•Kehilangan•

53 6 0
                                    

Setiap pertemuan pasti ada perpisahan. Sebab, manusia tidak kekal dan dunia ini bagaikan fatamorgana yang tidak abadi, penuh kepalsuan, penuh kebohongan, dan kesenangan yang semu. Ketika kamu menerima kehadiran orang lain, maka kamu harus siap jika kehilangan dia di suatu waktu.

Namun, percayalah. Di sekolah, manusia diajarkan untuk menghapal, bukan melupakan. Dan mengikhlaskan adalah tahapan sulit bagi mayoritas manusia. Seperti Aqilla. Setelah kejadian malam itu, ia tidak lagi menemukan Issabela di sekolah. Ia sudah mencari ke perpustakaan, tempat di mana mereka sering janjian, tapi nihil. Di belakang gudang? Hanya ada kehampaan di sana.

Aqilla merasa ada sesuatu yang hilang dari dirinya. Bagaimana pun, Issabela lah yang menemaninya di kala susah. Di saat yang lain menjauhinya, Issabela malah mendekat. Di saat yang lain mengucilkannya, Issabela membuatnya merasa bermanfaat. Di saat orang lain menistakan dirinya, Issabela masih berdiri di sampingnya sebagai seorang ... sahabat.

Tetapi, mengapa? Mengapa saat semuanya sudah membaik, saat Elena kembali padanya, saat Stela bahkan mulai mengajaknya berbicara, Issabela malah menghilang? Setelah kejadian malam itu, banyak yang terjadi. Dimulai dari murungnya Ocha, dan menghilangnya Issabela. Perihal surat pemberian Issabela, ia belum membukanya. Padahal sangat ingin, tapi belum juga bertemu waktu senggang yang pas untuk membacanya.

Aqilla jadi lesu. Seperti sekarang, ia sedang duduk di bangku kelas, menopang dagu tanpa gairah. Ini waktu istirahat, tapi ia lebih memilih untuk menyendiri. Hanya untuk melamun.

"Qill," panggil Elena yang datang dari luar kelas bersama Stela. "nih buat kamu."

Elena meletakkan roti sobek di atas meja, lantas mengambil tempat di samping Aqilla.

"Lemes amat, Qil," komentar Stela.

"Iya, kamu kenapa sih?" Elena ikut nimbrung.

"Aqilla gak bisa nemuin Issabela di mana pun," jawab Aqilla pelan. Ia jadi malas ngapa-ngapain, lho, ini.

Elena berhenti mengunyah rotinya. Ia berdiri kaku di depan meja Aqilla.

"Issabela? Yang juara angkatan itu?" tebak Elena, dan Aqilla mengangguk mengiyakan.

"Qil," panggil Stela.

"Ha?" Aqilla mendongakkan wajahnya.

"Kata Abi, ada arwah gentayangan yang ngintilin elo," ucap Stela.

Aqilla yang tadinya menye-menye lesu, langsung duduk tegap. "A-apa?" Ia menolehkan kepalanya ke kanan dan kiri.

"Mana? Gak ada."

"Mereka makhluk halus, gak akan bisa dilihat. Mereka tak kasat mata," kata Stela.

"Kita makhluk kasar, gitu?" Elena dan Stela kompak mengangguk.

"Kalau gitu, coba kamu kasarin aja Stel, biar merek jadi makhluk kasar seperti kita-kita," celetuk Aqilla.

Elena yang mendengarnya spontan menepuk dahi. "Astaghfirullah. Enggak gitu juga kali, Qill!"

Lalu, terbesit sebuah ide out of topic di kepala Aqilla. Seperti menang lotre, Aqilla sedikit menggebrak meja.

BRAK!

"Dia kerasukan! Dia kerasukan!" seru Stela seraya mundur pelan-pelan. Dia parno.

"Kamu ... siapa?" Elena bertanya takut-takut.

"Ck, Aqilla gak kesurupan tahu!" Aqilla memberenggut. Ia memajukan bibirnya beberapa centimeter.

"Kalian mau bantuin Qilla, gak?"

"Apa?"

"Kita cari Issabela ke kelasnya. Mau, ya? Ya! Ya! Please..."

Elena mendengus, sedangkan Stela berdecak sembari merotasikan kedua bola matanya. "Tiga D, kan?" 

*****

Benar saja, setelah Stela dan Elena menyetujui permintaan temannya Issabela ini, mood Aqilla berubah 175°.

Tok! Tok! Tok!

Aqilla menunggu di depan kelas Issabela dengan wajah berseri. Kepalanya ia sembulkan ke dalam, hanya untuk mengintip kegiatan rakyat kelas 3-D.

"Nyari siapa?" tanya seorang gadis berkacamata, ia melangkah menghampiri Aqilla.

"Kalian lagi pada sibuk?" tanya Aqilla basa-basi.

"Menurut ngana?" Gadis itu bertanya malas. Manis tapi auranya galak. Dia Jessica, pentolan 3-D.

"Santai dong, Mbak!" seru Stela seraya bersedekap. Matanya menatap tajam Jessica. Mereka beradu tatapan maut.

"Ekhem!" Aqilla dan Elena merasa gerah berada di situasi seperti ini. Seriusan.

"Mau ke siapa?" tanya Jessica lagi, ke-tus.

"Issabela Graciera, ada?" tanya Aqilla sembari tersenyum.

Namun, tubuh gadis itu tiba-tiba berubah kaku. Orang-orang di dalam kelas pun sontak mengalihkan tatapan mereka kepada Aqilla. Kini Aqilla menjadi pusat perhatian. Yang sedang menulis menghentikan kegiatannya. Yang sedang tertawa tiba-tiba pucat pasi wajahnya. Dan Jessica yang tadi nya ketus, kini berubah jadi terdiam seribu bahasa.

"Ada?" tanya Aqilla sekali lagi.

Jessica terlihat gelagapan. Ia menoleh ke belakang, lebih tepatnya kepada teman-temannya.

Ada apa sih?

Perlahan, Jessica kembali menolehkan wajahnya ke depan. Matanya bertumbukkan dengan mata Aqilla, saling tukar pandang dalam keheningan.

"Abel," katanya sedikit tercekat. "Abel udah meninggal."

Duar!

Bagai disambar petir di siang bolong. Aqilla kicep dibuatnya.

Aqilla segera tertawa. "Kamu becanda, ya? Aqilla serius nanya. Kemarin malam,  kami sempat ketemuan, lho. Issa nemuin Aqilla," ucap Aqilla mencoba membantah pernyataan dari Jessica.

"Dia meninggal satu bulan yang lalu karena bunuh diri."

Damn. Double kill.

Aqilla melangkah mundur perlahan. Apakah ini mimpi buruk? Huft, ia harap begitu.

"Dia dikubur satu hari setelah kematian," ujar Jessica lagi.

Aqilla menggeleng kuat, ia memutar badannya dengan begitu kuat, seperti hendak membanting, lalu segera berlari dari sana. Menjauhi kerumunan.

Nah, di sinilah Aqilla sekarang. Di belakang gudang. Tempat yang ia ketahui ketika bersama Issabela. Aqilla duduk di bangku kayu panjang. Beruntungnya di sini begitu sepi.

Terkadang, kenyataan memang jahat. Dan kebohongan yang digunakan untuk menutupinya hanya mampu menambah rasa sakit. Aqilla masih membisu. Pita suaranya ragu untuk mengeluarkan suara.

Kamu bisa bayangkan tidak, ketika kamu merasa lengkap dan menemukan sahabat sejati, ditemani di kala sendiri, diterima tanpa negoisasi, dan dia menghargai kamu sebagai manusia, kamu senang. Kamu telah bahagia. Namun, kenyataan menamparmu keras-keras supaya terbangun dari mimpi. Sahabatmu itu hanyalah halusinasi. Begitulah yang Aqilla rasakan.

"Tapi Issabela beneran adiknya Kak Ocha. Aqilla gak mungkin berhalusinasi," lirihnya.

Aqilla merogoh saku seragamnya, mengeluarkan secarik kertas dari sana. Ia membuka kertas itu perlahan, dan tinta merah menyambut indera penglihatannya.

Dear my best friend, Aqilla...

                                   🍨🍧

BENTAR LAGI TAMAT, GEH, hihi.

Next part itu part special deh menurutku, see u!

-Kay

Rahasia Aqilla dan Es Buah [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang