NOTE :
✨Sebelum membaca, tekan dulu bintangnya ya. Coba hargai karya orang ya, readers
✨Ingin berkomentar? Silahkan berkata - kata dengan baik.TERIMAKASIH, SELAMAT MEMBACA!
◼️❤✨❤◼️
Kaki jenjang yang tertutup rok plisket berwarna hitam itu melangkah masuk kedalam bangunan tempat semua orang mendapatkan pengobatan, lebih tepatnya Rumah Sakit.
Langkahnya begitu tergesa, cemas. Nafasnya tersengal begitu tiba didepan sebuah ruang rawat yang diketahuinya lewat sebuah pesan.
"Assalamu'alaikum! Ya Allah Grandisio! Kenapa bisa kecelakaan gini sih?!" Semburan amarah dari bibir tipis gadis berusia 22 tahun itu terdengar nyaring begitu dirinya masuk kedalam ruang rawat yang ditempati oleh adiknya, Grandisio Raharja Salim."Wa'alaikumsalam. Aduh mbak Nitha! Ngapain sih teriak mulu." Gadis bernama lengkap Ranitha Jaya Azzahra itu menghela nafasnya pelan sembari beristighfar.
Lalu mendekat pada seorang wanita paruh baya yang duduk disamping brangkar yang ditempati oleh adiknya itu.
"Randi kenapa sih mi?" tanya Ranitha dengan kesal. Ibunya, Rastia hanya tersenyum lalu mencubit pelan lengan anak bungsunya membuat ringisan keluar dari bibir Randi.
"Dia ngebut waktu dijalan. Terus ada mobil mau masuk jalan. Eh akhirnya ngerem depan, jadi aja jatuh." Jawaban Rastia membuat Ranitha berdecak pelan lalu menjitak kepala adiknya dengan gemas.
"Sakit, mbak!" pekik Randi sembari mengusap dahinya yang nyeri. Padahal dia baru saja kecelakaan. Tapi tetap saja menjadi korban kesadisan kakaknya itu. Dasar kakak!
"Makanya nurut. Kamu kan belum punya SIM! Sok sokan mau bawa motor ke sekolah. Giliran udah gini mau ngapain hah? Nyusahin papi mami aja, dasar bandel kamu." omel Ranitha sembari menyambar sebuah gelas berisi air yang ada diatas nakas. Lalu mencari tempat untuk duduk dan meneguk isinya hingga tandas.
"Dasar nenek sihir. Marah - marah mulu." Umpat Randi sembari memejamkan matanya dan mencebikkan bibir. Ranitha hanya memutar bola matanya malas. Adik nakal!
"Oh iya mi. Papi mana? Udah dihubungin?" tanya Ranitha karena sedari tadi tidak melihat kehadiran ayah tersayangnya itu. Di umurnya yang sudah hampir mencapai kepala lima, ayahnya masih sibuk mengurusi pekerjaannya sebagai pemilik konveksi terkenal di Bandung.
"Papi masih ada urusan sama temennya. Udah mami kabarin. Nanti jam 3 kesini kok." Jawab Rastia seraya mengelus bahu Randi agar anaknya itu kembali beristirahat. Ranitha menganggukkan kepalanya.
"Berarti administrasi belum dibayar kan? Nitha bayar dulu ya mi. Biar tenang. Sekalian mau shalat dzuhur. Soalnya tadi buru - buru kesini." Ucap Ranitha seraya bangkit dari duduknya.
Rastia tersenyum lalu mengangguk. Membiarkan anak sulungnya mengecup puncak kepalanya sebentar.
"Mami mau sekalian dibawain makanan?" tanya Ranitha sebelum membuka pintu ruangan itu. Rastia menggelengkan kepalanya.
"Ga usah. Mami udah makan tadi nak. Gih shalat." Tanpa menjawab lagi Ranitha pun segera keluar dari ruangan itu setelah mengucapkan salam.
Ranitha melangkahkan kakinya menuju meja resepsionis yang ternyata tidak terlalu jauh dari ruangan adiknya itu. Beruntung Randi dirawat di lantai 1 dan memudahkan aksesnya untuk kemana - mana.
"Permisi suster." Ucap Ranitha dengan ramah seraya tersenyum manis. Seorang suster bernama Anisa itu langsung tersenyum menatap Ranitha.
"Iya, mbak. Ada yang bisa saya bantu?" tanya Anisa. Ranitha menganggukkan kepalanya dengan semangat.
"Mau bayar administrasi atas nama Grandisio Raharja Salim, sus." Jawab Ranitha sembari mengeluarkan dompet dari tasnya. Anisa mengangguk lalu mulai mencari nama tersebut dalam buku catatan pasiennya.
"Oh iya. Pasien kecelakaan motor tadi pagi ya, mbak. Totalnya dua juta lima ratus ribu rupiah untuk rawat inap selama 3 hari." Ranitha tersenyum lalu mengeluarkan kartu kreditnya pada Anisa. Tak lama kemudian, transaksi pun beres.
"Terimakasih ya, suster. Saya permisi." Ucap Ranitha setelah menerima bukti pembayaran dan kartunya lagi. Anisa tersenyum ramah lalu mengangguk.
"Sama - sama mbak."
Ranitha langsung melangkah keluar menuju ke masjid yang ada didepan Rumah Sakit itu.Jam sudah menunjukkan pukul satu siang dan dia belum shalat dzuhur juga makan siang. Tapi lebih baik dia shalat dzuhur dulu agar lebih tenang.
Namun saat dia hendak melepaskan sepatu yang dikenakannya sembari berpegangan pada rak, seseorang menyenggolnya cukup kuat hingga dia terjatuh.
"Astagfirullah!" Ranitha meringis kesakitan. Bokongnya terasa nyeri.
"Ya Allah, mbak. Saya minta maaf. Saya nggak sengaja." Tunggu. Suara yang terdengar familiar ditelinga Ranitha.
Suara yang ia simpan baik - baik dalam otaknya. Suara yang melantunkan surah AL-Qalam dan ia jadikan sebagai alarm di ponselnya.
Ranitha mendongak dengan cepat dan matanya melotot seketika.Ya Allah!
Benar dugaannya.
Benar apa yang difikirkannya!
Lelaki yang ia selalu sebut namanya dalam 5 tahun belakangan ini dalam sepertiga malamnya!
Lelaki yang menjadi inspirasi dan motivasinya untuk berubah menjadi lebih baik!
Muhammad Atiatul Muqtadir!
Ya, sang ketua BEM KM UGM yang terkenal pada masanya.
Yang menjadi motivasinya untuk bisa mendapatkan salah satu bangku di Fakultas favoritnya di UGM 5 tahun lalu!
Lelaki yang terkenal se-Indonesia karena keberaniannya dalam berpolitik dan menyampaikan aspirasinya saat itu.
Menjadi idola kaum hawa saat ia masih duduk dibangku SMA karena kepintaran dan parasnya yang tampan!
Kini lelaki itu berdiri dihadapannya menggunakan jas dokter kebanggaannya.
Dengan gagah dan tampannya, lelaki berusia 26 tahun itu tersenyum padanya dengan mata yang sedikit menyipit.
"Mbak?" Ranitha langsung mengerjap dan menunduk. Merutuki kebodohannya yang begitu memuja lelaki yang akrab disapa Fathur itu.
Jantungnya berdetak lebih cepat. Tangannya mulai mendingin dan Ranitha langsung menggelengkan kepalanya. Dia pun segera bangkit.
"Saya gapapa, mas. Permisi." Tanpa menatap lelaki itu lagi dan sembari mengepalkan tangannya, Ranitha langsung berjalan masuk kedalam masjid. Meninggalkan sang pujaan hati yang tampak menghela nafasnya pelan.
Ranitha memejamkan matanya sembari bersandar di balik tembok masjid. Memegangi dadanya yang berdebar.
Kenapa otaknya tiba - tiba error begini? Ya Allah. Bagaimana bisa lelaki yang hanya sekali seumur hidupnya ia tatap secara langsung, bisa ada disini? Di kota yang sama dengannya? Dengan profesi dokter gigi yang diidamkan oleh lelaki itu?
Ranitha tidak bodoh. Ranitha tidak berhalusinasi. Itu jelas Fathur! Lelaki yang ia stalk akun instagramnya setiap hari.
Tidak pernah ada petunjuk jika Fathur bekerja di Rumah Sakit ini, karena isi akun instagramnya hanyalah sekumpulan kutipan pesan dan kegiatannya diluar atau bahkan kegiatan politiknya.
" Ya Allah, astagfirullah. Kenapa hati Nitha jadi seperti ini? Ya Allah ada apa dengan jantung Nitha? Ya Allah Nitha memohon ketenangan hati kepada-Mu ya Allah." Ranitha menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
Berusaha mengatur nafasnya sebisa mungkin agar dia tidak lepas kendali. Lebih tepatnya terlalu bahagia karena bisa bertemu dengan lelaki itu untuk kedua kalinya.
Ya Allah!
◼️❤✨❤◼️
Typo?
Mohon dimaklumi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Abadi Seindah Mimpi✓
RandomMohon maaf kalau ada kesalahan kata karena masih dalam proses pembelajaran. Juga maaf kalau alur cerita yang mungkin kurang menarik karena inspirasi datang dari berbagai cara. Satu pinta author, jadilah pembaca yang bijak dan bisa mengambil setiap p...