25. Space

1.5K 183 17
                                    

"Vivi mana?" Tanya Shani saat melihat Chika dan Mira masuk ke rumah, setelah pulang dari sekolah.

Mira menggelengkan kepalanya, "Aku gak tau, tadi istirahat pertama dia keluar, gak bilang kemana."

Shani menoleh ke arah Chika, "Tadi aku sempet ngobrol sama kak Vivi, cuma sebentar, abis itu dia pergi."

"Dia gak bilang pergi kemana?" Chika dan Mira kompak menggelengkan kepalanya.

Shani menghela napas panjang, ia tau kalau Vivi sering membolos, tapi tidak pernah pulang terlambat atau pergi tanpa sepengetahuannya.

"Coba lo telfon, Shan." Ucap Beby yang baru saja masuk ke rumah, ya, mereka barusan dijemput oleh Beby.

"Kalian naik trus ganti baju." Ucap Beby kepada Mira dan Chika.

"Iya."

Beby memilih untuk duduk di sofa sambil menunggu Shani mencoba menelfon Vivi. Ia memejamkan matanya, fisik dan batinnya terus-menerus terkuras membuatnya sangat kelelahan.

"Gak diangkat, Beb." Ucap Shani. Beby membuka kelopak matanya, ia menegakkan tubuhnya. "Tenang, dia bakal baik-baik aja."

"Gimana gue bisa tenang, Beb?"

"Bentar lagi dia pasti balik."

Shani duduk di depan Beby, ia menggelengkan kepalanya, "Dia gak baik-baik aja, Beb."

Beby terdiam, ia tau hal itu. Ia juga takut kalau Vivi kembali seperti saat kehilangan Vivi dulu, sering keluar malam, pergi ke klub, minum-minuman, atau bermain-main dengan orang lain. Ia tidak akan kecolongan lagi kali ini.

Veranda juga menceritakan semuanya kepada dirinya, tentang perbincangan tempo hari. Ia semakin yakin jika Vivi tidak baik-baik saja. Mungkin fisiknya terlihat biasa saja, tapi tidak dengan bagian dalamnya.

Beby mengambil kunci mobil yang berada di atas meja, "Lo tunggu sini, biar gue yang nyari dia."

Sebelum Beby berdiri, mereka mendengar bunyi bel rumah. Buru-buru Shani membuka pintu karena ia pikir yang datang adalah Vivi.

"Hai, Shan."

"Gre,"

Gracialah yang datang, wajah Shani berubah menjadi sendu. Ia hendak menutup pintu tapi gerakan tangannya di tahan oleh tangan Gracia. "Dengerin aku dulu."

"Dengerin apa lagi?" Ucap Beby sambil berdiri menghampiri Shani. Ia menatap tajam ke arah Gracia, tangannya mengepal hendak memukul wajah Gracia.

"Satu kesempatan." Gracia mengangkat jari telunjuknya. Ia menaruh harap kepada Shani.

"Shani ngasih lo kesempatan, tapi lo hancurin kesempatan itu sendiri." Ucap Beby.

Gracia menggelengkan kepalanya, "Gak Beb, dengerin gue dulu."

Beby menarik tangan Shani untuk masuk ke dalam, ia mendekat ke arah Gracia, tangannya menunjuk dada Gracia.

"Semuanya udah jelas, lo chat-an sama Anin, lo jalan sama Anin. Oh," Beby terkekeh, ia tersenyum miring, "Jangan bilang waktu kalian dateng bareng itu kalian habis jalan."

Beby menggeleng-gelengkan kepalanya, "Gue gak habis pikir sama lo, Gre. Apa gak ada orang lain selain Anin? Hah?"

Shani menarik tangan Beby, "Udah cukup, Beb."

Beby tersenyum miring melihat Gracia yang sedari tadi terdiam, ia tertawa kecil, padahal tadi Gracia ingin menjelaskan, tapi sekarang malam diam. "Kenapa diem? Semua itu bener, kan? Lo beneran bangsat, Gre."

"Kak Gracia." Vivi tiba-tiba sudah berdiri di belakang Gracia. Tidak ada yang menyadari kedatangan Vivi yang secara mendadak.

Gracia menoleh ke belakang, lalu dengan cepat Vivi memukul wajah Gracia dengan kuat sampai tubuh Gracia miring ke kiri.

SemicolonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang