45. Percaya

1.1K 183 8
                                    

Ariel menghampiri Chika yang sedang duduk di pinggir lapangan, ia menyodorkan sebotol aqua dan juga tisu kering kepada Chika, hal yang sama dan selalu Vivi lakukan saat sedang menemani Chika latihan basket. Chika mendongakkan kepalanya, ia menerima botol dan tisu itu.

Chika terdiam, ia hanya memandangi botol air minum itu. Helaan napas keluar dari mulutnya. Ariel menoleh, ia tahu kalau ada yang tidak beres dengan Chika apalagi kalau bukan masalah Vivi.

“Belum ngasih kabar?” tanya Ariel. Chika menggeleng pelan. “Kak Beby sama kak Shani?”

Chika menghela napas panjang, “Lagi gak ngobrol sama mereka.”

Tentu saja Chika kecewa dengan Beby dan Shani, ia masih punya kesempatan untuk bicara dengan Vivi kalau seandainya ada yang menjemputnya untuk ikut mengantar Vivi ke bandara. Hal yang sama terjadi pada Ariel, semalam ia menunggu Vivi untuk menelfonnya tapi tidak kunjung menelfonnya, atau dirinya yang bodoh karena bagaimana caranya Vivi menghubunginya ketika Vivi tidak tahu nomernya.

“Bener-bener gak ada petunjuk.” Lirih Chika.

Ariel terdiam, ia tidak bisa membayangkan bagaimana jadi Chika, ditinggal pergi tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Mungkin Vivi memang sengaja menjauh dari Chika, sehingga Vivi tidak mengabari siapa pun terkait kepergiannya ke Thailand.

“Ariel.” Ariel langsung menoleh saat seseorang memanggil namanya, ia melihat Dey, Gita dan Flora berjalan mendekatinya. Ia menghela napas panjang, entah apa yang ditinggalkan Vivi kepadanya.

“Badrun kemana?” Tanya Dey.

Ariel jadi teringat tentang perkelahian antara Vivi dan Mira semalam, ia sendiri tidak tahu apa yang mendasari Vivi untuk memukul wajah seorang teman dekat, Mira. Ariel mengangkat kedua bahunya keatas, ia menggelengkan kepalanya. “Kenapa emangnya?”

Dey berdecak sebal, ia mengambil ponselnya dan langsung memberikan kepada Ariel. “Badrun minta lu buat ngurusin klub dance.”

Ariel mengerutkan keningnya, ia membaca pesan antara Vivi dengan Dey. Ia mendengus sebal saat dengan mudahnya Vivi membebankan dirinya untuk mengurusi klub dance yang kehilangan arah. Chika menoleh, ia langsung merebut ponsel Dey yang berada di tangan Ariel dan langsung saja ia menelfon Vivi.

“Semalem gue coba telfon Badrun tapi udah gak bisa.” Ucap Dey yang tahu maksud Chika.

Chika menghela napas panjang, ia melihat kapan Dey dan Vivi bertukar pesan. Benar-benar sudah tidak ada harapan lagi untuk dirinya bisa mengobrol dengan Vivi. Chika mengembalikan ponsel itu kepada Dey lalu mengucapkan terima kasih.

“Bentar, maksud lo gimana?” tanya Ariel.

“Badrun pergi, Mira juga pergi, gak ada yang bisa diandelin.” Ucap Gita.

Ariel menganggukkan kepalanya, ia menoleh ke arah Dey, “Lu kan wakilnya.”

Flora menghela napas panjang, “Kalo yang ngurusin Dey malah jadi ancur.”

Dey terkekeh, ia tidak marah karena telah direndahkan oleh Flora, karena ia sendiri juga sadar kalau ia tidak bisa mengurusi klub dance sendirian. Ariel mengusap kasar wajahnya, ia mengangguk kecil, “Kalian hari ini latihan, kan?”

Mereka bertiga mengangguk bersamaan, “Iya.”

“Ntar habis selesai basket gue samperin.” Ucap Ariel penuh wibawa.

“Siap komandan.” Ucap mereka bertiga lalu berjalan meninggalkan Ariel dan Chika.

Ariel menghela napas panjang, ia bingung dengan Vivi yang seenak dengkul melempar tugas kepada dirinya. Ariel menoleh ke arah Chika yang sedari tadi terdiam, ia menepuk pelan pundak Chika.

SemicolonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang