•Air mata•

45 5 0
                                    

Happy reading!
______

Aqilla berkunjung ke kamar Puspa, tepatnya menghampiri Ocha. Untuk apa? Tentu untuk menepati janjinya pada Issabela Graciera.

"Misi?" Ia menyembulkan kepalanya ke dalam kamar. Namun, ia tidak menemukan siapa pun di dalam sana. Nihil.

"Lha, kok pada gak ada?" Aqilla berjalan ke ruang tamu, tapi tetap tak menemukan siapa pun.

Brum! Brum!

"Lo ngerem ngedadak, sengaja ya! Dasar bunglon!"

Aqilla mengernyit mendengar pekikan itu. Sepertinya ia mengenali suaranya.

"Dih! Najisun banget!" Nah, yang ini suara Adibran, Aqilla hapal di luar kepala.

"Serah lo! Serah!" Lalu, Ocha masuk ke dalam rumah dengan wajah yang ditekuk. Dia terlihat murka.

"Kak Ocha?" panggil Aqilla.

"Eh, apaan Qil?" sahutnya.

"Ada yang mau Qilla bicarain sama Kakak."

"Tentang?"

"Issabela Graciera."

Mendengar nama itu disebutkan, tubuh Ocha mendadak kaku. Lidahnya kelu, seperti semua anggota tubuhnya ikut-ikutan kaku, mati rasa. Yang awalnya mengomel, kini terdiam seribu bahasa.

"Lo ke-kenal?"

"Dia teman Aqilla di sekolah. Dia adiknya Kakak, kan?"

Belum sempat Ocha merespon, Adibran keburu datang sembari mengoceh.

"Untung gak jatuh. Elo sih, jadi cewek kayak cacing kepanasan banget," gerutunya sembari mendelik ke arah Ocha. Tak menyahut apalagi menyerapahi Adibran seperti biasanya, Ocha hanya diam. Dirinya mematung.

"Bentar, lo kenapa dah?" Adibran meletakkan punggung tangannya di kening Ocha. Tidak ada penolakan seperti yang selalu dilakukan oleh gadis itu membuat Adibran semakin dibuat heran.

"Lah, dia kesurupan?" Adibran geleng-geleng kepala, kemudian berlalu dari sana. Menyisakan Aqilla dan Ocha dalam keheningan.

"Bisa lo jelasin, teman apa yang lo maksud?" tanya Ocha lirih. Pandangannya kosong. Raganya di situ, tapi pikirannya entah di mana.

"Jadi gini..."

"Di teras aja." Mendengar itu, Aqilla iya-iya saja. Ia membuntuti Ocha yang melangkah lebih dulu.

Mereka duduk saling bersisian di dekat jendela. Menjelang sore seperti ini, wangi masakan begitu menguar ke mana-mana, membuat mereka yang sedang puasa harus mati-matian menahan godaan.

"Issa pernah bilang, dia nyariin Kakaknya yang lagi nginep di rumah temannya. Tapi, dia gak tahu rumah temannya itu di mana. Aqilla gak kepikiran banget ternyata Kakaknya Issa itu Kak Ocha. Soalnya kan, Kakak kabur dari rumah, ya. Beda perkara," kata Aqilla.

"Nah, pas pulang sekolah, dia minta Aqilla buat nemuin dia sama Kakaknya," lanjut Aqilla. "katanya, waktunya mepet."

Pandangan Ocha mulai kabur ketika air mata bergenangan di sana. Wajahnya menunjukkan seperti ada luka yang ikut terendam di dalamnya.

"Kapan?" tanyanya dengan suara yang bergetar. "kapan gue bisa nemuin dia?"

"Nanti malam."

*****

Mentari terbenam di ufuk barat. Kini raja langit bukan lagi dirinya, melainkan sang bulan. Di temani ratusan mungkin ribuan bintang di atas sana, malam ini terasa begitu sempurna. Semilir angin menenangkan jiwa siapa saja yang sedang porak-poranda.

Rahasia Aqilla dan Es Buah [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang