44. Cuma

1K 215 18
                                    

"Kalau begitu jemput saya jam 2 siang." Ucap Vivi. Ia sedang mengobrol dengan pak Amar lewat telfon. Ucapannya bukan main-main, sore nanti ia akan langsung terbang ke Thailand, meninggalkan semuanya disini.

"Baik, bu."

Vivi mengangguk pelan, lalu ia menutup telfon itu. Sekarang jam 12, masih ada 2 jam sebelum Amar menjemputnya lalu membawanya ke bandara.

Shani mengetuk pintu kamar Vivi sekali, ia berdiri bersama Beby di depan kamar Vivi. Setelah melihat video dari ponsel Vivi tadi, mereka sadar dan mengerti mengapa Vivi bisa sampai semarah itu.

"Dek, kamu yakin mau pergi?" Tanya Shani, ia berjalan menghampiri Vivi yang duduk di tepi kasur.

Vivi menoleh, ia mengangguk kecil, "Kemarin ragu sekarang yakin."

Shani duduk di samping Vivi, ia meraih tangan Vivi, walaupun ia tahu kalau Vivi harus pergi tapi rasanya sangat berat untuk melepas Vivi sendirian di negara orang.

Beby menghela napas panjang, ia menarik kursi lalu duduk di atasnya, ia menatap ke arah Vivi yang terus menunduk, ia merasa sedikit bersalah karena tidak berusaha melihat kejadian dari sudut pandang Vivi.

"Flight jam berapa?" Tanya Beby.

Vivi menoleh, "Jam 3 kurang 15 menit."

"Pasportnya?"

"Udah diurus sama pak Amar." Jawab Vivi.

Shani melepas tangan Vivi lalu berdiri, "Kamu mau bawa apa biar kakak bantu siapin."

Vivi tersenyum tipis, keputusannya sudah bulat. "Aku gak bawa apa-apa."

Beby mengerutkan keningnya bingung, "Trus?"

Vivi menghela napas panjang, ia menampilkan senyum terbaiknya. "I wanna start a new life."

"Hei." Beby berpindah menjadi duduk di samping Vivi, ia melihat tangan kanan Vivi yang diperban oleh Shani untuk mengobati luka. "Gue paham kalo lu kecewa atau marah."

Vivi mengangguk pelan, ia menoleh ke arah Beby. "Ya."

"Gak ada yang mau lo obrolin?"

Vivi terdiam sebentar, lalu menggeleng pelan. "I think no."

Beby menyentuh pundak Vivi, "Gue bisa minta tolong kak Ve buat nyelidikin ini."

"Kak," Vivi menatap ke arah Beby dan Shani secara bergantian, ia tersenyum. "It's too late, it's over now."

Shani menarik kursi lalu duduk di depan Vivi, "Kalo gitu kakak ikut kamu."

Vivi menggeleng pelan, "I'm fine, ada pak Amar juga."

Shani menatap Beby, ia menggelengkan kepalanya, "Beb, gue gak bisa."

Beby menghela napas panjang, ia benar-benar bingung, ia dihadapkan dengan sebuah masalah yang dimana ia tidak mendapat petunjuk dari teka-teka itu.

Beby menarik tangan Shani untuk keluar dari kamar Vivi, "Waktunya sisa dua jam, masih ada kesempatan buat batalin tiket pesawatnya."

"Tapi gimana?"

"Serahin ke gue." Ucap Beby dengan sangat yakin, Shani menatap penuh harap kepada Beby.

Beby mengatur napasnya, ia kembali masuk ke dalam kamar Vivi. "Mau minum?"

Vivi terdiam sebentar lalu menganggukkan kepalanya, ia mengambil jaketnya lalu keluar dari kamarnya bersama Beby. Mereka masuk ke dalam mobil Beby, Vivi tidak tahu kemana Beby akan membawanya.

"Lo dapet video dari siapa?" Tanya Beby.

Vivi menggeleng pelan, ia menatap keluar jendela. "Gak tau."

SemicolonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang