Semua kebaikan akan dibalas oleh Yang Maha Kuasa. Sekecil apa pun itu. Asalkan kebaikannya didasari oleh keikhlasan dan tentunya lillahi ta'ala.
Senyumnya mengembang dengan senang hati. Tangannya menarik selembar uang merah itu dari dalam dompet. Seingatnya, hanya tertinggal lima belas ribu rupiah saja, tapi ternyata keajaiban yang awalnya dikira tidak mungkin akan datang itu datang juga. Faktual dan fenomenal. Fadia merasa menjadi orang paling beruntung kali ini.
"Beli pisangnya yang bagus dan matang ya, Bang," tandasnya seraya menyerahkan uang itu kepada Adibran.
Setelah menyebarkan postingan tentang kolaknya di sosmed dan menawarkannya sana-sini, tak disangka-sangka dentingan ponsel yang menandakan pesanan masuk langsung mengejutkan indera pendengaran sang empunya ponsel. Dibanjiri pesanan begitu membuat Fadia gemas.
"Siap!" Adibran memberi hormat kepada Fadia dengan ujung telunjuk yang ia tandaskan di tepi alis, dan keempat jari lainnya yang ikut merapat.
"Eh, Ocha mau ikut?" Yang ditanya segera menolehkan kepalanya dari ponsel yang berada digenggamannya.
Adibran menatap Fadia dengan horror setelah mendengar pertanyaannya barusan.
"Nghh--" gadis itu sibuk melemparkan tatapannya ke segala sudut. Sebelah tangannya bergerak merapikan anak rambut yang hendak menjuntai ke depan, menutupi separuh wajahnya. Ia bingung. Mau nolak, tapi seakan gak tau diri banget gitu, lho.
"Iya, Ocha ikut." Tadinya, dia malas plus plus untuk ikut. Namun, ketika dipikir ulang, ia memiliki hutang budi kepada keluarga ini. Apa salahnya membantu sedikit?
"Hati-hati!" Fadia melambaikan tangannya untuk melepaskan salam perpisahan.
"Gak usah modus lo nempel-nempel ke gue," cetus Adibran sengit. Setelah berhasil menyewa motor tetangganya yang bernama Gimin itu, ia segera berangkat tanpa menunda-nunda. Tentunya dengan benalu yang menempelinya dari belakang. Fyuh.
"Najisun! Kepedean, Masnya!" Seru Ocha dengan mata yang melotot sewot. Tangannya dengan geram mendorong punggung Adibran yang sedang mengemudi. Spontan saja, motor itu oleng di bawah kendali Adibran.
Aduh! nyaris saja, mereka hanya tinggal nama.
"LO DUNGU APA GIMANA, HEH!? INI KITA KALO NYUNGSEP BARENGAN TENTU GAK LUCU!"
*****
Nadia berjalan sedikit tergesa menuju gerbang sekolahnya. Ia tidak mau berlama-lama di sekolah. Apalagi setelah Purwadani, atau yang akrab disapa 'Pak Uwa' selaku guru bahasa menyabet lima belas menit setelah bel pulang berbunyi untuk melanjutkan penjelasannya.
Ingin mengomel, tapi ia sadar, sayang sekali jika mulutnya mengoceh tidak jelas sampai kehabisan tenaga. Masih ada beberapa jam menuju waktu berbuka, yang mana masih butuh tenaga ekstra.
Namun, langkah yang buru-buru itu reflek berhenti saat ia melihat Anta tengah berdiri di samping mobil berwarna perak dengan gliter di sepanjang badannya. Tinggi mobil itu bahkan nyaris sepadan dengan tinggi sang empunya.
Masih menggunakan seragam lengkap khas seorang good boy, Anta melambaikan tangannya dengan wajah sumringah ketika indera penglihatannya menangkap kehadiran seseorang yang sedari tadi ditunggu.
Di tempatnya, Nadia memutar kepalanya hampir 180° ke belakang. Lalu, dengan tampang cool ia celingukan ke kanan-kirinya.
"Ah, mungkin dia melambai-lambai ke teman halusinasinya," gumam Nadia yang kembali melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti.
"Eh, wei!"
Anta berlari menyusul Nadia, yang sialnya, bukannya berhenti. Nadia malah mengerahkan seluruh kepiawaiannya berjalan cepat, nyaris berlari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rahasia Aqilla dan Es Buah [Completed]
Teen Fiction"Pokoknya nih Ma, Pak, Bang, Ceu, Teh, Qilla mau beli Es Buah setiap hari selama bulan Ramadhan. Pliisss, ini udah gak kuat." Ini bukan sekedar es buah kaleng-kaleng yang gak punya keistimewaan! Bisa bikin manusia bisa terbang? Bisa bikin manusia pu...