48. God's plan

1K 151 2
                                    

"Are you okay?"

Vivi mengangguk pelan, ia sibuk membaca dokumen di depannya. Baru saja bu Gaby masuk ke dalam ruangannya dan memberikan hasil rapat siang hari ini. Sekarang ia harus membaca dan memahami hasil rapat itu, sudah hampir seminggu ia meninggalkan rumahnya dan cepat atau lambat ia harus memimpin perusahaannya tanpa embel-embel ayahnya atau bu Gita atau pak Amar.

"You lie." Oniel menarik kursi di depan meja Vivi lalu duduk disana. Ia mendapat pesan dari ibunya kalau Vivi sedang mencarinya jadi ia langsung saja masuk ke dalam ruangannya Vivi.

Vivi menghela napas panjang, ia menarik laci mejanya mengeluarkan kardus berisi ponsel lalu meletakkan di atas meja. Oniel mengambil kardus itu, jarang sekali ia melihat merek hape seperti itu walaupun bentuknya hampir sama dengan miliknya.

"Vivo X50 pro?"

Vivi menganggukkan kepalanya, "Pak Amar beli dari pabriknya langsung, Tiongkok."

Oniel menoleh, ia menatap ke arah Vivi. "Kamu dibeliin hape baru tapi gak kelihatan seneng."

"Because i don't want it." Ucap Vivi.

Oniel meletakkan ponsel itu di atas meja, "Why?"

Vivi menggeleng pelan, ia tidak ingin memberitahu Oniel alasan mengapa ia datang kemari dan tidak ingin membeli ponsel baru.

"It's complicated." Gumam Vivi.

"Yaudah buang aja hapenya." Ucap Oniel.

Vivi menoleh, "Lo gak bisa beli hape trus lu buang gitu aja, harga satu hape bisa buat nyicil beli motor."

"Yaudah pake."

Vivi mendengus sebal, "Gak semudah itu."

Oniel menatap malas ke arah Vivi, ia menyuruh membuang hape itu katanya sayang, tapi disuruh make gak mau. Ia bingung dengan manusia labil di depannya ini.

"So, what do you want?" Tanya Oniel.

Vivi memutar-mutar pena di tangan kirinya, ia hanya ingin pergi, itu saja. Tapi benaknya masih ada yang mengganjal, dan ia tidak tahu apa itu. Seperti ada yang salah dan harus diperbaiki.

"Gue pengen hidup normal." Ucap Vivi setelah beberapa saat berpikir.

Oniel mengerutkan keningnya, ia bingung dengan permintaan Vivi. Yang ia lihat, Vivi hidup seperti manusia normal pada umunya, bahkan Vivi adalah orang yang sangat lebih, bisa menjadi pemimpin perusahaan diusia yang sangat muda.

"Gue tahu gue punya segalanya, tapi gue ngerasa kehilangan sesuatu." Gumam Vivi.

Oniel menatap ke arah Vivi, mereka saling menatap. "Apa?"

"Love, affection." Lirih Vivi.

Yah, Oniel pernah diceritakan oleh bu Gaby tentang kehidupan da keluarga Vivi saat di Indonesia. Benar-benar rumit dan sulit diterima akal sehat.

"Find it."

Vivi menggelengkan kepalanya, "Gak bisa."

"Kenapa?" Tanya Oniel.

"Udah gue lepas."

Oniel sekarang paham, ia sudah mengerti sudut pandang dari Vivi. Entah apapun itu atau siapapun itu yang dilepas oleh Vivi sebelum datang kesini adalah sesuatu yang sangat berharga bagi Vivi.

Vivi menghela napas panjang, ia mengambil kardus ponselnya, menatapnya sekilas. "Mungkin bakal gue kasih ke orang lain aja."

Oniel menarik kotak kardus itu, ia menatap tajam ke arah Vivi. "Kenapa lari terus?"

SemicolonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang