"Jungkook-ah.. gwaenchana?" tanya Mirae sembari menoleh. Menatap Jungkook yang sedari tadi melamun melihat keluar jendela bus.
"Hm"
Pemuda itu hanya berdehem. Tanpa menoleh sedikitpun ke arah Mirae. Tangan kekar itu terus menopang dagunya. Memperhatikan semua kegiatan yang ada di jalanan. Beberapa tempat dilaluinya. Rumah sakit dimana ia dirawat, Seoul Land, dan banyak lagi. Pikiran Jungkook tak pernah senada dengan mulutnya saat sedang resah, khawatir, ketakutan, panik. Jika ia berkata ini, otaknya tak berkata seperti mulutnya. Ia benar-benar resah. Memikirkan. Dimana Hyebin? Kenapa ia seolah seperti orang yang paling tersakiti? Apa Hyebin sebenarnya menyukai Taehyung, bukan dirinya?
Entahlah. Banyak sekali pertanyaan di dalam kepala Jungkook. Namun yang terpenting saat ini yaitu ; menemukan Hyebin. Dan Jungkook harap Hyebin ada di rumahnya.
Jungkook terus saja melamun. Sekali ia berpikir bahwa Hyebin tidak benar-benar mencintainya, ia tepis pikiran itu. Ia terus ber-positive thinking. Namun tetap saja. Pikirannya kembali ke pertanyaan itu. Apa Hyebin benar-benar mencintaiku, atau tidak?
Hanya itu dan itu yang ada di pikiran Jungkook. Semua kebisingan yang seharusnya menganggu Jungkook, seolah tak ada di telinganya. Hanya hening. Seolah hanya ada dirinya sendiri disana. Melupakan seorang gadis di sebelahnya yang sedang mengkhawatirkan sahabatnya itu.
Mirae menghela napas. "Jinjja gwaenchanayeo? Kau seperti kehilangan energi. Tidak seperti biasanya"
Jungkook perlahan menoleh. Ia sunggingkan senyum manisnya. "Gwaenchana, Mirae-ah.. Aku hanya.. Mengkhawatirkan Hyebin"
Ah, senyum itu. Senyum itu sungguh terlihat dipaksakan.
Mirae hanya tersenyum tipis. "Aku percaya padamu. Semoga kau benar-benar baik-baik saja"
Pandangan gadis itu terlihkan ke depan. Menatap jalanan. Sungguh. Hatinya terasa sakit sekali. Namun ia juga harus mendukung hal ini agar pemuda di sebelahnya itu pulih. Akan tetapi, Mirae khawatir. Jika pemuda itu akan benar-benar menyukainya. Mencintainya. Hyebin. Dan sejak hari itu. Ya, sejak hari itu. Mirae selalu bertanya-tanya. Kenapa harus Jeon Jungkook-ku?
~~
Gadis bersurai hitam itu terus menatap wajah yang dipajang disana. Dihiasi bingkai yang begitu indah. Kemudian ia taruh 3 tangkai bunga mawar berwarna putih itu. Senyum tipis ia kembangkan di wajahnya.
"Annyeong, eomma. Mianhae aku terlambat"
Ia tertunduk. Air matanya jatuh bulir per bulir. Gadis itu menggigit bibir bawahnya. Menahan isakannya, menahan tangisannya. Ia sudah cukup banyak menangis. Entah berapa air mata lagi yang akan ia jatuhkan hari ini.
"Ak, aku.. Aku benar-benar kacau hari ini, eomma" lirihnya pelan. Ia tak ingin mengganggu yang lain karena tangisannya.
Hyebin menghapus air matanya. "A, aku sangat cengeng akhir-akhir ini.."
Kepalanya kembali mengadah. Kembali menatap seorang wanita cantik yang sedang tersenyum. Seolah sedang menatapnya juga. Parasnya sungguh cantik. Matanya, hidungnya, bibir tipisnya. Semua ia turuni pada Hyebin.
"Mianhae eomma" tangisnya pecah. Sungguh. Ia tak bisa menahan ini. "Hanya karena masalah cinta, aku jadi lupa, kalau hari ini ulang tahun eomma"
Ia kembali terisak. "Pasti appa sudah kesini, kan? Karena katanya tadi jam 12 siang appa sudah ke Amerika lagi"
Gadis itu menghentikan tangisannya perlahan. Kemudian ia terkekeh. Kekehan miris, terdengarnya. "Aku tahu itu karena bunga mawar merah itu. Appa kan tahu eomma suka warna merah dan putih. Jadi, appa akan berikan 3 yang merah, aku akan berikan 3 yang putih" ucapnya dengan suara serak sembari menatap setangkai bunga mawar merah yang begitu segar. Seperti baru dipetik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memory In The Rain
Teen Fiction[BE DELAYED] "Ini hanya sementara, Taehyung!" "Aniyo, tetap saja. Jangan" "Hanya setahun!" "Itu bukan waktu yang lama, Hyebin!" "Aku tahu!" "Lalu?" "Biarkan aku menjadi pacar Jungkook. Untuk setahun ini, saja" "Sementara kau sedang mencintaiku?" -- ...