NOTE :
✨Sebelum membaca, tekan dulu bintangnya ya. Coba hargai karya orang ya, readers
✨Ingin berkomentar? Silahkan berkata - kata dengan baik.TERIMAKASIH, SELAMAT MEMBACA!
◼️❤✨❤◼️
Fathur pulang lebih awal. Setelah shalat berjamaah di masjid dekat rumah, Fathur pun langsung bergegas pulang untuk menemui istrinya.
Sungguh ia merasakan rindu yang teramat setelah hampir sembilan jam tidak bertemu dengan Ranitha.
Fathur keluar dari mobilnya. Mobil Raharja dan mobil Ranitha tidak ada di garasi. Apa Ranitha belum pulang?
Fathur yang tidak mau diliputi rasa penasaran pun melangkahkan kakinya dan masuk kedalam rumah.
"Assalamu'alaikum." Rumah mertuanya itu sepi. Fathur menghela nafas lalu melangkahkan kakinya menuju kamarnya dan Ranitha.
Dibukanya pintu kamar itu perlahan lalu masuk kedalamnya. Helaan nafas leganya berhembus saat melihat Ranitha yang sedang duduk bersandar di tembok sembari memeluk Al-Qur'an dengan matanya yang terpejam.
Pasti Ranitha baru selesai shalat ashar dan dirinya kelelahan, maka itu sampai tidak sadar dengan tidur diatas sajadah.
Fathur pun meletakkan jas dokter dan tas kerjanya di sofa. Lalu menghampiri Ranitha yang masih belum terusik dan tetap nyaman dalam lelapnya.
Fathur berjongkok dihadapan Ranitha. Tangannya terangkat untuk menyentuh lembut pipi istrinya hingga akhirnya Ranitha terusik.
"Astagfirullah! Mas udah pulang?" Ranitha tersentak saat matanya sudah terbuka dan mendapati Fathur yang ada dihadapannya. Fathur tersenyum saat Ranitha buru - buru mengecup punggung tangannya.
"Ya Allah, mas. Aduh, maaf ya, Nitha gatau mas bakal pulang cepet jadi ketiduran habis tadarus." Sesal Ranitha. Dia kelelahan karena seharian baru selesai membersihkan rumah.
"Gapapa sayang. Kamu pasti cape ya abis jalan - jalan?" tanya Fathur lalu memposisikan dirinya untuk bersandar di bahu Ranitha. Ranitha mengulum senyum dengan tingkah manja suaminya itu.
"Tadi cuman nemenin mami sama mama beli bahan makanan aja, mas. Itu pun cuman dua jam. Sisanya Nitha ditinggal karena pada mau jalan - jalan ke villa dan rencananya bakal nginep. Jadi kita ditinggal berdua sampai besok." Jawab Ranitha sembari meletakkan Al-Qur'an yang dipeluknya diatas nakas tepat disampingnya.
"Oh iya? Bagus dong. Jadi kita bisa mesra - mesraan." Sahut Fathur lalu mengecup pipi Ranitha sebentar sebelum kembali menjatuhkan kepalanya di bahu Ranitha. Ranitha terkekeh kecil mendengarnya.
"Nggak bosen gitu mesra - mesraan?" tanya Ranitha setelah Fathur mengenggam tangannya. Fathur menggelengkan kepalanya.
"Nggak dong. Kan malah jadi pahala mesra - mesraan sama istri." Jawab Fathur dengan entengnya. Lagi, Ranitha terkekeh. Memang benar.
"Mas nggak mau bebersih dulu? Nitha siapin air hangatnya ya." tawar Ranitha. Fathur menggelengkan kepalanya dengan mata terpejam.
"Nanti aja, sayang. Mas masih ingin gini dulu." Jawab Fathur dan Ranitha pun hanya tersenyum mendengarnya.
"Mas mau kita punya anak berapa?" Ranitha yang tiba - tiba melempar pertanyaan itu membuat Fathur menegakkan tubuhnya untuk menatapnya.
"Tiba - tiba?" tanya Fathur memastikan. Ranitha tersenyum lalu melepaskan mukenanya dan melipatnya.
Fathur yang melihat Ranitha telah menyelesaikan kegiatannya itu langsung menjatuhkan kepalanya di paha Ranitha.
"Nitha cuman nanya. Mas marah ya?" Ranitha mengelus rambut Fathur. Sedangkan Fathur menatapnya dari bawah. Fathur menggeleng kecil.
"Mau berapapun yang Allah amanahin ke kita, mas tetap akan bersyukur karena anak itu amanah juga rezeki." Fathur tersenyum menjawabnya. Ranitha pun mengangguk paham.
"Yang penting semoga anaknya shaleh dan shalehah, berbakti pada orangtua dan bisa membawa kita ke surga. Aamiin" Ranitha mengamini lanjutan perkataan Fathur.
"Emm..mas." Fathur yang baru saja memejamkan matanya terpaksa kembali menatap Ranitha yang tampak menyembunyikan sesuatu.
"Kenapa? Tangan kamu sakit lagi? Atau ada yang kamu inginin?" Ranitha menggelengkan kepalanya, membantah pertanyaan Fathur.
"Tadi ada lelaki yang nelepon Nitha." Fathur terdiam. Dahinya berkernyit, namun dadanya bergemuruh penasaran.
"Siapa? Satya?" Ranitha menggeleng untuk kedua kalinya. Dia menghela nafasnya sembari mengusap dahi Fathur.
"Fadel. Dia temennya Hani." Fathur kembali diam. Ingin merespon tapi bingung apa yang harus dikatakannya. Sedangkan api cemburu mulai membara.
"Fadel itu salah satu lelaki yang pernah Nitha sukain waktu Nitha masih sekolah dulu. Dia sahabatnya Hani dan kita cuman sekali ketemu waktu itu. Cuman dia tau kalau Nitha suka sama dia. Dan tadi dia ngajak Nitha ketemuan dengan niat ingin melakukan pendekatan karena dia lagi pulang ke Bandung." Papar Ranitha tanpa menutupi fakta sesungguhnya. Dia hanya ingin selalu jujur pada Fathur. Tidak salah kan?
"Lalu kamu jawab apa?" tanya Fathur dengan raut menuntutnya. Ranitha langsung tersenyum.
"Nitha nggak bisa ketemu dia karena sekarang Nitha udah jadi miliknya mas. Jadi apapun yang Nitha lakuin pasti harus sesuai izin dan ridho suami Nitha. Nitha nggak salah kan mas?" Senyum Fathur mulai mengembang. Tangannya terangkat untuk menjawil hidung Ranitha.
"Pinter. Istri mas ini Masya Allah shalehah banget. Mas bahagia punya kamu." Ranitha tersenyum mendengarnya.
"Aamiin. Doain Nitha selalu seperti itu ya mas." Fathur terkekeh lalu menganggukkan kepalanya. Hanya tak menyangka saja Ranitha dengan berani dan jujurnya mengatakan hal itu. Padahal bisa saja Ranitha menyembunyikannya agar Fathur tidak marah.
"Makan diluar aja yuk." Ranitha yang sedang menyandarkan kepalanya ditembok langsung menunduk lagi untuk menatap Fathur.
"Mas nggak capek?" Fathur menggelengkan kepalanya menjawab pertanyaan Ranitha.
"Boleh. Mau makan dimana?" tanya Ranitha seraya mengelus pipi Fathur. Fathur tampak menatap langit - langit kamar dulu seolah sedang berfikir.
"Emm..pecel lele yang waktu itu kayanya pilihan yang tepat deh, sayang. Ada cabangnya. Yang lesehan aja ya?" tawar Fathur. Ranitha tersenyum lalu menganggukkan kepalanya.
"Iya, mas. Boleh. Tapi sekarang mas bersih - bersih dulu gih. Biar Nitha buatin teh manis anget supaya tubuh mas juga segeran. Pasti capek banget kan?" ucap Ranitha yang memang benar adanya.
Fathur pun bangkit dari posisinya. Namun bukannya beranjak menuju kamar mandi, Fathur malah memeluk Ranitha.
"Mas kenapa?" tanya Ranitha tiba - tiba karena Fathur yang mengeratkan pelukannya di punggung Ranitha dan menjatuhkan dagunya di bahu Ranitha. Entahlah, rasanya menyenangkan bermanja dengan Ranitha yang sangat lembut ini.
"Nggak apa - apa. Cuman menikmati nikmatnya pacaran setelah nikah. Emang lebih indah ya. Nggak takut dosa dan malah jadi pahala." Jawab Fathur yang memancing Ranitha untuk terkekeh.
"Mas Fathur ini bisa gombal ternyata. Pantas istrinya jatuh cinta." Kini ganti Fathur yang terkekeh lalu menegakkan tubuhnya. Mengecupi wajah polos Ranitha yang begitu cantik.
"Mas mandi dulu ya. Supaya nggak kemaleman." Pamit Fathur lalu beranjak meninggalkan Ranitha yang tetap merona saat diciumnya.
Ranitha pun membuang nafas panjang lalu beranjak untuk menyiapkan pakaian untuk Fathur.
Dan bergegas menyiapkan teh manis hangat untuk suaminya itu. Ranitha tentu saja sedang berusaha menjadi istri yang baik dan shalihah.
◼️❤✨❤◼️
Typo?
Mohon dimaklumi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Abadi Seindah Mimpi✓
De TodoMohon maaf kalau ada kesalahan kata karena masih dalam proses pembelajaran. Juga maaf kalau alur cerita yang mungkin kurang menarik karena inspirasi datang dari berbagai cara. Satu pinta author, jadilah pembaca yang bijak dan bisa mengambil setiap p...