18.CASM : Kenyataan Pahit

444 39 0
                                    

NOTE :
✨Sebelum membaca, tekan dulu bintangnya ya. Coba hargai karya orang ya, readers
✨Ingin berkomentar? Silahkan berkata - kata dengan baik.

TERIMAKASIH, SELAMAT MEMBACA!

◼️❤✨❤◼️

Fathur melangkahkan kakinya memasuki sebuah cafe yang tak lain adalah milik Ranitha.

Dia baru dapat kabar dari Ranitha jika gadis itu sedang pusing memikirkan laporan keuangan cafenya, maka dari itu Fathur berniat untuk datang dan membantu.

"Assalamu'alaikum." Ranitha yang sedang bergelut dengan setumpuk berkas berisi aneka ragam laporan keuangan itu langsung mendongak dan mendapati Fathur yang berdiri diambang pintu. Ranitha tersenyum melihatnya.

"Wa'alaikumsalam mas. Sini masuk, mas. Duh berantakan nih." Fathur terkekeh melihat wajah panik Ranitha. Ada dua buah laptop diatas mejanya, setumpuk berkas dan masih banyak lagi.

"Capek banget ya?" tanya Fathur setelah mereka duduk bersebelahan di sofa hitam itu. Ranitha menganggukkan kepalanya pertanda jawaban.

"Karena ini udah masuk pertengahan tahun, jadinya harus bikin laporan. Nitha harus nge-handle sendiri." keluh Ranitha seraya membereskan kertas yang masih berserakan diatas mejanya itu.

Setiap enam bulan sekali, dia pasti akan mengadakan meeting dengan para manager disetiap cafe. Jadi, dia juga harus mengecek satu persatu laporan para manager itu.

"Oh iya, mas udah pesen?" Fathur menggelengkan kepalanya sembari membaca sebuah berkas yang ada didepannya. Laporan keuangan bulan kemarin.

"Nanti aja gampang itu. Sini saya bantuin." Ranitha mengangkat kedua alisnya tak percaya, Fathur akan membantunya?

"Mas Fathur bisa?" Fathur menatap Ranitha yang tampak ragu. Dia pun tersenyum menggoda kearah Ranitha.

"Apa sih yang calon suami kamu ini nggak bisa?" Ranitha langsung mengulum senyum meronanya mendengar ucapan Fathur.

"Tapi nanti ngerepotin mas." Sela Ranitha saat Fathur mulai memangku laptopnya. Fathur menatap Ranitha lagi lalu menggeleng.

"Nggak ngerepotin sama sekali. Saya pusing kalau terus ngelihat gigi orang, jarum suntik dan sebagainya. Kan kalau gini itung - itung refreshing." Jawab Fathur berusaha meyakinkan Ranitha. Ranitha pun akhirnya tersenyum lalu menganggukkan kepalanya.

"Makasih ya mas." Fathur menganggukkan kepalanya dan mulai menatap laptop yang menyajikan berbagai angka itu.

"EYO ASSALAMU'ALAIKUM WAHAI PENGHUNI SUR..WHAT!!!!" Suara melengking itu membuat Fathur dan Ranitha yang sedang fokus pada laptop langsung mendongak.

Ranitha menahan nafasnya begitu melihat Hani yang datang bersama Satya. Lelaki yang menghilang dari hadapannya beberapa minggu ini.

"Masya Allah, ada pangeran disini." Ranitha melirik Fathur yang tampak berusaha santai saat Hani dan Satya menduduki diri dihadapan mereka.

"Ran, kok nggak bilang sih calon suami lo mau kesini? Gue kan bisa ajak Vita sama Nura. Lo mah ah." Ucapan frontal Hani membuat Ranitha melotot dan tentunya mendapat tatapan penuh tanya dari Fathur juga Satya.

"Calon suami? Jadi dia calon suami kamu Ran? Serius?" Ranitha menatap Satya yang memasang ekspresi tak percaya dan meremehkan itu. Ranitha menghela nafasnya.

"Iya, saya calon suaminya Ranitha. Em..mas sendiri temannya Ranitha ya?" jawaban dari Fathur cukup membuat Satya mengepalkan tangannya lalu bangkit dan pergi meninggalkan ruangan itu.

"Eh bang Satya, jangan tinggalin gue!" Hani memekik saat pintu ruangan tertutup dengan keras membuat Ranitha terlonjak kaget.

"Gue duluan ya Ran, mas Fathur. Duh soalnya gabawa motor nih, gue nebeng sama si bang Sat. Maaf juga ya jadi ngeganggu. Duluan ya, nanti calling aja okey. Assalamu'alaikum." Ranitha menghela nafasnya pelan saat Hani berlari keluar ruangannya untuk mengejar Satya.

"Wa'alaikumsalam." Fathur menatap Ranitha yang kini mengusap wajahnya kasar sembari menggelengkan kepalanya. Bingung harus melakukan apa lebih tepatnya.

"Satya siapa?" Ranitha langsung menatap Fathur yang tampak penasaran. Ranitha meringis melihatnya. Apakah Fathur marah padanya? Ya Allah, baru juga selesai masalah kemarin.

"Dia mantan gebetan Nitha waktu sekolah, mas." Jawaban Ranitha membuat Fathur membuang pandangan sebentar kearah laptop yang masih ada dipangkuannya.

"Nggak pacaran?" Ranitha menggeleng cepat mendengarnya. Pacaran darimana? Dilirik saja tidak.

"Mau pacaran gimana mas, orang dia mau jadi temen Nitha aja itu udah untung. Nih ya, Nitha ceritain. Di sekolah tuh waktu itu banyak yang Nitha sukain, cuman yang nempel dikit mah cuman Satya sama Alan karena kita satu organisasi kan waktu itu. Cuman gimana, Nitha ga cantik, ga mulus, akhlaknya masih amburadul jadi aja gada yang mau ngajakin pacarin. Oiya, jangan lupain Nitha yang belum dan ga pernah pacaran sekalipun seumur hidup." Ranitha mengakhiri cerita singkatnya dengan senyuman. Fathur menghela nafasnya.

"Tapi tadi dia kaya yang kecewa gitu ngelihat kamu sama saya." Sela Fathur berusaha untuk mencari fakta lain. Ranitha mengusap wajahnya yang untung saja tidak pernah ia poles dengan apapun.

"Dia ngelamar Nitha sebelum mas ngelamar Nitha." Ucapan Ranitha sontak membuat Fathur melotot mendengarnya. Melamar?

"Mas jangan salah paham dulu. Jadi, Satya tuh ngerasa nyesel gitu karena milih sahabat Nitha yang akhirnya nikah sama orang lain. Inget saat mas ngasih gamis waktu itu, disitu Satya juga ngomong ke Nitha. Dia nanya apakah Nitha mau menikah sama dia atau nggak. Tapi Nitha tolak dengan alasan ya Nitha nggak mau lagi. Dia ngilang sampai tadi baru berani nongol lagi. Nitha juga kaget kok tiba - tiba dia dateng. Tapi demi Allah, Nitha nggak ada hubungan apa - apa sama dia, mas. Mas Fathur percaya kan?" papar Ranitha sejelas mungkin.

Ranitha pun akhirnya memilih diam dan menundukkan kepalanya setelah mendapatkan ekspresi datar Fathur.

"Saya nggak marah. Saya cuman..ya, saya percaya sama kamu. Tolong jaga kepercayaan saya." Ucap Fathur sembari menatap Ranitha lekat. Ranitha sontak mendongak dan menelan salivanya. Dia mengangguk perlahan.

"Iya mas. Nitha mana mungkin sih mau nyakitin atau ngancurin kepercayaan orang yang Nitha cinta. Mas mau sama Nitha aja udah bersyukur banget, yakali Nitha berani ngelakuin hal diluar nalar." Perkataan Ranitha membuat helaan nafas kasar terdengar oleh Fathur.

"Ranitha, dengar saya. Saya nggak mau kamu ngomong gitu lagi seolah kamu yang paling beruntung disini. Saya yang lebih beruntung disini. Paham?" Fathur tidak kuat lagi sebenarnya untuk tidak memeluk gadis dihadapannya. Tapi tidak boleh.

"Iya mas. Nitha minta maaf." Ranitha memasang senyum kikuknya. Fathur tersenyum lalu menganggukkan kepalanya.

"Gausah difikirin lagi. Makan siang yuk." Ajak Fathur. Ranitha menganggukkan kepalanya. Dia juga merasa lapar.

"Ayo, mau makan dimana mas?" tanya Ranitha sembari merapikan berkas yang berceceran diatas mejanya.

"Waktu itu dideket sini saya lihat ada yang jual mie ayam gitu. Kamu mau makan itu nggak?" ucap Fathur yang diakhiri pertanyaan. Dia baru selesai menyimpan file yang dikerjakannya.

"Oh itu. Ayo mas. Nitha juga lumayan langganan kok. Enak banget disana tuh, komplit lagi." Jawab Ranitha sembari menerima laptop yang Fathur berikan padanya lalu meletakkannya diatas meja kerjanya.

"Yaudah ayo." Ranitha dan Fathur pun bangkit dari duduk lalu melangkah bersama keluar menuju penjual mie ayam yang Fathur maksud itu.

◼️❤✨❤◼️

Typo?

Mohon dimaklumi.

Cinta Abadi Seindah Mimpi✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang