•Trik•

110 20 11
                                    

Happy reading!

Seusai shalat subuh, Aqilla menghampiri abangnya yang kini duduk di sofa ruang tamu.

"Udah siap?" Tanya Adibran.

"Siap!"

Lalu keduanya sama-sama menatap ke depan, dan terdiam.

Tik tok tik tok.

Denting jam sama sekali tidak mengganggu aktivitas keduanya. Mereka masih terdiam dengan berusaha untuk tidak berkedip, hingga tiba-tiba--

"Abang! Abang! Tolongin, Bang! Aduh ini mata Qilla perih, Bang! Gak kuat!" Pekik Aqilla yang kini duduk dengan ketidaknyamanan.

"Kedipin elah, Qill." Tangan Adibran menghampiri kening Aqilla. Sejenak ia menatap Aqilla horror, hingga akhirnya Adibran menoyornya pelan. Saking pelannya, kepala Aqilla ini hendak kejengkang ke belakang, lho!

Eh? Kalau gitu, pelan dari manenye?

Aqilla mendelik sebal kepada Adibran. Ia mengusap-usap keningnya yang masih jedat-jedut bekas toyoran.

Sebenernya mereka teh lagi ngapain atuh!?

"Uhm, keknya cara pertama ini gagal, Qil," ucap Adibran mengeluarkan opininya.

Aqilla mengangguk, ia lalu memberikan saran. "Mending coba yang lain aja, Bang."

Ia meraih buku yang sejak tadi mejeng dan menyaksikan ulah keduanya dari atas meja yang terpatri di depan sofa.

Buku 'tips menahan kantuk, dijamin munjur!' kini berada di tangan Aqilla.

"Cara kedua, banyak minum air putih," ucap Aqilla membacakan tips yang ada di buku itu. "jadi banyakin minum air putih katanya, Bang."

Aqilla menutup bukunya, lalu beranjak. Ia meninggalkan Adibran yang menatapnya dengan kebingungan. Tak lama, Aqilla kembali dengan segelas air putih di tangannya.

"Nih, Bang." Adibran menerima sodoran gelas itu. Menatapnya sekilas, lalu balik menatap Aqilla yang masih berdiri di sampingnya dengan tatapan yang sulit diartikan. "Ayo diminum! Kenapa malah bengong ke aku?"

"Puasa, Dek." Aqilla reflek menepuk jidatnya sendiri. Sedangkan Adibran, ia masih menatap adiknya itu tanpa kedip dengan gelas yang masih ada di tangannya. Adik nya ini kenapa? Begitu batinnya. Jadi linglung sendiri, nih.

Jadi, seperti yang dianjurkan oleh Rasul, bahwa tidur setelah subuh itu dilarang, atau bisa disebut hukumnya makruh. Karena di waktu subuh ini, Allah membagikan rezeki tiap manusia melalui malaikat Mikail. Kalau kata orang tua zaman dulu, 'Jangan tidur setelah subuh, atau rezekimu dipatok ayam'.

"Huft. Yaudah, cari lagi yang lain," titah Adibran seraya membawa gelas berisi air itu ke dapur.

"Eh, Abang mau ke mana?"

"Mau nyimpen gelas," jawab Adibran sekenanya tanpa menoleh.

"Di meja kan bisa, Bang. Kenapa harus ke dapur?" Aqilla yang sudah kembali duduk itu menatap Adibran dengan kedua alis yang bertaut.

Adibran berhenti melangkah, ia memutar kepalanya hampir 180° ke belakang. "Ada dua alasan. Pertama, takut jadi fitnah. Terakhir, takut khilaf diminum."

Aqilla hanya mengangguk-anggukan kepalanya. Selang beberapa menit, Adibran telah kembali duduk tenang di samping Aqilla.

"Cara ke tiga. Mandi dengan air dingin," ucap Aqilla. "hmm, ini oke kayaknya."

"Gak! Abang gak mau! Kamu aja sana, gih. Abang mah takut jadi beku."

Aqilla memutar kedua bola matanya. "Oke deh. Kita cari cara lain."

"Cara keempat, jalan-jalan ke luar rumah atau banyak beraktivitas," ucap Aqilla lagi.

"Uhm, jangan deh. Nanti tenaga kita habis. Kan puasanya sampai magrib."

Aqilla mendengus. Yang dimau Adibran itu apa sih sebenarnya!?

"Kalian lagi ngapain?" Tanya Nadia yang sepertinya hendak menuju kamar mandi.

"Kami? Lagi nyari trik supaya gak tidur setelah subuh," jawab Adibran.

"Ceuceu pernah baca, katanya boleh sih tidur. Tapi, ntaran kalau udah mulai terbit fajar. Itu juga paling tiga puluh menit."

Seketika, mata Adibran berbinar mendengarnya. "Yang bener, Ceu?"

"Iya. Sekitar jam enam atau setengah tujuh."

"Oke Dib, tahan." Nadia hanya geleng-gelengkan kepala melihat aksi gabut kedua adiknya ini. Tak ingin ikut-ikutan, ia pun bergegas melanjutkan langkahnya.

"Cara kelima nih, Bang!" Ucapan Aqilla itu berhasil menghentikan Adibran yang hendak jingkrak-jingkrak.

"Tarik napas, tahan beberapa detik. And the last, buang napas," katanya lagi.

"Yang ini ringan nih. Ayo, Dek! Semangat! Kita coba, ya," tutur Adibran sembari kembali duduk dengan tegap.

Aqilla pun menyimpan bukunya kembali di atas meja. Ia turut bersiap dengan kuda-kudanya seperti sang kakak.

"Tarik napas," titah Adibran dengan pemeragaan yang dihayati. Ia mengangkat kedua tangannya dengan telapak tangan terbuka ke atas. Hal ini beriringan dengan kedua kelopak matanya yang turut tertutup. "Tahan!"

2 detik

5 detik

8 detik

10 detik

Mata Aqilla sudah melotot, menanti intruksi Adibran untuk menghembuskan napas.

"Buang perlahan," titah Adibran. Seketika itu pula Aqilla mengeluarkan karbon dioksida dari mulutnya.

"Gimana? Kerasa gak?" Tanya Adibran.

Aqilla segera mengangguk. "Iya. Lumayan, Bang," jawabnya. "Kayakna ke Aqilla mempan."

"Ish! Tapi ngantuknya Abang jauh lebih menghasut lho ini. Jadi cuma ngaruh bentaran doang," gerutu Adibran seraya menusap wajahnya.

"Pertahanan Abang udah runtuh, Qil." Adibran kemudian membaringkan tubuhnya di sofa, dan dalam satu kedipan, matanya pun tertutup.

"Ish si Abang," gumam Aqilla dengan wajah yang ditekuk.

Matanya bergerak, karena hendak melirik jam dinding yang terpatri di dinding samping atas sebelah kiri.

Pukul 05.59

Udah boleh sih. Tapi, kan... Aqilla jadi gak ada teman!!

                              🍨🍧

Akhirnya setelah dua hari gak ada kabar')

Akhirnya setelah dua kali nyesek-nyesekkan:)

Rahasia Aqilla dan Es Buah [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang