39. Keputusan

1.2K 167 8
                                    

"Apa gue disini dulu aja, ya." Gumam Shani.

Vivi menggelengkan kepalanya, "Aku gapapa sendirian disini kok."

Beby menjentikkan jarinya, "Kita jemput Chika trus pulang sebentar habis itu kesini lagi."

Shani menghela napas panjang, ia menganggukkan kepalanya lalu berdiri. Tangannya mengusap puncak kepala Vivi, "Kamu disini dulu, jangan kemana-mana."

Vivi tersenyum, "Iya."

Sudah hampir 7 jam mereka duduk di bangku depan ruang operasi, dan selama itu pula ayahnya yang terkena serangan jantung belum selesai dioperasi. Entah apa yang dilakuin dokter itu di dalam sana sampai memakan waktu begitu lama.

"Jangan lupa balikin sepedanya." Pesan Vivi kepada Beby.

Beby menatap malas ke arah Vivi, "Iye."

Padahal ia tadi berniat menjemput Vivi di sekolah, tapi ia sudah diberitahu Shani jika Vivi sudah sampai di rumah sakit. Ia cukup terkejut saat mengetahui Vivi kesini sambil mengayuh sepeda dengan kondisi lutut kiri yang tidak 100 persen fit.

Beby masuk ke dalam mobilnya, ia memasang seatbelt ke tubuhnya. Tangannya menyalakan mesin mobilnya, ia menoleh saat Shani yang duduk di sampingnya memanggil nanya.

"Beb,"

"Hn."

Tangan Shani terulur untuk mengatur suhu ac di dalam mobil itu. "Tadi gue dapet telfon."

"Dari?" 

Shani menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi, ia menarik seatbelt dan menguncinya. "Gak tau, ngakunya temennya ayahnya Vivi."

"Lo dapet kabar dari dia?"

Shani menganggukkan kepalanya, "Gue langsung kesana, siapa tau bisa ketemu orang itu, tapi pas sampe disana ayahnya Vivi udah masuk ke UGD."

"Aneh," gumam Beby. "Kenapa bisa tau nomer lo coba?"

Shani mengangkat kedua bahunya ke atas, “Gue juga gak tau."

"Harusnya besok bokapnya balik ke Thailand, kan?"

"Iya."

Beby melirik Shani sekilas, "Badrun udah ngasih keputusan?"

"Udah."

"Apa?"

Shani menoleh ke arah Beby, "Dia setuju."

Beby mengangguk-anggukkan kepalanya, ia juga menebak jika Vivi akan mengambil tawaran itu. Tapi dengan kondisi ayahnya Vivi yang seperti ini, bisa jadi setelah ini Vivi langsung pergi ke Thailand.

"Pilihannya dua." Ucap Beby tiba-tiba.

Shani mengerutkan keningnya, "Apa?"

"Perusahaannya yang dilepas atau sekolahnya Badrun."

Shani terdiam, ia paham maksud ucapan Beby. Sungguh dua pilihan yang sangat berat bagi Vivi saat ini. 

"Gue kasian sama Vivi." Lirih Shani. "dia gak seharusnya nanggung ini semua."

Beby menoleh, "Shan."

"Andai gue gak kenal kak Viny, pasti sekarang Vivi masih becanda sama keluarganya." Gumam Shani.

"Shan,"

"Bener kata Vivi dulu," Shani tertawa hambar, kedua matanya berkaca-kaca, "gue cuma pembawa sial." Sambungnya.

"Udah?" Tanya Beby. Shani terdiam. "Udah nyalahin diri sendiri?"

"Gue bukan nyalahin, tapi emang kenyataannya begini, kan?"

SemicolonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang