Di kantin sekolah, Aqilla sedang sibuk memakan roti bakar yang uapnya saja masih terlihat menggebu-gebu. Di depannya ada gadis berponi, yaitu Issabela, yang sedari tadi memerhatikan gerak-geriknya Aqilla.
"Kamu yakin gak mau makan apa-apa?" Tanya Aqilla. Issabela hanya menggelengkan kepalanya seraya tersenyum sebagai jawaban. Kembali diam, Issabela tenggelam lagi dalam aktivitasnya menelisik Aqilla.
Semenjak penistaan yang dilakukan Friska pun Nirmala terhadap dirinya, Aqilla kini selalu bersama Issabela. Setiap istirahat, Aqilla dan Issabela akan bertemu di perpustakaan. Selalu begitu. Mereka menempel, tapi mereka bukan perangko beserta amplopnya. Bukan mengapa, ia hanya jadi sedikit merasa "awkward" dengan teman-teman di kelasnya.
Di 3-A, Aqilla benar-benar di anak tirikan. Elena saja ditarik paksa untuk tidak berteman lagi dengannya. Sehina itu kah dirinya sekarang? Hanya sebab hartanya kandas, lalu dirinya ditindas?
"Minum? Mau?" Issabela kembali menggelengkan kepalanya. Minum nggak, makan juga nggak. Tenggorokannya gak seret apa, ya? Atau orang jenius memang selalu begitu?
"Aku traktir deh!"
Tawaran itu melesat begitu saja dari pita suara Aqilla. Padahal, Aqilla tak punya uang lagi selain untuk ongkos pulang. Ya habisnya, ia pikir Issabela ini tidak punya uang. Mana tega dia. Masa dirinya enak-enakan makan, sedangkan temannya tidak bisa hanya karena alasan finansial?
Issabela tertawa ringan tanpa suara. "Ok deh kalau gak mau. Alhamdulillah, aman," bisiknya pelan, sepelan mungkin. Berharap Issabela tidak mendengar suaranya. Padahal, sekecil apa pun volumenya saat berbisik, Issabela selalu bisa mendengarnya. Indera pendengarannya memang patut diacungi empat jempol! Orang jenius gitu, lho! Hahaha.
Aqilla kembali melahap roti bakarnya. Sedangkan Issabela, ia sibuk menuliskan sesuatu di notebook mini yang kini mengalung ciamik di lehernya.
Aqilla mendongak ketika gadis di depannya ini menyodorkan catatan miliknya yang di sana sudah tertera sebuah ajakan.
'Kamu mau ikut aku ke belakang gudang?'
Aqilla mengernyitkan dahinya, lantas bertanya, "Mau apa?"
Issabela segera menuliskan sesuatu lagi. 'Tidak ada. Hanya ingin ke sana.'
Aqilla pikir, Issabela sedang dalam masalah, juga banyak pikiran. Ia mengingat teguran abangnya untuk tidak banyak berpikir atau dirinya akan menua lebih cepat. Ah, segera saja Aqilla menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Mana rido dia kalau Issabela, temannya yang baik ini, menua terlalu cepat.
Tanpa pikir panjang lagi, Aqilla segera mengangguk saja dengan cepat.
*****
Hmm, sudah lima belas menit sejak Issabela dan Aqilla beranjak ke belakang gudang. Namun sedari tadi, Issabela hanya menatap kosong tak tentu arah, membuat Aqilla yang duduk di sebelahnya pun jadi ikut-ikutan melamun gak jelas.
Biasanya sih, tempat ini jadi tempat tongkrongan pentolan-pentolan sekolah. Maklum lah, ini di kota. Anak SD saja, kebanyakan bar-barnya sudah kelewatan, pergaulan yang lebih ekstrim menjadi salah satu faktor pemicunya. Selain terpencil, belakang gudang jarang dijamah para guru saat mereka melakukan patroli. Jadi sih, sering aman-aman saja.
Bel masuk telah berbunyi sejak dua menit yang lalu. Akan tetapi, kedua anak manusia ini masih enggan untuk bergeming sedikit pun. Pikiran keduanya seakan kosong. Dua menit yang lalu, suara bel masuk memang berbunyi nyaring, tapi seakan-akan bunyi itu tidak sampai di telinga mereka, keduanya tetap diam tak berkutik. Fokus pada...lamunannya masing-masing.
Inilah yang dinamakan, nyaman dalam lamunan.
Sedangkan di kelas 3-A, wali kelasnya yang bernama Veronica, sudah berdiri di dalam kungkungan meja guru dengan tatapan tajam yang menguar ke seluruh penjuru kelas.
Ia sedang mengabsen kembali muridnya satu-persatu, tapi acara absen-mengabsennya itu terhenti di nomor absen 13.
"Laluna Qilla?" Panggilnya sekali lagi.
"Ke mana anak itu? Tidak biasanya seperti ini," gumamnya pelan.
"Kita sama-sama berikan Aqilla waktu tiga menit untuk segera tiba di kelas, atau saya akan memberikannya hukuman," tukas Veronica lantang.
Di tempatnya, Friska tersenyum pongah. Bhaks! Semakin tidak ada harganya saja Aqilla di mata mereka.
"Bu! Saya izin cari, boleh?" Tanya Elena seraya bangkit dari duduknya.
Di samping kirinya, tepatnya dari meja sebelah, Friska mendesis, "Kamu apa-apaan?"
"Bol--"
BRAK!
Pintu kelas dibuka secara paksa. "Maaf, Bu, saya terlambat."
Aqilla tengah sibuk mengatur ritme napasnya kala Veronica mulai bersuara. "Ekhem! Silahkan duduk Aqilla. Dan, jangan diulangi lagi!"
Suara menggelegar milik Veronica ini berhasil mengalihkan kembali perhatian seluruh murid 3-A dari Aqilla. Hanya saja, Friska masih tetap menatap Aqilla yang kini mendengus dengan teramat sinis.
Aqilla memejamkan matanya sesaat. Jika saja bayang-bayang kedua orang tuanya--terutama Fadia, tidak mampir di kepalanya, mungkin ia akan bolos pelajaran terakhir, dan terjebak dengan lamunannya di belakang gudang,
sendirian.
Eh, sendirian? Memangnya Issabela ke mana?
🍨🍧
Ayo tebak-tebakkan aja sebenarnya apa yang telah terjadi. Selamat diajak keliling-keliling! Hihihi.
Eh, kalo ada typo, langsung notice aja ya. Biar dapat segera diperbaiki. Kay juga terbuka untuk kritik dan saran dari kalian, tapi mohon sampaikan pesannya dengan cara baik-baik. Dm kalo bisaa, ihiw!
Udah cape deh menyarankan kalian buat vote + comment + share, nanti-nanti lagi aja. Kalian pasti bisa treat me better, huhuhu.
See u,
- Kay
KAMU SEDANG MEMBACA
Rahasia Aqilla dan Es Buah [Completed]
Teen Fiction"Pokoknya nih Ma, Pak, Bang, Ceu, Teh, Qilla mau beli Es Buah setiap hari selama bulan Ramadhan. Pliisss, ini udah gak kuat." Ini bukan sekedar es buah kaleng-kaleng yang gak punya keistimewaan! Bisa bikin manusia bisa terbang? Bisa bikin manusia pu...