NOTE :
✨Sebelum membaca, tekan dulu bintangnya ya. Coba hargai karya orang ya, readers
✨Ingin berkomentar? Silahkan berkata - kata dengan baik.TERIMAKASIH, SELAMAT MEMBACA!
◼️❤✨❤◼️
Ternyata Fathur serius dengan ucapannya yang mengajak Ranitha untuk pergi tadi pagi.
Dan sekarang, lelaki itu sudah memarkirkan mobilnya tepat didepan rumah Ranitha.
Membuat Ranitha harus menyiapkan mentalnya sesiap mungkin. Untung saja Rastia sedang pergi ke rumah saudaranya.
Ranitha tidak mengerti dengan dirinya yang tampak begitu lesu. Padahal degan sadar, ia tahu dan ia tidak bermimpi jika Fathur memang mengajaknya jalan. Tapi entah kenapa rasa takut itu timbul dalam dirinya.
Sudah ke sepuluh kalinya Ranitha menatap pantulan diri di cermin. Hari ini dia tidak akan mengenakan pakaian yang mencolok tentunya.
Hanya rok berwarna hitam, kaos putih yang ditutup dengan blazer coklat muda juga kerudung segitiga yang senada dengan blazernya.
Wajahnya tak ia poles tebal. Hanya bedak dan lipgloss agar wajahnya tidak terlalu pucat.
Huft, dan ini terhitung ke dua puluh kalinya Ranitha menghela nafasnya karena kegugupan yang melanda.
Ya Allah, rasanya dia tidak tenang.
"Semoga hari ini lancar Ya Allah. Nitha memohon ridho-Mu ya Allah, Nitha harap tidak akan ada kekecewaan setelah ini meskipun mas Fathur tidak akan suka dengan Nitha. Aamiin." gumam Ranitha pelan lalu menghela nafas sekali lagi.
"Assalamu'alaikum, dok." Ucap Ranitha setelah berdiam cukup lama dibalik pintu rumahnya mempersiapkan diri untuk menyapa Fathur yang begitu tampan mengenakan kemeja putih yang lengannya digulung sebatas siku, celana jeans warna coklat muda dan kacamata yang bertengger manis di hidung mancungnya.
"Wa'alaikumsalam, Ran. Eh udah siap?" tanya Fathur sembari berdiri dari duduknya dan menatap Ranitha yang meringis malu.
"I..iya dok..tapi.." Ranitha menggantung ucapannya lalu menghela nafasnya panjang. Setelahnya dia menatap Fathur yang mengernyit bingung.
"Apa gapapa saya jalan sama dokter?" Fathur langsung menggelengkan kepalanya mendengar pertanyaan Ranitha yang menurutnya memang wajar untuk dipertanyakan.
"Memangnya saya akan menculik kamu?" Ranitha langsung mendengus pelan mendengar candaan Fathur. Dia yakin Fathur tahu apa yang ia khawatirkan.
"Maaf. Saya cuman ingin bikin kamu rileks. Jadi dengerin saya." Ucap Fathur setelah melihat Ranitha yang menunduk.
Dia mengerti akan tatapan para kaum hawa yang menatapnya setiap saat. Entahlah, dia pun lelah selalu jadi pusat perhatian dan objek fantasi itu.
"Saya bukan artis, saya bukan konglomerat dan saya bukan orang terpandang. Saya hanya manusia biasa yang berusaha melaksanakan kewajiban saya sebagai hamba Allah. Masalah popularitas itu atau bahkan menjadi pusat perhatian juga membuat saya risih sendiri."
Ranitha langsung mendongak menatap Fathur yang kini tersenyum lembut kearahnya.
Bayangkan saja, Ranitha pernah bermimpi Fathur memang akan seperti ini padanya dan sekarang semuanya terjadi.
"Saya bebas melakukan apapun, termasuk dekat dengan perempuan. Dan perempuan yang saya pilih untuk saat ini adalah kamu. Kamu yang enak diajak ngobrol, kamu yang beda dari yang lain. Membuat saya nyaman berteman dengan kamu. Jadi tidak ada masalah serius yang membuat kamu harus takut. Kalau memang bully atau fikiran buruk kamu itu terjadi sampai membuat kamu ga nyaman kenal lebih dekat sama saya, saya akan pergi. Simpel bukan?"
Ranitha menghela nafas perlahan. Entah kenapa, rasanya dia tidak rela jika Fathur harus pergi. Jika kebahagiaan itu harus sirna.
Apalagi jika Fathur memang bukan ditakdirkan untuknya. Sepertinya Ranitha akan menyesali itu seumur hidupnya karena terlalu jauh dan terlalu tinggi untuk bermimpi.
"Jadi, masih mau jalan sama saya?" tanya Fathur memastikan karena Ranitha yang hanya diam menatap ujung sepatu putih yang dikenakannya.
"Ran?" Ranitha mendongak cepat karena sedikit kaget. Dia langsung tersenyum menatap Fathur lalu mengangguk.
"Saya nggak mau menyesali semuanya dok. Kalau emang ini kenyataan dan saya sedang tidak bermimpi, saya nggak akan malu untuk mengakui kalau saya berdoa sama Allah untuk menjadikan kebahagiaan ini selamanya terjadi." Fathur terdiam mendengarnya, apalagi saat Ranitha menghipnotisnya dengan tatapan lembut dan penuh..cinta?
"Dokter Fathur punya banyak penggemar yang mungkin masih tergila - gila sampai sekarang, dan termasuk saya sendiri. Tapi untuk saat ini, izinkan saya egois sekali saja untuk mengenal dokter secara langsung. Menatap dokter dari dekat. Menjadi seorang yang teramat sangat bahagia karena bisa menjadi teman dari seseorang yang dicintainya dalam diam."
Ranitha tidak peduli lagi dengan apa yang ia ucapkan. Dia hanya sudah tidak kuat menahan semua teriakan yang tertahan ditenggorokannya setelah bertemu dengan Fathur secara langsung dan menatapnya dengan jarak sedekat ini.
"Maaf kalau ini mungkin buat dokter ilfeel sama saya. Tapi saya berusaha nggak munafik, dok. Karena saya capek, 4 kali ngeliat dokter secara langsung dan jarak yang cukup dekat, udah cukup buat saya dag dig dug ser dan gabisa tidur sama sekali. Dan sekarang, di pertemuan kelima kita, saya baru berani ngomong yang sebenarnya."
Ranitha langsung menunduk malu. Dia yakin, Fathur akan langsung tidak suka dengan sikapnya yang seagresif ini.
Tapi apa boleh buat? Dia hanya ingin mengungkapkan semuanya secara langsung karena memang dia lelah dengan apa yang difikirkannya selama seminggu ini. Terbayang wajah Fathur yang berkeliling di otaknya.
"Maka dari itu izinkan saya juga untuk menjadi salah satu pemeran dalam hidup kamu. Maka biarkanlah Allah menepati janjinya pada kamu lewat saya. Hadir dalam hidup kamu seperti apa yang kamu ucapkan dalam setiap doa sepertiga malam kamu. Jangan ragu untuk jatuh cinta sama saya, begitupun saya yang berusaha untuk mendapatkan cinta itu."
Sukses!
Fathur sukses membuat Ranitha terdiam ditempatnya dengan tatapan tak percaya. Fathur tersenyum tulus kearahnya seolah meyakinkan Ranitha lewat tatapan mautnya.
Ranitha benar - benar tidak percaya Fathur akan mengatakan hal ini. Lebih dari ketidakpercayaannya saat melihat Fathur di masjid tempo hari.
"Karena dari awal kita bertemu secara langsung, kamu buat saya tertarik. Apalagi setelah saya baca DM instagram kamu. Saya rasa saya nggak perlu jelasin lagi ke kamu."
Fathur membuang tatapannya kearah taman yang terdapat beberapa pot bunga yang berjajar manis.
"Jadi, biarkan semuanya mengalir sesuai kehendak Allah."
Ranitha memejamkan matanya dan langsung berdoa dalam hatinya. Meminta ketenangan hati dan jiwa. Berharap semoga ini bukanlah mimpi semata yang akan membuatnya sakit hati karena jatuh dari langit ketujuh.
"Jadi? Bisa kita saling mengenal lebih jauh? Berteman dekat untuk saat ini?" Pertanyaan Fathur membuat Ranitha menatapnya. Perlahan bibirnya membentuk seulas senyum manis. Kepalanya mengangguk perlahan.
"Iya dok. Saya mau." Jawaban yang membuat Fathur tersenyum dengan manis.
Dan tak berselang lama, akhirnya mobil Fathur sudah membelah jalanan menuju sebuah kedai kopi yang tak jauh dari rumah Ranitha.
◼️❤✨❤◼️
Typo?
Mohon dimaklumi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Abadi Seindah Mimpi✓
De TodoMohon maaf kalau ada kesalahan kata karena masih dalam proses pembelajaran. Juga maaf kalau alur cerita yang mungkin kurang menarik karena inspirasi datang dari berbagai cara. Satu pinta author, jadilah pembaca yang bijak dan bisa mengambil setiap p...