NOTE :
✨Sebelum membaca, tekan dulu bintangnya ya. Coba hargai karya orang ya, readers
✨Ingin berkomentar? Silahkan berkata - kata dengan baik.TERIMAKASIH, SELAMAT MEMBACA!
◼️❤✨❤◼️
Pergelangan tangannya yang tersayat sudah diperban. Sudut bibirnya yang sedikit robek sudah diobati.
Keadaannya sudah membaik tapi mata indahnya belum juga terbuka setelah dua jam dia kehilangan kesadaran karena banyaknya kehilangan darah.
Raharja dan Rastia yang sudah mengetahui keadaan Ranitha langsung pergi ke rumah sakit yang alamatnya Randi kirimkan lewat pesan.
Rasa khawatir membuncah di dada karena terkejut mengetahui keadaan anaknya yang seperti itu, tidak pernah terbayang Ranitha akan mengalami hal ini.
Sedangkan Fathur dan Randi masih duduk di sofa untuk menunggu Ranitha sadar. Rasa bersalah menyeruak di hati Fathur.
Dia tidak pernah membayangkan jika ternyata keberadaanya mengancam nyawa seseorang. Mengancam nyawa Ranitha. Gadis yang bahkan tidak mengerti tentang apapun.
"Saya minta maaf karena nggak bisa jagain kakak kamu dengan baik, Ran." Randi yang sedang menunduk langsung menoleh untuk menatap Fathur yang tetap menatap Ranitha.
"Mas, bukan salah mas kok. Ini semua karena keegoisan Aulia tadi. Dan aku juga yakin, mbak Nitha nggak nyesel mengalami ini. Justru dia akan bahagia karena bisa membuktikan cintanya yang memang nyata untuk mas Fathur." Fathur menghela nafasnya panjang lalu terpejam.
"Tapi tetap, saya gagal. Cinta itu harusnya tidak membahayakan, cinta seharusnya saling menguatkan. Allah terlalu baik sama saya karena mengirim seseorang yang sudah terlalu sempurna seperti Ranitha." Randi mengulum senyum mendengarkan ucapan tulus Fathur akan kakaknya itu.
"Maka dari itu Allah ingin menguji seberapa kuat cinta mas Fathur dan mbak Nitha. Apakah sama - sama bisa menguati atau malah saling menyakiti? Dan Allah mengetahui jawabannya. Kalian saling menguatkan satu sama lain lewat doa yang kalian kirim." papar Randi dengan nada yakinnya.
Fathur sedikit tenang mendengarnya. Benar, pasti ini karena doa yang selalu ia sebut dalam setiap shalatnya. Rutinitas baru untuk menyebut Ranitha dalam doanya.
"Semoga Ranitha baik - baik saja." Randi mengamininya. Dia pun tak bisa menampik perasaan khawatir karena Ranitha yang belum juga sadar.
Hingga tak lama pintu ruang rawat itu terbuka dan menampilkan Raharja dan Rastia yang sudah sangat panik. Fathur dan Randi langsung berdiri dan menyaliminya.
"Gimana keadaan Nitha, Thur? Dia nggak papa kan?" tanya Rastia sembari menghampiri Ranitha. Fathur menatap Raharja yang tersenyum meyakinkan seolah semua akan baik - baik saja.
"Tadi Ranitha hampir diperkosa sama anak buahnya Aulia." Rastia menegang mendengarnya lalu menatap Fathur dengan tatapan menusuknya.
"Tapi gagal karena saya sama Randi lebih dulu datang." Raharja dan Rastia menghela nafasnya lega mendengar lanjutannya.
"Pipi Ranitha lebam karena tamparan dari Aulia. Sudut bibirnya juga luka. Dan ditambah tadi lengannya disayat pisau sama Aulia sampai dia hampir kehabisan darah." Rastia menghela nafasnya lagi lalu mengelus kepala Ranitha yang tertutup jilbab putih.
"Saya minta maaf karena udah buat Ranitha kaya gini, tante, om. Saya nggak pernah ngebayangin kalau Ranitha harus dalam bahaya saat sama saya. Saya bener - bener minta maaf." Fathur menundukkan kepalanya, rasa sesak masih tersisa didadanya saat mengingat kejadian tadi.
"Itu semua udah takdir, Thur. Jangan disesali. Ranitha juga pasti nggak akan menyesal mengalami ini karena dia pasti udah tau lebih dulu apa saja resiko yang harus diambilnya saat kalian bersama." Ucap Raharja sembari menepuk pundak Fathur dan menenangkan calon suami anak sulungnya itu.
"Om, tante." Rastia dan Raharja menatap Fathur yang kini menatap serius keduanya. Fathur memejamkan matanya membuat Rastia dan Raharja saling melempar tatapan.
"Izinkan saya menikahi Ranitha lusa." Rastia dan Raharja bertatapan lagi mendengar permintaan Fathur. Randi yang mendengarnya pun melotot tak percaya.
"Fathur, kamu serius nak? Pernikahan bukan hal yang main - main." Ucap Rastia. Fathur menatap Ranitha yang masih juga nyaman memejamkan matanya.
"Dan niat saya juga bukan hal yang main - main. Saya menikahi putri om dan tante karena Allah pun sudah mengizinkan. Saya juga tidak siap kalau harus melihat Ranitha terluka lagi karena saya yang tidak bisa menjaganya selama dua puluh empat jam. Saya harap om dan tante mengerti niat dan tujuan saya." Jelas Fathur dengan nada yakin. Rastia dan Raharja pun sama - sama menghela nafasnya.
"Iya, om dan tante mengizinkan. Kami meridhoi. Tolong jaga putri kami. Jangan biarkan dia tersakiti lagi. Cintai dia sepenuh hati kamu." ucap Raharja dengan sebuah tepukan di bahu Fathur. Fathur tersenyum penuh kelegaan mendengarnya. Dia yakin akan pilihannya.
"Mbak Nitha udah sadar?" Suara Randi membuat ketiga orang itu menolehkan kepalanya. Ranitha membuka matanya lalu tersenyum kaku.
"Alhamdulillah kamu udah sadar, sayang. Ada yang sakit, nak?" Ranitha menggeleng pelan.
Membiarkan Rastia mengecup dahi Ranitha lama. Raharja pun mengelus bahu istrinya. Sedangkan Fathur hanya menatapnya penuh makna.
"Maafin Nitha, mi, pi. Nitha nggak bisa jaga diri." Lirih Ranitha merasa bersalah karena membuat Rastia dan Raharja panik bukan main.
"Nggak apa - apa, mbak. Yang salah bukan kamu." ucap Raharja lalu mengelus dahi anaknya itu. Ranitha tersenyum dan melirik Fathur yang menatapnya sendu.
Setelah cukup lama menanyakan keadaan Ranitha dan mendapatkan penjelasan akurat dari dokter, Raharja, Rastia dan Randi memutuskan untuk keluar dari ruang rawat itu menuju kantin rumah sakit.
Mereka harus memberi ruang untuk Fathur dan Ranitha yang akan berbicara tentang hubungan mereka. Fathur juga harus membicarakan niatnya yang akan menikahi Ranitha lusa.
Sedangkan Fathur duduk disamping brangkar Ranitha. Menatap Ranitha yang matanya berkaca - kaca.
"Mas nggak akan ninggalin Nitha kan?" Fathur tersenyum lalu menggelengkan kepalanya.
Dengan hati - hati dan rasa yang bergetar, tangannya menyentuh tangan kanan Ranitha yang tidak diinfus. Ranitha pun cukup terkejut saat Fathur mengecup punggung tangannya cukup lama.
"Menikahlah dengan saya Ranitha. Saya ingin menggapai jannah-Nya bersama kamu. Saya ingin menjaga kamu dengan segenap hati saya. Saya hanya ingin memikirkan kamu. Dan saya hanya ingin memiliki dan dimiliki kamu." ucap Fathur dengan lembut.
Ranitha menelan salivanya. Bibirnya bergetar dan airmatanya turun. Rasanya membuncah memenuhi relung hatinya yang paling diam.
"Tanpa mas minta, Nitha akan selalu menjawab iya. Nitha mau melakukan semua hal yang mas sebutkan tadi. Nitha mau menghabiskan sisa hidup Nitha dengan ibadah bersama mas. Nitha mau." jawab Ranitha dengan senyum manis setelah cukup lama diam untuk mencerna perkataan pria itu.
Fathur mengulum senyumnya mendengar jawaban Ranitha. Dikecupnya lagi punggung tangan Ranitha cukup lama.
"Terimakasih karena tetap memilih saya. Terimakasih karena tetap mempertahankan saya. Terimakasih karena tetap menjadikan saya sebagai pemilik hati kamu. Terimakasih karena tidak menyerah dengan saya. Kamu begitu baik." Ranitha mengulum senyumnya lalu menghapus jejak airmata yang bersarang di pipinya.
"Dan terimakasih karena menjadikan Nitha sebagai perempuan yang begitu bahagia karena menjadi rumah tempat kembalinya mas dari segala rasa ragu dan lelah akan semua masalah. Insya Allah, Allah akan tetap menjaga kita. Menjaga cinta kita untuk tetap bersama dan menggapai ridho-Nya."
◼️❤✨❤◼️
Typo?
Mohon dimaklumi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Abadi Seindah Mimpi✓
RandomMohon maaf kalau ada kesalahan kata karena masih dalam proses pembelajaran. Juga maaf kalau alur cerita yang mungkin kurang menarik karena inspirasi datang dari berbagai cara. Satu pinta author, jadilah pembaca yang bijak dan bisa mengambil setiap p...