37. Masa Depan

1.3K 177 9
                                    

“Kapan sih lombanya?” tanya Ara.

Chika menoleh sekilas kemudian ia melanjutkan memasukkan peralatan tulis ke dalam tasnya. “Dua mingguan lagi lah.”

Ara menganggukkan kepalanya, ia juga bersiap, setelah ini ia akan ada rapat dan latihan dengan klub dance. Ara menarik lengan jaket Chika, “Lu sama kak Vivi udah pacaran?”

Chika hanya melempar senyum ke arah Ara kemudian berjalan keluar dari kelas sambil melambaikan tangan, “Dah.”

Ara berdecak sebal, setiap kali ia bertanya kepada Chika selalu dijawab dengan senyuman, padahal ia penasaran dengan hubungan mereka, masa ia harus bertanya kepada Vivi, bisa habis masa depannya di dance. Ara menghela napas panjang, ia berjalan keluar kelas menuju ruang dance.

Langkahnya terhenti saat melihat Fiony berada di lapangan basket sekolahnya, ia berdiri di belakang koridor, padahal Fiony tidak memberitahuinya jika hendak ke sekolahnya. Mungkin sekolah sebelah hendak melakukan tanding lagi dengan sekolahnya, dilihat dari seragam basket yang dikenakan Fiony. Ara tersenyum saat Fiony mendongak ke arahnya, ia melambaikan tangannya dan dibalas oleh lambaian tangan oleh Fiony. Oh, sungguh indah.

Tiba-tiba tas Ara di tarik, Ara menoleh ke belakang, ia menatap tajam ke arah Zee. “Apaan sih, Zee.”

“Kumpul.” Tegas Zee.

“Bentar.”

Zee menggelengkan kepalanya, ia tetap menarik tas Ara. “Mau dimarahin kak Dey lagi?”

Ara mendengus sebal, latihan kemarin ia sempat kena marah Dey karena gerakannya terlalu cepat dan ia menyenggol beberapa orang. Ara menarik tasnya kemudian ia berjalan di samping Zee, sepulang latihan nanti ia masih bisa bertemu dengan Fiony.

“Tanding lagi, kak?” tanya Chika saat melihat anak sekolah sebelah berada di lapangan basket.

Ariel menoleh, “Ide Feby.”

Chika mengangguk pelan, ia membuka lokernya untuk mengganti seragam sekolahnya dengan seragam basket. Saat ia mengganti bajunya, matanya melirik ke satu kardus di sudut ruangan, ia penasaran dengan isi kardus itu. 

“Kardus isinya apa, kak?” Chika berjalan menghampiri Ariel sambil merapikan seragamnya.

“Seragam baru buat lomba nanti.”

Kedua mata Chika berbinar, ia tidak sabar memakai seragam baru itu. Saat ia hendak menghampiri kardus itu dan mengintip seperti apa warna seragam itu, bajunya ditarik oleh Ariel. Chika menoleh ke belakang, Ariel menggelengkan kepalanya.

“Ayo, yang lain udah turun.”

Chika mengerucutkan bibirnya, ia berjalan di samping Ariel sambil menundukkan kepalanya. Ariel merangkul pundak Chika, ia sedikit berbisik ke telinga Chika. “Tunjukkin kemampuan lo kalo lo mau jadi pemain inti buat lomba nanti.”

Chika membulatkan matanya, ia mengangguk mantap, Ariel tersenyum miring melihat Chika kembali bersemangat. Chika melompat-lompat kecil, Ariel menggelengkan kepalanya, padahal tanpa Chika melakukan itu, Feby sudah pasti memasukkan Chika ke dalam pemain inti.

Bahkan daftar pemain inti dan pemain cadangan sudah keluar beberapa hari yang lalu, dan tentu saja dirinya dan Feby yang menentukan siapa yang dikira pantas dan wajib berjuang sejak kuarter pertama.

Chika berjalan menghampiri Fiony yang sedang pemanasan ringan, Ariel membelokkan ke arah Tasya yang berdiri, ia terkekeh melihat temannya itu sesekali menguap. 

“Kayak habis lembur aja.” Sindir Ariel.

Tasya menatap malas ke arah Ariel, “Gue begadang buat ulangan hari ini.”

SemicolonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang