A-apa, uangku jatuh, ya?
Sedetik kemudian setelah membatin demikian, Aqilla menepuk dahinya sendiri. Bodoh! Sudah jelas-jelas pakaian ini tidak memiliki saku.
Uangnya benar-benar tidak ada barang receh sekali pun. Kalau begitu, Aqilla bayar menggunakan apa? Daun? Atau batu kerikil?
Aqilla meneguk salivanya susah payah. Ia bingung harus bilang apa sekarang. Ia berusaha keras mengingat-ingat di mana ia meletakkan uangnya itu. Ingatannya bergentayangan.
Ia menyimpan uang itu di bawah bantal, lalu bergegas keluar kamar.
Lantas, ia menepuk keningnya sebal. Ceroboh yang membawa bencana. Usianya baru delapan tahun, tapi kenapa ingatannya seperti nenek-nenek delapan puluh tujuh tahun? Payah sekali.
"Nah, ini, Dek," ucap si penjual es buah seraya menyodorkan kresek berisikan sekantung es buah yang terlihat begitu menggiurkan. "Totalnya jadi dua belas ribu rupiah."
Aqilla meremas ujung bajunya. Ia tidak tahu harus jujur atau segera lari dari sana. Pandangannya mengabur, sebab tertutupi oleh air mata yang kini sedang menunggu waktu untuk cus meluncur.
Hampir terisak, dengan suara bergetar, Aqilla berucap, "Ma-maaf, Mas. Gak jadi!"
Dan setelah itu, Aqilla benar-benar lari tunggang-langgang. Meskipun banyak pasang mata yang menatapnya heran, juga penjual es buah yang kini meneriaki dirinya, ia tetap teguh pendirian dengan tidak menoleh ke belakang.
Larinya ia hentikan. Saat ini, Aqilla menjatuhkan bokongnya di trotoar jalan. Masa bodoh jika ia terlihat amat sengsara. Toh, memang benar.
"Hiks... hiks...!" Aqilla mengusap air matanya. Niatnya sudah baik, tapi mengapa rasanya begitu sulit.
"Dek! Dek!" Penjual es buah tadi menghampirinya. Uh, padahal Aqilla sedang dalam situasi yang menyedihkan sekali.
Ketika Aqilla hendak beranjak pergi, penjual es buah itu keburu menepuk ringan pundaknya. "Kenapa lari?"
Aqilla berdiri kaku dengan kepala yang ditundukkan. "U-uang Aqilla ke-ketinggalan, hiks. Padahal, Aqilla udah si-siapin uangnya."
Penjual es buah itu lantas tersenyum, ya walaupun senyumnya itu tak Aqilla ketahui. "Gapapa, ini buat kamu aja. Saya senang lihat semangat kamu."
Dalam sekejap, Aqilla mengangkat kepalanya. Dengan segera ia menghapus jejak-jejak air mata di pipinya. "Bukan april mop, kan?"
Penjual es buah itu terkikik geli. "Ini udah akhir bulan april. Mana ada april mop," katanya. "lagian, ngapain saya ngeprank kamu segala."
Penjual es buah itu mendengus tatkala Aqilla malah melohok melihatnya. "Yaudah, ini nih cepet dibawa. Pelanggan saya pada nungguin."
"Beneran gapapa?"
"Iya, Adek."
Es buah itu segera saja berpindah tangan. Aqilla terharu. Kok baik banget gini, sih? Dijodohin sama salah satu kakaknya, mau?
"Besok Qilla bayar ya, Mas," ucap Aqilla.
"Terserah kamu aja." Penjual es buah itu menepuk puncak kepala Aqilla.
Eh! Udah difitrahin lho ituu! Sembarangan!
"Makasih ya, Mas," ucap Aqilla seraya tersenyum manis.
"Aqilla duluan." Aqilla hendak kembali melangkah kala suara bariton dari belakangnya kembali mengalun.
"Aqilla," panggilnya.
"Ya?"
"Kamu pasti butuh ini juga. Take it," katanya seraya menyodorkan sebuah kertas putih. Senyuman teramat manis dengan lesung pipit nampak di wajahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rahasia Aqilla dan Es Buah [Completed]
Teen Fiction"Pokoknya nih Ma, Pak, Bang, Ceu, Teh, Qilla mau beli Es Buah setiap hari selama bulan Ramadhan. Pliisss, ini udah gak kuat." Ini bukan sekedar es buah kaleng-kaleng yang gak punya keistimewaan! Bisa bikin manusia bisa terbang? Bisa bikin manusia pu...