𝕭𝖆𝖇 43

6.1K 1.9K 95
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tubuh Ree seakan mematung mendengarkan kata-kata Madoff

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tubuh Ree seakan mematung mendengarkan kata-kata Madoff. Ia melirik pisau yang disodorkan pria berambut hijau itu. Benda itu berwarna hitam mengilat dari ujung bilah hingga gagangnya yang berbentuk gagak. 

Kemudian ia melirik naga merah yang terkulai lemas di kandangnya. Berbagai luka sudah menoreh tubuh besar itu. Luka besar dan kecil, luka lama dan baru. Napasnya pun sudah tersendat-sendat.

Dengan sekali hembusan Ree berkata, "Aku menolak."

"Apa?" Tanya Madoff diikuti puluhan orang yang terkesiap mendengar jawaban Ree.

"Aku menolak hadiah itu," katanya lagi dengan mantap.

Madoff hendak berkata lebih, dan Ree sudah siap untuk menolak kembali... namun tiba-tiba sebuah suara merdu memotong mereka terlebih dahulu, "Kalau begitu aku yang akan mengambil hadiah itu."

Semua pasang mata langsung mengarah pada gadis bertopeng di podium atas. Rosea. Ia berjalan menuruni sisi tangga di mana Madoff dan Ree berdiri. 

"Ujian Putri Pertama bertujuan untuk menemukan Putri Pertama yang diramalkan bertopeng di turnamen. Tapi aku bukanlah kontestan... Aku, Putri Pertama yang asli..." 

Ree bersumpah Rosea meliriknya tajam saat menyatakan gelar gadis itu. 

"...Aku tidak dapat mengikuti ujian tersebut. Namun ketika Sang Karma tidak menginginkan hadiah itu... Aku percaya akulah yang paling layak mendapatkannya. Lagipula aku adalah Putri Pertama, dan hadiah ini dijanjikan padaku."

"Ah." Madoff mengangkat satu jari telunjuk. "Hadiah ini dijanjikan pada pemenang Ujian Putri Pertama, tidak secara spesifik pa–"

"Tidakkah kau juga berpikir akulah yang layak mendapatkannya, Madoff?" Rosea sudah berada di satu anak tangga di atas Madoff.

Madoff berdeham mencari jawaban, lidahnya seperti telah tersandung. Akhirnya ia membersihkan tenggorokkannya kemudian menyodorkan pisau itu ke arah Rosea. 

"Kurasa begitu," katanya pelan.

Rosea mengambil pisau itu tanpa keraguan lalu mulai menuruni tangga dengan tegap. Ketika ia berada di anak tangga yang sama dengan Ree, Ree menggenggam lengannya dengan kuat. 

Turnamen Mentari | Seri 1 | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang