PROLOG

2.6K 197 34
                                    

Amerika.

Prang!!

Sebuah cermin terjatuh dan pecah menjadi berkeping-keping. Membuat lantai marmer mansion itu berserakan kaca.  Memantulkan tiga manusia yang kini bertengkar hebat.

"Aku rasa kau harus pergi dari sini Liana," usir seorang wanita dengan suara angkuh.

"Atas dasar apa kau menyuruhku? Dan bagaimana bisa kalian mengusirku seperti ini?!" tanya Liana yang baru saja kehilangan

"Merissa benar, lebih baik kau pergi sebelum Kenneth melihatmu," tutur Robert tidak memandang Liana sedikitpun.

"Apa kau benar-benar Robert?" tanya Liana dengan berlinangan air mata, menahan sesak di hati atas pengkhianatan yang Robert lakukan.

Robert terdiam. Merissa menyentuh lengan Robert, seakan-akan mengingatkan Robert untuk menjawab pertanyaan Liana.

"Kenapa kau tidak menjawab pertanyaanku? Kau ingin mengusirku tanpa alasan? Tidak. Sekalipun aku pergi, maka aku akan membawa Ken—"

"KENNETH PUTRAKU!!!" bentak Robert sambil menatap tajam Liana.

Hancur.

Satu kata yang mendeskripsikan perasaan Liana. Liana yang baru kembali dari dinasnya harus terpaksa menerima kenyataan pahit bahwa Nicholas, Putra sulungnya meninggal karena demam tinggi.

"Tidak, Kenneth Putraku. Lagipula Istri sahmu adalah aku, bukan wanita itu! Wanita itu datang sambil mengatakan Kalista adalah Putri kandungmu, aku terima. Tapi itu tidak akan mengubah status Kenneth. Nicholas dan Kenneth adalah anak yang aku kandung dari dalam rahimku!" Liana menekan setiap kata yang keluar dari mulutnya.

"Sudah cukup atas kebohonganmu Ana, mulai sekarang Kenneth dan Kalista adalah anakku dan Robert. Nicholas, sudah di makamkan," potong Merissa sambil mendorong koper Liana dengan heels-nya.

"Kalau kau boleh bermain dengan Merissa, lalu kenapa aku tidak boleh?" tanya Liana.

Merissa tertawa. "Jadi kau mengakuinya Liana?" tanya Merissa.

Liana menatap tajam pada Robert dan Merissa. Menatap penuh luka, amarah dan dendam yang berkumpul menjadi satu.

Tangan Liana bergerak mengambil salah satu potongan kaca yang lumayan besar, mengacuhkan darah yang kini mengalir deras di telapak tangannya, Liana berdiri dan bergerak melukai Merissa.

"LIANA!!!" teriak Robert saat melihat Liana hendak melukai Merissa. Robert menahan potongan kaca yang Liana layangkan.

Satu potongan kaca besar itu membuat luka pada telapak tangan Robert dan Liana, kedua darah mereka mengalir begitu deras.

"Robert!" Merissa menutup mulutnya, terlalu terkejut karena Liana yang ada di matanya adalah wanita anggun, sopan dan berkelas.

Bodyguard-bodyguard keluarga Wallace langsung bergerak cepat tanpa perlu di perintah. Ada yang menahan Liana, membantu Merissa yang kini shock, dan juga menyiapkan mobil untuk Robert.

Tidak jatuh dari titik pertengkaran, di sebuah anak tangga mansion, berdiri seorang anak laki-laki berusia 8 tahun yang sedang memegang kertas gambar dengan empat tokoh di dalamnya.

Daddy-Ken-Nicho-Mommy

Beberapa pertanyaan bermunculan di kepala Kenneth. Kenapa Ibu yang merawatnya sejak kecil hendak melukai Ibu barunya? Dari awal hingga akhir Kenneth dapat melihat kekacauan yang di perbuat Ayah kandung, Ibu kandung dan wanita simpanan Ayahnya yang datang lalu meminta di panggil 'Mommy'.

"Nicho?" tanya Kenneth.

Kenneth berbalik dan menaiki anak tangga dengan cepat tanpa berpikir dua kali. Kertas gambarnya ia jatuhkan begitu saja.

Kertas itu terjatuh di depan heels seorang wanita.

Merissa.

Matanya yang jeli dapat melihat apa yang calon putranya gambar. Tanpa tersenyum, ia menginjak sebuah tokoh yang ada di gambar itu.

Mommy.

***

Indonesia.

"Alexi Bennedicta Wijaya, nama yang indah," puji seorang wanita sambil membaca tulisan yang ada pada akta kelahiran anak.

"Dara, ini berisiko."

"Ini wasiat," jelas Dara pada temannya yang bernama Allen.

Seorang anak perempuan yang kini berbaring di atas sebuah kasur sambil memejamkan matanya tidak mendengarkan apapun.

"Kenapa ganti nama Cordelia jadi Bennedicta?" tanya Allen.

"Alexi harus menjalani hidup tanpa di hantui masa lalu," jawab Dara sambil menaruh akta kelahiran di atas meja Allen.

Allen mengangguk mengerti. "Apa arti nama Bennedicta?" tanya Allen sambil berdiri dari kursinya.

Dara ikut berdiri dan mendekati sosok anak perempuan itu.

"Diberkati, Alexi yang diberkati," jawab Dara.

Tangannya menyentuh wajah Alexi yang terlihat tenang dalam tidurnya.

"Terlepas dari kesalahan orang tuanya, Alexi harus bahagia di masa depan."

Ineffable begins...

INEFFABLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang