Bagian 1: If I Say, I Love You

6.3K 316 12
                                    


Mata cerah itu memicing ketika sinar mentari pagi menembus jendela flat sewaan yang enam bulan ini ia tempati. Turun dari tempat tidurnya, si gadis berwajah jelita itu berjalan santai menuju dapur kecil di sudut ruangan dekat pintu masuk. Menampung segelas air dari kran dapur. Meminumnya hingga tandas sambil berjongkok. 

"Ah! Segar!" Serunya. 

Setelah sadar penuh, ia mulai menggerakkan badan. Di awali dari kepala, bahu, tangan, pinggang, hingga kaki. Gerakan pemanasan itu seperti sebuah keharusan. Katanya, supaya tubuh menjadi lebih rileks sehabis bangun tidur. 

Gadis jelita itu kemudian melanjutkan aktivitasnya dengan melipat selimut tebal yang tiap malam membungkus tubuhnya. Namun gerakan tangan harus terhenti ketika mata itu menemukan satu ponsel teronggok di dekat bantal. 

"Iya, semalam." Gumamnya.

Cepat-cepat merapikan kasur dan selimut, ia segera membuka ponsel yang ternyata berisi chat. Penuh dengan spam satu huruf. 

p

p

p

p

p

Ia kemudian mengetikkan satu kalimat. 


Sorry, semalam gue ketiduran


Isi pesan tersebut terkirim dengan cepat. Namun ia tidak berharap akan ada balasan dengan cepat. Mengingat perbedaan waktu tujuh jam yang memisahkan. Di sana, sudah siang dan itu artinya mereka sedang sibuk dengan pekerjaan masing-masing.

Seharusnya memang komunikasi itu tidaklah terlalu sulit antara satu sama lain. Tapi masalahnya kesibukan masing-masing akan menyita waktu. Ketika senggang itu di dapat, maka istirahat menjadi prioritas. 

"Pelita!" Panggil seseorang dari luar kamar. 

Gadis itu meletakkan ponselnya dan segera membuka pintu kamar. Seorang wanita muda yang sedikit lebih tua dari Pelita berdiri di depan pintu sambil tersenyum lebar. 

"Baru pulang, Grace?" Tanya Pelita pada roommate setianya sejak awal satu satu setengah tahun lalu.

"Yups!" 

"So?"

Grace, wanita berparas paduan Asia timur dan bule itu mengangkat jemari tangannya. Memamerkan cincin bermata berlian pada Pelita. 

"Dia melamarku! Kami bertunangan sekarang." Ucap Grace dengan mata berbinar. 

Pelita memeluk temannya, lalu menarik Grace untuk duduk di sofa ruang tengah sekaligus ruang tamu. 

"Artinya kamu mau pindah?" Tanya gadis itu.

"Belum. Tapi mungkin setelah semuanya settle, aku akan ikut Connor ke New York." Jelas Grace. "Tapi untuk sementara, jika dia datang bolehkan Connor menginap di sini?"

Mulut Pelita terkatup. Selama tiga tahun tinggal sendiri di Inggris. Gadis itu tidak pernah sekalipun menerima tamu lelaki. Walaupun itu teman atau pacara dari roommate-nya. Seperti sebuah peraturan tak tertulis antara dirinya dan dia.


Tidak tidak. Dia. Lelaki itu tidak pernah melarang apa pun yang Pelita lakukan. Hanya saja, satu ucapan dua setengah tahun lalu benar-benar membekas pada diri gadis itu. 

"Siapa yang tau niatnya orang? Baik pun kalau kalah sama setan, pasti goyah."

Padahal waktu itu ketika melakukan panggilan video, Pelita hanya bercerita bahwa teman serumahnya ingin membawa seorang teman lelaki untuk menginap. Beberapa hari untuk mencari pekerjaan di sekitar Oxford.

JETLAG (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang