•Berubah•

49 4 13
                                    

"Hahaha! Kamu ini terlalu misterius." Aqilla tergelak lagi dengan ucapannya sendiri, padahal ia kan sedang serius.

Di sampingnya, Issabela menerbitkan senyum simpul. Ia hanya menyimak seraya terus berjalan di samping Aqilla.

"Aku tunggu di luar, ya," ucap Aqilla ketika keduanya telah sampai di depan toilet perempuan.

Issabela mengangguk. Saat hendak masuk, lengannya ditahan oleh Aqilla. "Ini kenapa?" Tanyanya seraya menyibak rambut panjang milik Issabela. Ia menyentuh guratan merah di leher Issabela yang melingkar di lehernya.

Issabela menggelengkan kepalanya, ia menuliskan sesuatu di notebook kecilnya.

'Mencoba kalung milik anjingku, ternyata kekecilan, hingga menyisakan bekas merah'.

Aqilla terkekeh kecil. Ia menabok pelan lengan atas Issabela. "Kamu mah ada-ada aja. Ya udah sana, wajah kamu semakin pucat karena kebelet pipis."

Aqilla menyenderkan tubuhnya di dinding. Ia melipat kedua tangannya di atas perut. Issabela ini ada-ada saja. Ia masih sibuk menggeleng-gelengkan kepalanya saat dua orang anak sebayanya yang mengamati dirinya dari balik tempat sampah.

Aqilla mengubah posisinya menjadi menghadap pintu kamar mandi. Menatap pintu bercat merah ati itu sebentar, lalu fokusnya jatuh pada handle pintu yang bautnya terlihat logor. Ia memegang handle pintu, tapi sesuatu yang tak diinginkan terjadi tiba-tiba. Handle pintu itu terlepas. Untung Aqilla memegangnya. Jika tidak, pasti itu pegangan bakal jatuh bertemu ubin yang dingin sampai menciptakan bunyi klontang yang cukup nyaring.

Yaa, tanpa diketahui Aqilla, ada dua anak sebayanya yang mengamati dirinya sejak tadi dari balik tempat sampah. Ah, mereka juga menjadi saksi handle pintu yang terlepas. Sekejap, keduanya bertatapan sebelum mengangguk sama-sama.

"Fiks. Kita harus laporin ke Ibu Veronica!"

*****

Di 3-A, Aqilla menjadi trending topic. Kali ini masalahnya beda. Bukan membahas statusnya, atau pun aksinya yang berontak tempo lalu, melainkan ada hal lain.

"Eh, ada orang gila di kelas ini," teriak Friska sembari menunjuk Aqilla yang baru saja memasuki kelas.

"Iya, ya. Kayaknya dia stres karena gak bisa kaya-kaya. Atut deh."

"Pinter-pinter tapi sinting, astaghfirullah."

"Jadi, dia beneran gila?"

Cuit-cuitan itu terdengar bisik-bisik, tapi suaranya keras. Aqilla tidak tuli atau budek, sehingga ia bisa mendengar dengan jelas gosip-gosip di kelasnya ini.

Huft. Lalu apa lagi yang salah dari dirinya?

"Mereka itu perhatian banget ya sama aku, kejelekkan aku aja diperhatiin. Ckckck, hebat ya jiwa pengamatnya," monolog Aqilla.

"Assalamualaikum."

Melihat Veronica memasuki kelas, semuanya senyap seketika. Aqilla tidak lagi mendengar cuitan-cuitan gesrek dari teman-temannya. Eh, teman? Memangnya mereka masih pantas ya dipanggil teman, setelah apa yang mereka lalukan pada Aqilla?

"Waalaikumussalam."

"Ada apa ini? Tadi sebelum masuk, ibu dengar kalian bising sekali," ucap Veronica seraya mendaratkan bokongnya pada kursi guru.

Tidak ada yang berani bersuara, sampai...

"Ya sudah, kalau git--"

"Aqilla mulai gila, Bu!" Adu seorang gadis dengan bandana merah di kepalanya. Ia sampai harus berdiri dari duduknya supaya semua atensi teralih padanya. Kelas yang tadinya sunyi, kini menjadi benar-benar senyap. Hening berkepanjangan.

Rahasia Aqilla dan Es Buah [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang