13. Ketemu

1.5K 195 5
                                    

Disinilah Mira berada, duduk di salah satu sofa berhadapan dengan Shani dan Gracia. Ia seperti sedang menjalani masa sidang. Coolfever masih menempel erat di dahinya. Tubuhnya sudah baikan tapi suhu tubuhnya masih cukup tinggi.

Tangannya yang sedang memegang ponsel langsung bergetar saat melihat apa yang ditampilkan di layar ponselnya. Rumor tentang Vivi sudah menyebar ke semua orang. Mungkin saja orang luar sekolah juga tau tentang hal ini.

Ia menggelengkan kepalanya melihat satu persatu foto yang cukup ia kenal. Dan juga video saat Vivi memecahkan mading utama.

"Mungkin ada yang bisa kamu jelasin?" tanya Shani dengan nada yang sedikit santai.

Setelah kejadian antara dirinya dengan Vivi di dalam mobil, ia segera menelfon Gracia untuk menjemputnya di tempat itu juga. Ia menceritakan semua yang terjadi di pagi hari pada Gracia.

Mira meletakkan ponsel di atas meja, lalu tangannya terangkat untuk melepas coolfever di dahinya. Ia bahkan bingung harus cerita mulai dari mana. Ia juga mendapat kabar dari Dey tentang semuanya, tentang kemungkinan Vivi akan di keluarkan dari sekolah.

"Semua foto ini bohong." Shani membulatkan matanya. Kalau foto ini bohong, kenapa terlihat jelas wajah adiknya? Dan foto ini terlihat nyata.

"Bohong gimana maksud kamu?" tanya Gracia.

Mira mengambil ponselnya lalu ia berikan kepada Gracia. Ia menjelaskan secara runtut apa yang sebenarnya terjadi pada malam itu. Tapi ia tidak menjelaskan tentang dirinya, ia hanya ingin Shani dan Gracia tidak langsung percaya pada foto itu.

"Iya sih, waktu dia pulang, aku sama sekali ga cium bau alkohol." Mira menjentikkan jarinya, setuju dengan ucapan Shani.

"Dia ga pernah main sama cewek, dia gunain kamar cuma buat tidur." terang Mira.

Gracia mengangguk-anggukkan kepalanya, bisa jadi yang diucapkan Mira benar. Sesaat kemudian ia sadar, ia menoleh ke arah Mira. "Kok kamu bisa tau secara detail?"

Helaan napas keluar dari mulut Mira, sepertinya ia harus terus terang kepada mereka berdua. "Cewek yang di foto itu aku."

"Hah?"

"Gimana-gimana?" tanya Shani, ia sampai merebut ponsel Mira, memperbesar foto-foto itu. Sama sekali tidak terlihat kalau itu wajah Mira.

"Bukan cewek yang duduk di kursi bar," ucap Mira, lalu Shani menggeser foto berikutnya. Pantas saja wajahnya tidak mirip, orang bukan di foto ini. Untung Shani cantik.

"Kok bisa?" tanya Gracia. Mira mengangkat kedua tangannya ke atas, meminta untuk Gracia dan Shani tenang, lalu ia akan menceritakan semuanya.

Ia mengatakan alasan mengapa setiap tanggal 3 ia selalu pergi bersama Vivi, bahkan menginap sampai seminggu. Ia menceritakan tentang papah dan mamahnya dan kehidupannya yang sebenarnya.

Kedua mata Mira berkaca-kaca, suaranya pun mulai bergetar saat mengingat bagaimana kehidupannya yang pahit. Ia mendongakkan kepalanya, menahan agar air matanya tidak keluar.

"Jadi setiap orang tua aku berantem, aku selalu ngajak Badrun keluar atau gak nginep disini." lirih Mira.

Shani berdiri, ia berganti posisi duduk tepat di samping Mira. Tangannya terulur menarik Mira ke dalam pelukannya. Kadang disaat seperti ini Mira hanya membutuhkan sebuah pelukan yang tulus.

Ia dapat kembali merasakan kehangatan yang selama ini hilang. Ia menemukan sosok penuh kasih sayang di dalam tubuh Shani. Seandainya Shani adalah kakaknya, ia akan sangat bersyukur sekali.

"Kamu minum?" tanya Gracia tiba-tiba. Shani mendelik mendengar pertanyaan Gracia yang terlalu tepat sasaran. Mira terdiam sebentar lalu mengangguk pelan.

SemicolonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang