelah satu jam berlalu, masih belum ada tanda-tanda bahwa mereka akan selesai. Bahkan tenda itu jelas masih tertutup rapat dari luar.

Tadinya Burheen, Smeck, dan Hiro ada bersama mereka. Namun, setelah tiga puluh menit, ketiganya memutuskan pergi. Smeck, Hiro, dan Burheen memilih untuk bergabung bersama relawan dan menolong para korban. Terbiasa sibuk beberapa hari terakhir, nampaknya membuat mereka kebingungan saat tidak melakukan apa-apa.

"Ya Allah, lama banget sih mereka. Lagi bicarain apa sih satu jam ga kelar-kelar?!" celoteh Irene akhirnya setelah menunggu cukup atau bahkan sangat lama.

Sebenarnya, Essiel dan C juga cukup kesal dengan hal itu, apalagi C sama sekali belum membersihkan diri setelah terlunta-lunta beberapa hari di hutan sana. Namun, sama dengan Essiel, C juga diam-diam memahami sesuatu yang membuat keduanya cukup bersabar untuk menunggu.

Tadinya, mereka berencana akan berbicara pada penanggung jawab wilayah itu bersama-sama. Minimal, C juga harus ikut bicara, mengingat ia mengetahui bagaimana Liann bisa ada bersama dirinya dan Alya kemarin hari. Namun, persis ketika Gara akhirnya bertatapan dengan laki-laki bertubuh tegap itu, air wajahnya berubah, berikut tatapannya. C yang entah mengapa bisa ahli dalam membaca ekspresi seseorang, spontan menahan Irene yang saat itu ingin menginterupsi tatapan dua laki-laki itu.

Tatapan itu, menyiratkan banyak hal. C mengetahuinya meski hanya dalam sekali lihat. Ada kilat tak percaya dan penasaran yang begitu kentara di bola mata abu-abu milik Gara. Itu artinya, ada sesuatu yang terjadi antara Gara dan penanggung jawab wilayah itu, bukan? Hal itulah yang menjadi alasan mereka, khusunya C dan Essiel menunggu disini.

Setelah 85 menit berlalu, Gara melangkah keluar dari tenda. Essiel, Irene, dan C yang melihat itu spontan berdiri dari posisi mereka. Ketiganya menghampiri Gara untuk meminta penjelasan. Namun, lihatlah. Gara seperti mayat hidup. Tatapan matanya kosong. Ekspresi wajahnya benar-benar mirip seperti saat pertama kali ia datang ke pengungsian ini.

"Hey," panggil Essiel pelan.

Gara menghentikan langkahnya yang teramat lesu. Sebagai jawaban, ia menggelengkan kepala pertanda tidak ingin menjelaskan apapun.

"Give me some time." (1)

Kalimat itu membuat Essiel mengangguk mengerti. Ia tidak lagi bicara apapun dan melangkah pergi dari sana. Begitupun C. Ia mengikuti Essiel sembari menarik Irene yang masih mengutamakan rasa penasarannya.

Sepertinya ketiganya masih harus menunggu lebih lama demi sebuah penjelasan.

●●●

Manusia adalah makhluk sosial. Mereka kebanyakan cenderung bersimpati terhadap penderitaan yang dialami orang lain. Katanya, yang lebih susah itu adalah berempati, tetapi apakah bersimpati juga semudah itu?

Jawabannya, sama sekali tidak semudah itu. Sadar atau tidak, terkadang manusia hanya bersikap seolah kasihan untuk esok hari sudah melupakan. Dalam kesempatan lain, manusia hanya mendengarkannya untuk esok hari kembali tutup mata dan berpaling muka. Intinya, tak satupun dari manusia yang benar-benar paham akan sebuah penderitaan sebelum mengalaminya langsung. Cerita-cerita itu hanya akan melekat di ingatan sebentar sebelum akhirnya terlupakan, bahkan sebelum hati sempat merasakan dan menciptakan pemahaman.

Gara adalah salah satu dari jenis orang itu. Tak peduli berapa kalipun dirinya saat kecil dulu mendengar tentang broken home, entah dari teman satu sekolah, perbincangan tetangga, atau dari tumpukan novel berdebu yang ada di rak tua, Gara tidak pernah merasa sedih karena cerita-cerita itu. Ia hanya akan tercenung sebentar sebelum akhirnya bersikap seperti biasa.

Hingga di usianya yang kesebelas tahun, Gara akhirnya paham sakitnya kehilangan. Ia mulai mengerti perasaan tak nyaman saat dua orang yang dicintainya saling menyalahkan. Juga ketakutan-ketakutan yang sering menyapa tengah malam. Semua perasaan itu sempurna meledak saat satu kenyataan harus ia terima, perceraian kedua orang tuanya.

Ah, jika kalian penasaran tentang apa yang paling menyakitkan bagi Gara saat itu, jawabannya sama sekali bukan karena ia harus memilih satu di antara ayah atau ibunya, melainkan karena harus berpisah dengan satu-satunya orang yang selalu memihaknya dalam keadaan apapun, Noch.

Kontak mereka yang sudah terjalin sejak dalam rahim putus seketika karena jarak. Jangan tanya soal handphone dan internet. Pada zaman itu, tahun 2000, rakyat biasa seperti keluarganya sama sekali belum bisa menggunakan telepon seluler, mengingat layanan seluler untuk publik baru bisa dinikmati tahun 2002. Itupun tidak bisa dimanfaatkan dalam komunikasi antar negara apalagi antar benua.

Gara sempurna kehilangan Noch. Tidak ada kabar atau apapun tentang laki-laki yang hanya selisih tiga menit darinya itu. Yang tersisa hanyalah kenangan mereka dan kenyataan bahwa Gara harus melihat ibunya berusaha keras menyambung hidup mereka berdua.

Semua masa lalu itu telah tertinggal jauh. Kini Gara adalah pemuda 24 tahun dengan karier sukses sebagai seorang dokter spesialis Ortopedi. Ia bisa memilih negara manapun untuk melanjutkan hidupnya, melupakan puing-puing kenangan. Namun, sebuah kiriman dua tahun lalu berhasil mengobrak-abrik rencananya. Kiriman yang berisi sehelai kertas bertuliskan dua kalimat, Noch telah lenyap. Bersiaplah menjadi penggantinya. Juga selembar foto yang mengabadikan wajah dua orang yang jelas Gara kenali salah satunya. Di belakang foto lusuh itu, ada sebaris tulisan, Noch dan Gin, Yakuza.

Gara menghela nafas panjang. Ia melihat foto yang diterimanya tiga tahun lalu itu sekali lagi. Di saat bersamaan, wajah Liann yang sangat mirip dengan Noch ikut terbayang di pelupuk mata. Belum lagi soal hilangnya Liann yang jelas ada hubungannya dengan masalah hidupnya, membuat Gara menyadari satu hal yang pasti, bahwa bukan hanya Liann dan temannya Alya yang terlibat dalam peliknya urusan ini, tapi Essiel, Russel, Smeck, Hiro, dan teman mereka yang Gara tidak tahu jumlah persisnya berapa, telah terseret satu-persatu.

Semua kejadian ini terlalu mendadak dan terjadi di waktu bersamaan, hingga hampir saja membuatnya tumbang, meski sudah menduga dan memprediksi banyak hal semenjak jauh-jauh hari. Terlebih fakta yang diterimanya tadi benar-benar membuatnya kehilangan kata-kata.

Ya, fakta penting yang membuat Gara akhirnya bisa memahami keseluruhan cerita. Noch tidak pernah bermasalah dengan sindikat mafia terbesar di Jepang, Yakuza, seperti yang selama ini ia perkirakan. Sebaliknya, Noch cukup berjasa pada kelompok tersembunyi itu. Kenyataannya, Noch bermasalah dengan sindikat mafia dari negara asalnya, Italia. Ya, yang Gara maksud adalah Mafia Sisilia atau lebih dikenal dengan Cosa Nostra.

Bagaimana Gara mengetahui semua itu? Dari siapa? Dan yang paling penting, apakah informasi ini benar? Jawabannya, tentu saja. Informasi ini akurat tanpa cela. Alasannya, karena sang informan adalah orang yang turut berperan langsung dalam keseluruhan cerita. Dialah laki-laki yang tadi membuat Gara melayangkan tatapan tak percaya, laki-laki yang menemani Noch hingga akhir hidupnya, laki-laki yang sama dengan pemilik wajah di foto yang diterima Gara tiga tahun lalu, Gin, waka gashira Yakuza, yang saat ini berperan sebagai penanggung jawab wilayah.

-lw-

(1) "Beri saya waktu."

NB:  

Waka gashira : Salah satu struktur mafia Yakuza


Rumah [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang