12.CASM : Dibuat Risih

418 42 1
                                    

NOTE :
✨Sebelum membaca, tekan dulu bintangnya ya. Coba hargai karya orang ya, readers
✨Ingin berkomentar? Silahkan berkata - kata dengan baik.

TERIMAKASIH, SELAMAT MEMBACA!

◼️❤✨❤◼️

Ranitha dan Fathur melangkah menuju mobil setelah selesai berpamitan pada anak - anak untuk pulang karena jam sudah menunjukkan pukul setengah delapan malam dan mereka baru selesai shalat isya berjamaah.

"Makan malam dulu ya?" tawar Fathur setelah duduk dibangku kemudi. Ranitha menatap Fathur sebentar.

"Mas nggak capek?" tanya Ranitha balik. Fathur tersenyum tipis lalu memasang sabuk pengamannya dan mulai menyalakan mesin mobilnya.

"Nggak apa - apa kok. Saya malah khawatir kamu laper. Jadi ayo makan malam dulu. Mau dimana?" tanya Fathur lagi sembari melirik spion, setelahnya membawa mobilnya masuk kedalam jalan raya.

"Terserah mas aja." Jawab Ranitha sekenanya seraya mengusap peluh didahinya. Rasanya hari ini melelahkan sekaligus membuatnya senang.

"Mau restoran atau pinggir jalan, Ran?" tanya Fathur lagi. Ranitha yang sedang mengelap tangannya dengan tisu refleks menjawab.

"Pinggir jalan aja mas. Restoran kemahalan." Jawab Ranitha dengan senyum. Fathur ikut tersenyum mendengarnya.

"Pecel lele mau?" Ranitha menjawab dengan anggukan semangat. Salah satu makanan favoritnya yang selalu membuatnya ngiler.

Setelah mencari - cari tempatnya, akhirnya Fathur menghentikan mobilnya disebuah warung makan pinggir jalan yang cukup ramai itu.

Dia pun memarkirkan mobilnya sesuai arahan dari seorang tukang parkir berompi jingga itu.

"Ayo turun." Ranitha mengangguk dan ikut turun bersama Fathur.

Mereka pun berjalan beriringan memasuki warung makan itu dan duduk disalah satu bangku yang ada dipojok. Ranitha menggigit bibir bawahnya saat mendapati tatapan aneh dari beberapa gadis disana.

"Mas, saya pesen pecel lelenya 2 porsi ya sama teh manis hangatnya juga 2." Ucap Fathur setelah mendapati seorang pemuda yang menghampiri mereka dan menanyakan pesanan.

"Baik mas. Ditunggu sebentar." Fathur mengangguk lalu tersenyum ramah. Setelahnya menatap Ranitha yang ada dihadapannya. Gadis itu tampak risau.

"Kenapa?" tanya Fathur lembut. Ranitha langsung tersentak dan menatap Fathur, dia menggeleng cepat dan tersenyum canggung.

"Nggak apa - apa mas." Jawab Ranitha sedikit gugup. Fathur tahu, Ranitha pasti tidak nyaman dengan keadaan sekitar.

Tadi, dia sadar ada sekumpulan gadis yang memperhatikan mereka dengan intens. Dan yakin, akan ada banyak akun yang menandai instagramnya.

"Jangan difikirin. Allah lebih tau yang baik buat kita." Pesan Fathur menenangkan Ranitha. Ranitha sontak beristighfar lalu mengangguk pelan, menyetujui apa yang Fathur ucapkan.

"Makasih, mas." Fathur mengangguk pelan dan tak lama pesanan mereka pun datang. Ranitha menatap berbinar makanan dihadapannya. Lengkap dan begitu menggiurkan.

"Ayo makan." Ranitha mengangguk lalu membaca doa sebelum makan. Begitupun dengan Fathur, dan tak lama mulut mereka sudah mulai mengunyah makanan yang memenuhinya.

Keduanya makan dalam hening. Tidak terburu - buru. Hanya saja Ranitha masih sedikit takut melihat tatapan dari beberapa orang.

Ada yang menatap kagum pada Fathur, juga ada yang menatap penasaran dan bingung kearahnya. Seolah bertanya siapakah gadis bersama primadona diantara gadis - gadis yang mengaguminya?

"Alhamdulillah, kenyang." Ucap Fathur setelah mencuci tangannya, Ranitha pun sama.

"Mau langsung pulang? Sudah jam setengah sembilan." Ucap Fathur setelah melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Ranitha mengangguk.

"Iya mas. Langsung pulang aja. Kasihan mas pasti capek." Ranitha menatap Fathur dengan senyumnya. Fathur mengangguk pelan pertanda setuju.

"Yaudah ayo. Tadi saya udah bayar kok." Ranitha pun mengangguk dan menyampirkan tasnya dibahu lalu mengikuti langkah Fathur untuk keluar dari warung makan itu dan masuk kedalam mobilnya.

Di perjalanan begitu hening. Tidak juga, ada lantunan lagu Maher Zein yang disiarkan oleh salah satu saluran radio. Pelan, Ranitha ikut menyanyikan lirik lagunya yang cukup ia hafal.

"Mas.." Ranitha menatap Fathur penuh harap. Fathur menolehkan kepalanya dan mengangkat kedua alisnya seolah bertanya apa.

"Mas nggak risih sama tatapan para gadis yang begitu memuja mas tadi? Maksudnya ya, jujur aja. Nitha sendiri sedikit risih karena tatapan yang gatau apa maksudnya itu dari mereka." Ucap Ranitha yang diakhiri dengan lirihan. Kepalanya langsung tertunduk.

"Saya risih jujur. Saya gapunya apapun, saya orang biasa. Tapi apa kita bisa nyalahin atau negur mereka? Mereka punya indra itu untuk digunakan hal yang baik. Jadi, jangan khawatir. Jangan risau kalau ditatap seperti itu. Terserah mereka. Dosa atau tidak, benar atau salah, bermanfaat atau tidak, biar Allah yang menilai. Kita cukup diam dan fokus akan tujuan. Paham?" Lagi, Fathur berhasil membuat rasa takut itu menguap dalam dirinya.

Ranitha mengangguk paham, dia mengerti akan maksud Fathur. Jujur, dia benci popularitas. Dia tidak mau menjadi perhatian publik. Itu tidak berguna jika dia bukan seseorang yang pandai mengatur dan menguasai diri sendiri.

Ranitha terlalu lemah untuk dihujat. Ranitha terlalu lemah untuk dibandingkan dengan yang lainnya. Sekalipun Ranitha tahu, Fathur bukanlah lelaki yang mudah akrab dengan perempuan dalam maksud untuk saling mencintai.

Tapi, masalah inilah yang membuat Ranitha ragu. Apakah ia sanggup berada disamping Fathur, apakah ia sanggup menghadapi caci maki dari para hawa yang hanya berani menghujatnya lewat perantara sosial media?

"Jangan takut, Allah dan saya sama kamu, Ran. Saya mohon, jangan menyerah begitu saja. Karena yang perlu kamu ingat dan tau. Allah mempertemukan kita untuk saling melengkapi. Dan saya akan menjaga kamu dari segala apapun itu karena Allah yang telah menakdirkan kita berdua untuk bersama. Caci maki dan hujatan itu hanyalah ujian semata yang Allah berikan untuk menguji seberapa kuat keimanan dan keteguhan hati kita."

Ranitha masih diam dan menatap kedua tangannya yang saling bertaut. Dia membuang nafasnya pelan lalu memejamkan matanya sesaat sebelum akhirnya membentuk senyuman manis di bibir merahnya.

"Yang Nitha butuhkan sekarang adalah keseriusan dan ketetapan hati mas untuk Nitha. Nitha ga akan minta banyak. Nitha ga akan nuntut. Kalau mas ragu, mas bisa bilang sebelum akhirnya sakit. Lebih baik Nitha tau dari awal. Jadi doakan Nitha, mas. Begitupun Nitha yang akan selalu doain mas Fathur."

Fathur menatap Ranitha yang tersenyum kearahnya. Senyum penuh makna dan Fathur tahu, Ranitha begitu menginginkannya.

Ranitha begitu mendambanya. Bukan dalam nafsu semata, namun ada cinta pada Allah dan dirinya dalam tatapan hangat itu.

"Keseriusan saya akan kamu ketahui tiga hari lagi. Maka saat itu juga, saya akan meminta keseriusan doa dalam sepertiga malam kamu yang senantiasa menyelipkan nama saya disana." Ranitha menelan salivanya lalu mengangguk pelan melihat tatapan dalam milik lelaki tampan itu.

Ya Allah, kuatkanlah hati keduanya. Jadikanlah mereka jodoh dunia dan akhirat untuk saling melengkapi!

◼️❤✨❤◼️

Typo?

Mohon dimaklumi.

Cinta Abadi Seindah Mimpi✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang