•Ocha dan Puspa•

46 5 6
                                    

Kalau ada typo, notice aja langsung, yaaaa, dengan baik-baik tentunya:)

Happy reading!^^
_____

Suasana di meja makan begitu hening, dan menguarkan aura-aura kekakuan. Fadia masih mendelik setelah beberapa saat lalu ia melihat Aqilla memegang es buah yang bukan buatan dirinya.

"Ma, es buah Mama gak akan mubazir, kok," ucap Adibran menghibur Fadia. "kan ada abang."

Fadia mendengus, ia memilih untuk mengabaikan ucapan putra semata wayangnya, yang menurutnya tidak bermanfaat. Nah, sikap Fadia ini lah yang membuat anak-anaknya yang lain enggan untuk berkomentar. Ini pernah terjadi dulu, dulu sekali. Dan mereka sudah menebak akan jadi seperti ini. Adibran kuat kok, kan cowok, gapapa.

Adzan magrib baru saja berkumandang. Sontak, secara bersama-sama mereka mengucapkan hamdalah. Belum memulai makan sih, sebab masih menunggu seseorang.

Dug!

Semua yang ada di meja makan tersentak kaget ketika mendengar bunyi dinding yang sepertinya dipukul dengan cukup keras. Tak lama dari itu, Nadia muncul dari balik pintu kamar mandi dengan wajah yang sangat sangat kusut.

Ia duduk di kursinya dengan wajah yang ditekuk, dan grasak-grusuk.

"Ceuceu kenapa?" tanya Fadia seraya mengalihkan perhatiannya pada Nadia.

Nadia menoleh dengan malas, lalu menjawab, "Datang bulan. Beberapa menit lagi adzan, ceuceu malah tahu fakta itu."

Oh ayolah! Siapa yang tidak jengkel bila berada di posisi Nadia? Sudah menahan lapar dan dahaga sejak pagi sekali. Namun, saat hendak berbuka, puasanya malah batal dikarenakan tamu bulanan. Perempuan pasti mengerti.

"Nasib jadi cewek." Adibran menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Kenapa gak ditahan aja, Ceu? Pipis juga bisa ditahan, 'kan?" tanya Aqilla polos.

"Mana bisa, bocil mana paham," jawab Puspa seraya menjulurkan lidahnya.

"Nyambung terus, Teh. Cape, deh."

"Itu bukan pipis Aqilla. Itu keluar darah," kata Ocha. Ini kali pertama dirinya ikut membuka suara ketika hendak menyantap makanan berbuka.

"Oh gitu."

"Es buah dulu atau langsung makan?" Tanya Fadia melerai perdebatan yang sempat terjadi.

"Es buah!" Pekik yang lain bersamaan.

"Es buah!" Aqilla memekik lagi.

"Yang udah punya gak usah makan lagi," celetuk Fadia ketus. Lho? Maksudnya?

Nadia melirik Aqilla yang kini tengah menundukkan kepalanya. Aqilla peka kok.

"Gapapa dong, Ma. Daripada gak habis, kan?" Alder menatap Fadia, membujuknya melalui tatapan.

Mama memang berubah.

*****

"Kak Ocha?" Panggil Aqilla seraya menghampiri Ocha yang tengah duduk bersila di ruang tamu dengan diikuti Adibran.

"Kak, Abang mau lomba nulis sama Kakak. Yang paling jelek tulisannya, dia menang," kata Aqilla ketika dirinya telah sampai di samping Ocha. Ia menyodorkan sebuah kertas yang di atasnya sudah ada tulisan 'ceker ayam' made in Adibran.

"Gak."

"Ayolah, Kak. Jangan kalah sebelum perang."

"Siapa juga yang mau perang?"

"Ini hiburan, Kak, daripada jenuh. Mau, ya, Kak Ocha yang imut?" Rayu maut Aqilla.

"Ngaku aja tulisan lo payah. Tulisan bagus itu gak kekinian sama sekali asal lo tahu. Gue kan emang lebih baik ketimbang lo dalam segala aspek," sambar Adibran belagu.

Rahasia Aqilla dan Es Buah [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang