•Pengakuan•

49 4 0
                                    

Alder merasa dirinya kembali menjadi anak sekolah dasar ketika melewati gerbang sekolah bersama anak-anak yang lain. Panggilan dari wali kelasnya Aqilla, yaitu Veronica, membuatnya harus datang ke sana siang tadi.

Alder terdiam setelah beberapa langkah dari gerbang. Lantas beberapa menit kemudian, ia mengerjabkan matanya. Lho, dari tadi dia melamun. Ah, tapi bagaimana tidak? Perbincangannya dengan Veronica tadi benar-benar membuatnya lebih banyak berpikir. Kepalanya ia putarkan kanan-kari, dan depan-belakang.

"Aqilla pasti sudah selesai belajar juga," gumamnya seraya membalikkan tubuhnya.

Menunggulah yang kini dilakukan Alder. Ia melipir ke bawah pohon jambu yang tidak jauh dari sana. Berdiam diri dengan mata awas mengamati setiap anak yang keluar dari gerbang.

"Om Al?" panggil seorang gadis kecil. Langkahnya mantap mendekati Alder.

"Elena, ya? Temannya Aqilla?" Alder menerbitkan senyum ramah di bibirnya.

"Iya. Apa kabar, Om?"

"Alhamdulillah. Baik seperti yang kamu lihat."

Elena mengangguk tiga kali, lalu kembali bertanya, "Om sedang apa? Tadi Qilla sudah keluar kelas duluan. Om menunggu Qilla?"

"Lho? Dia ada bilang mau ke mana sama kamu?"

"Enggak. Qilla cuma bilang dia duluan."

"Kalau begitu, terimakasih untuk informasinya, ya."

"Yasudah, Om. Elena duluan ya, sudah ditunggu Pak Jompang," pamit Elena.

"Oh, iya. Hati-hati. Salam buat Papa mu." Elena mengangguk, kemudian segera undur diri.

"Ke mana anak itu?" Gumam Alder. Ia melirik jam tangan yang melingkari pergelangan tangan sebelah kirinya. Hampir dua belas menit ia berdiri di bawah pohon demi menunggu sang tuan putri. Tapi yang ditunggu-tunggu tidak kunjung menampakkan wujudnya.

Alder membalikkan lagi badannya menghadap ke jalanan. Siapa tahu Aqilla sudah lewat saat ia mengobrol dengan Elena.

Di tempat lain, Aqilla sedang berbicara empat mata yang katanya "serius" dengan Issabela di belakang gudang.

"Jadi kamu mau minta tolong apa?" tanya Aqilla. Dengan gesit, Issabela menorehkan tinta penanya di atas notebook miliknya.

'Kamu bisa bantu aku bertemu dengan Kakak, ku? Waktu ku tidak banyak. Jika setuju, nanti bawalah dua lembar kertas terpisah.'

"Ohh, jadi selama ini kalian belum meet and greet?" Issabela mengangguk.

"Gimana caranya Qilla bantu? Kan Aqilla gak tahu yang mana," ucap Aqilla. "namanya deh. Namanya siapa?"

Issabela menatap manik mata Aqilla. Beberapa saat ia habiskan hanya untuk menatap Aqilla dalam diam. Perlahan, tangannya kembali membawa pena bertinta merah itu menari-nari di atas kertas putih.

'Namanya Ode. Ocha Odelia.'

What?

Sesempit ini kah dunia?

*****

"Pa!" Teriakan itu membuat Alder kembali memutar tubuhnya 180°.

"Papa nungguin kamu dari tadi. Kok baru keluar?" tanya Alder sembari mendekap Aqilla yang menghambur ke pelukannya.

"Emm, tadi aku bicara sama teman dulu," jawab Aqilla.

"Apakah Aqilla sedang ada masalah di rumah? Sepertinya ia sedang dalam kondisi down. Saya sering mendapati ia melamun di kelas."

Rahasia Aqilla dan Es Buah [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang