3. Kakak

2.1K 209 6
                                    

"Dicariin di ruang osis, taunya malah main basket." Amel memukul kepala Ariel menggunakan proposal yang ia bawa. Ia menoleh ke bawah melihat Chika yang terduduk sambil mengatur napas.

Ariel adalah seorang ketua osis dan Amel menjabat sebagai wakilnya. Mereka berdua berteman sejak kecil karena rumah mereka berdekatan. Tidak jarang melihat mereka bertengkar, karena memang itulah yang selalu mereka lakukan. Tiada hari tanpa pertengkaran.

Ia melemparkan tatapan tajam ke arah Ariel, "Anak orang lo apain ?"

"Main basket doang." Amel memutar bola matanya malas lalu berjongkok di samping Chika yang sedang mengibas-ngibaskan tangannya.

"Lo gak papa?"

Chika menoleh lalu mengangguk, mengangkat ibu jarinya ke atas, mengkode jika ia baik-baik saja.

"Itu apa?" Ariel menunjuk proposal yang Amel bawa.

Amel berdiri lalu memberikan proposal itu kepada Ariel, "Proposal ospek taun ini."

"Buat apa? Bukannya udah clear ya?"

"Lu masih muda udah pikun ya, tadi lo minta gue nyari proposal ini buat gambaran."

Ariel menyengir tanpa dosa, ia menjadikan proposal itu sebagai kipas. "Marah-marah mulu."

"Eh Tukinem, lo itu ketua osis. Kerjaan lo belum kelar, lo udah main pergi-pergi aja. Lagipula kita dispen itu buat ngurusin osis bukan buat main basket."

"Iye-iye." Ariel berjalan mendekati Chika, mengulurkan tangan untuk membantu Chika berdiri.

"Masih bisa jalan kan?" Chika menyengir mendengar pertanyaan bodoh Ariel, ia menepuk-nepuk pantatnya yang sedikit kotor membuat beberapa debu berterbangan disekitar pantatnya.

"Gue kagak lumpuh ya, jadi gue masih bisa jalan."

"Oh iya ya," Ariel tertawa hambar.

"Eh kak," Ariel menaikkan alisnya, menunggu Chika melanjutkan ucapannya. "Hari jum'at gue ijin gak ikut ekskul basket dulu, ya."

"Kenapa?"

"Lo sendiri tau kalo gue ikut dance sama basket, mendadak tadi ekskul dance dimajuin jadi hari jum'at."

Ariel mengerutkan keningnya saat mendengar penjelasan Chika, lalu ia menoleh ke arah Amel yang berada di belakangnya.

"Badrun ada bilang gak kalo ekskul dance jadwalnya diubah?" Amel terdiam sebentar lalu menggeleng.

Memang sebuah peraturan jika ada ekskul yang merubah jamnya harus melaporkan kepada osis, setelah osis menyetujui, baru boleh pindah jam.

Chika mengerutkan keningnya, nama Badrun sangat asing di telinganya. Ia bertanya-tanya apakah Badrun itu juga anak dance? Kalau iya, kenapa ia tidak pernah melihat ada anak yang bernama Badrun?

Pundak Chika terangkat ke atas, mungkin Dey atau siapalah mempunyai sebutan khusus Badrun. Toh tidak penting juga bagi dirinya, yang terpenting ia masih bisa main basket, itu sudah lebih dari cukup.

"Sialan tuh anak, main pindah-pindah sendiri." gumam Ariel, ia melirik jam tangannya, sesaat kemudian terdengar bunyi perpindahan jam mata pelajaran.

"Lo tenang aja, ntar gue urus. Nanti gue kabarin."

Chika tersenyum senang, ia bahagia jika memiliki teman yang cukup berpengaruh di sekolah, seperti Ariel. "Makasih banget kak."

"Chika!!"

Mendengar namanya dipanggil, ia menoleh kebelakang dan melihat Ara melambai ke arahnya sambil membawa buku di tangan.

"Ayo balik!" Chika mengangguk kepada Ara, lalu ia berbalik menatap Ariel. "Gue pergi dulu ya kak."

SemicolonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang